MLA 1 - B'day Kiss

1244 Kata
            Di sebuah hotel berbintang ternama di Kota Bandung, tengah mengadakan sebuah pesta ulang tahun dari anak satu-satunya pemilik sekaligus pendiri Williams Corps. Beberapa tamu undangan yang di undang sebagian telah hadir disana. Syena dan Thomas selaku kedua orang tua dari yang berulang tahun sudah lebih dulu berada di TKP untuk menyalami tamu-tamu undangan. Sebagian besar tamu yang hadir selain teman-teman dari Amira, juga hadir teman dan kolega bisnis dari Syena dan Thomas.             Acara malam ini di rayakan dengan sangat meriah oleh Syena dan Thomas untuk putri mereka. Amira sebenarnya tak mau kedua orang tuanya membuang-buang uang mereka hanya demi menggelar pesta ulang tahun, tapi Syena kekeuh ingin menggelar setiap ulang tahunnya. Amira terpaksa mengikuti kemauan sang Mama.             Lalu dimanakah Amira?             Amira tentu saja tengah mempersiapkan diri di sebuah kamar yang sudah di sewa oleh keluarganya. Jauh-jauh hari Syena sudah menghubungi designer ternama kenalannya untuk membuatkan sebuah dress untuk putri cantiknya. Ia juga sudah memesan jasa MUA untuk mempercantik wajah putrinya. Beberapa brand aksesoris pun turut terlibat di dalamnya.             Amira menghembuskan nafasnya beberapa kali saking bosannya duduk di kursi dimana wajahnya di otak atik. John si MUA ternama tersenyum melihat raut wajah Amira yang tampak bosan.            Pria gemulai itu terus menenangkan Amira yang sudah sangat kesal. "Sabar neng. Sejam lagi kelar kok."             "Aduh Kak. Kakak dari tadi udah bilang sejam lagi sejam lagi, tapi sampe sekarang ini make up sama hair do kagak kelar-kelar. Pegel tahu ngga." Gerutu Amira.             "Beneran ini mah. Udah kelar dikit lagi. Abis itu iyey ganti baju dan cus turun ke tempat acara." Ucap John dengan centilnya. Jari jemarinya bergerak sangat lincah mengapply Blush on  di pipi tirus Amira. Tak lupa pewarna bibir berwarna nude untuk memberikan kesan natural pada wajah Amira.             "Beneran ya?! Awas kalo bohong."             "Iye cantik iye…"             Amira kembali duduk dengan tenang. Saking tenangnya ia ketiduran. John membangunkan dirinya yang asik terlelap. Amira hanya bisa cengar-cengir mendengar omelan John karena dirinya hampir saja merusak hasil karyanya.             “Make up udah siap. Sekarang tinggal ganti baju.” Ucap John.             “Oke makasih kak.” Ucap Amira girang. Amira berjalan menuju ruang ganti baju. Disana sudah tersedia sebuah gaun indah untuknya. “Gaun siapa ini?” tanya Amira kepada asisten yang membantunya.             “Punya non Mira.”             “Punya ku? Seingat ku gaun ku berwarna peach. Kok berubah jadi gelap gini?” tanya Amira. “Maaf non. Saya kurang tahu untuk itu. Nyonya menyuruh saya membawa gaun itu ke sini.”             “Ck… Si mama gimana sih. Kalo mau ganti suka dadakan. Gimana kalo ngga cukup sizenya?!” gerutu Amira tapi akhirnya ia memakai juga gaun tersebut. Sebuah dress indah berwarna hitam, dimana terdapat bolong di bagian punggung serta belahan paha yang memperlihatkan kedua kakinya yang jenjang. Sementara hanya mengenakan perhiasan yang menurutnya simple dan pantas berpadu dengan dressnya.             “Not bad lah.” Ucapnya mematut diri di depan cermin. Asistennya membawakan sebuah stiletto untuk ia pakai sebagai pelengkap penampilannya malam itu.             Saat sedang mematut diri, ketukan pintu terdengar. Saat pintu di buka, Amira tersenyum melihat sang Paman Rangga masuk ke kamarnya. Rangga memberi kode agar meninggalkan mereka berdua. Ia pun mendekati Amira yang membuatnya amarahnya meningkat. "Aku cantik ngga, Uncle?" tanya Amira sambil membolak-balik tubuhnya di depan Rangga.             "Jelek. Ganti bajunya." Ucap Rangga terlihat kesal. Amira langsung cemberut.             "Masa sih Uncle?" ucapnya kecewa. Biasanya Rangga selalu memuji penampilannya, tapi entah mengapa malam itu Rangga mengatainya jelek.             "Cepat ganti!" titah Rangga kesal.             "Kenapa harus ganti sih? Udah ngga ada waktu lagi Uncle. Acara udah mau di mulai." Amira menolak untuk mengganti gaunnya. Rangga mencengkram lengan Amira lalu mendorong gadis itu ke tembok. Amira mengaduh karena punggunya terasa nyeri berbenturan dengan tembok. "Aw… Sakit uncle." Ringis Amira.             "Cepat ganti dengan gaun yang lain atau kamu tidak akan keluar dari ruangan ini." Ancam Rangga dengan tatapan menusuk. Amira terlihat ketakutan.             “Ga…Gaun yang mana Uncle?”             Rangga menyerahkan sebuah tas jinjing bermerek terkenal kepada Amira. “Cepat ganti.” Titahnya. Tanpa banyak protes lagi,ia pun mengangguk. Rangga melepaskan Amira dan gadis itu langsung berlari ke kamar mandi untuk mengganti dressnya.             Tak lama Amira pun keluar dengan dress pemberiannya. Sebuah dress cantik yang sengaja Rangga pesan jauh-jauh hari untuk dikenakan oleh Amira. Dress cantik dan senada dengan jas yang ia kenakan. Amira cemberut karena tak bisa mengenakan dress sebelumnya.             "Cantik." Puji Rangga melihat Amira memakai dress pemberiannya. Ia tersenyum lebar. Rangga merogoh sesuatu dari saku jasnya. Sebuah kotak kecil berpita. "Apa itu uncle?" tanya Amira penasaran dengan isi kotak itu. Saat kotak itu di buka, Amira sangat takjub melihat sebuah benda yang tampak bersinar di matanya.             "Woaah… So pretty Uncle." Pekik Amira saat Rangga memperlihatkan sebuah kalung cantik. "You like it?" Amira mengangguk.             "Suka banget. Cantik banget Uncle kalungnya." Rangga memutar tubuh Amira membelakanginya. Keduanya saling bertatapan melalui sebuah cermin. Jantung Amira berdegup kencang saat bertatapan dengan Rangga.             Rangga memakaikan kalung di lehernya. Tatapan Amira langsung terpaku pada kalung simple yang melingkar di lehernya. "Ingat ya. Jangan pernah di lepas." Ucap Rangga yang semakin merapatkan tubuhnya dengan Amira.             "Apa ini untuk Mira, Uncle?" Rangga mengangguk. Ia memeluk tubuh Amira, meletakkan dagunya di pundak gadis itu. Tubuh Amira tampak tegang. Ia bergerak tak nyaman. "Ssst… Sebentar seperti ini, Clara." Ucap Rangga membuat Amira terdiam.             Rangga memeluk tubuhnya beberapa saat sampai suara gedoran pintu kamar membuat keduanya memisahkan diri. "Ya ampun ngapain aja sih kalian? Lama banget ngga turun-turun." Ucap Syena protes.             "Kamu gimana sih, Ngga. Kakak minta bawa Amira turun malah diem di kamar." Rangga berdecih mendengar omelan sang kakak. "Sayang, udah selesai kan? Ayo segera turun. Acara ngga di mulai kalau kamunya ngga muncul. Ayo buruan."             "Iya Mom. Aku turun sekarang." Syena berjalan terlebih dahulu. Rangga menahan Amira lalu memberikan sebuah kecupan di dahi Amira sebelum menggandeng gadis itu turun. OMG!! Amira benar-benar tak bisa mengontrol detak jantungnya yang semakin berdetak kencang gara-gara ulah sang Paman. ***             Seluruh tamu undangan yang hadir bertepuk tangan saat Amira turun dari tangga di gandeng oleh Rangga. Keduanya tampak serasi dengan pakaian senada. Beberapa orang terkecoh mengenai Rangga dan Amira yang di sangka pasangan. Tapi setelah di jelaskan oleh Syena maupun Thomas kalau mereka ada Paman dan keponakan barulah mereka kaget.             Acara demi acara pun berjalan sukses. Amira mendapat banyak kejutan baik dari orang tua dan sahabat-sahabatnya terkecuali dari Rangga. Rangga sudah menyiapkan hadiah spesial untuk gadis yang sudah mencuri seluruh perhatiannya itu. "Hadiah mu mana, Ngga?" tanya Syena kepada adiknya.             "Hadiah? Emang dia anak SD yang tiap ultah di kasih kado?" ucap Rangga datar. Amira tampak kesal karena hanya Rangga yang tidak memberinya kado. "Ih Uncle jahat! Masa ngga kasih aku kado sih."             "Balik lagi jadi bocah baru aku kasih kado." Amira melempar serbet ke muka Rangga karena kesal. Ia pergi menjauh dari keluarganya. Amira memilih tempat yang agak sepi dari kerumunan orang-orang hanya untuk memaki Rangga hingga puas.             Saat tengah asik mengumpat, tubuhnya menegang karena sebuah pelukan melingkar di perut rampingnya. Rangga memeluknya dari belakang. "Un…Uncle…"             Amira menatapnya, "I love you, Clara…" ucap Rangga sebelum melumat bibir manis nan menggoda milik Amira. Amira terkejut dengan ciuman panas yang di berikan Rangga, apalagi ciuman itu adalah ciuman pertamanya bersama seorang pria.             Ia ingin pacarnya lah yang menciumnya bukan sang Paman. Amira berontak dan berusaha kabur, tapi Rangga berhasil menggapai tubuhnya. Lelah meronta, Amira pun perlahan membalas ciuman Rangga. Kedua tangannya sudah berada di leher Rangga. Pagutan demi pagutan tercipta. Amira sadar kalau yang ia lakukan salah, tapi sulit rasanya untuk menepis rasa itu.             "I love you, sayang." Bisik Rangga setelah melepaskan diri dari bibir Amira. Ia mendekatkan dahinya dan merasakan hembusan nafas gadis yang membuatnya lupa diri. *** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN