Malam itu Amira merasa kedinginan. Ia mencari-cari selimutnya tapi tak kunjung ketemu. Matanya sangat berat untuk terbuka, tubuhnya terlalu nyaman berbaring di ranjang. Alhasil ia pun meringkukkan badannya untuk mencari kehangatan.
Ia merasa ranjangnya sedikit bergoyang, lalu seperti sesuatu yang hangat memeluknya. Tanpa sadar ia pun membalas pelukan itu jauh lebih erat. Rasa nyaman berada dalam pelukan itu membuat tidurnya semakin lelap.
Keesokan paginya ia mengerjap. Tubuhnya terasa tertimpa sesuatu yang berat. Saat mata terbuka dengan sempurna, Amira terkejut melihat seorang pria bertelanjang d**a berbaring di sampingnya.
"KYAAAAAAA!!" Teriak Amira sambil menendang tubuh Rangga yang kaget mendengar teriakannya.
Brugh.
"Uncle ngapain tidur di kamar aku?!"
Rangga terjun bebas dari ranjangnya. Ia mengaduh nyeri karena terbangun tiba-tiba lalu terjatuh. "Ada apa dek?" ucap Syena yang datang tergopoh-gopoh setelah mendengar teriakan putrinya.
Amira memeluk tubuh Syena dengan erat lalu menunjuk ke sebrang kasur dimana seorang pria tengah mengelus-elus pinggangnya. "Rangga. Ngapain kamu disana?" tanya Syena belum paham dengan apa yang terjadi.
"Masih tanya lagi. Mom Uncle tidur di kamar aku. Kenapa Uncle ada disini Mom?"
Syena menghampiri Rangga dan langsung menjewer telinganya. "Aduh duh sakit Kak." ringis Rangga. Syena malah semakin menarik telinganya dengan kuat.
"Ngapain loe tidur di sini, hah! Emang loe ngga punya kamar apa." ucap Syena kesal.
"Aduh Kak sakit. Lepasin telinga gue."
Syena melepas jepitan telinga Rangga. Ia memukul tubuh kelar adiknya berkali-kali. "Loe m***m apa gimana hah. Tidur di kamar gadis pake telanjang d**a. Loe mau mati di tangan gue. Pergi sana!" usir Syena tanpa menghentikan pukulannya.
Rangga pun berlari keluar dari kamar karena pukulan kakaknya. Syena menutup pintu kamar putrinya. "Kamu gapapa kan dek? Rangga apain kamu semalam? Kok kamu ngga sadar sih kalo ada Om mu disini. Jangan-jangan kamu sengaja ya."
"Ya mana aku tahu Mommy. Mana aku tahu Uncle kenapa bisa tidur disini. Aku udah tidur dari habis makan malam tadi Mom." Amira kesal karena mendapat tuduhan yang ngga-ngga.
"Tapi kamu ngga di apa-apain kan?" Amira menggelengkan kepalanya. "Ya udah kamu mandi dulu sana. Hari ini ada kuliah jam berapa dek?"
"Off Mom. Dosennya cuma kasih tugas doank. Jadi ngga mesti ke kampus."
"Oh ya udah deh. Lain kali kalo mau keluar masuk kamar langsung kunci biar ngga kecolongan lagi kayak semalam."
"Iya Mom."
Syena pun keluar dari kamar putrinya. Amira yang masih shock memilih kembali merebahkan dirinya di ranjang. Ia tak percaya ia semalaman tidur dengan Rangga. Pantas semalam ia bisa mimpi indah.
***
"Apa?! Loe tidur bareng Om Loe?!" ucap Dian dengan suara keras, membuat Amira membekap mulutnya. "Ssst ih. Loe kalo ngomong kebiasaan deh pake ngegas."
Dian cekikikan, "Ups... Sorry. Terus gimana ceritanya sih kok bisa tidur bareng. Kepo nih gue."
"Ya gue juga ngga tahu pasti gimana-gimananya. Yang jelas pas gue bangun badan gue berat banget kayak ketindih sesuatu. Ngga tahunya Uncle Rangga lagi tidur sambil meluk gue." jelas Amira.
"Gilanya lagi si Uncle topless donk ??." ucapnya lagi. Dian langsung bersiul dan bertepuk tangan. "Anjiiir hoki banget loe pagi-pagi. Di peluk cowok cakep mana lagi topless pula."
Dian meringis karena tangan Amira dengan entengnya melayang ke tubuhnya. "Kalo ngomong tuh pake otak jangan asal nyablak aja. Mau gua tampol sekalian, iya."
Dian malah tertawa senang. "Gue penasaran deh seganteng apa sih Uncle Loe. Seksi ngga sih dia."
"Tahu ah." ucap Amira memberengut kesal. "Eh btw loe ngerasain ngga itunya. Bangun apa masih tidur?" ucap Dian sedikit berbisik.
Amira mengerenyitkan dahinya. "Maksudnya??"
Dian menepuk jidatnya. "Ya Tuhan... ini anak beneran polos apa pura-pura sih."
"Beneran gue ngga paham yang loe omongin." Dian terlihat gregetan. "Gue mau tanya. Semalem om Loe meluk kayak gimana?"
"Kenapa emangnya?"
"Udah jawab aja ngga usah banyak tanya." ucap Dian nyolot. Amira kembali mengingat-ingat posisi dirinya yang di peluk oleh sang paman. "Ehm... Yang jelas deket banget. Gue di anggap guling ama dia. Di peluk erat banget mana kakinya berat banget lagi."
"Berarti nempel banget kan." Amira mengangguk. "Nah kalau deket kayak gitu masa sih ngga kerasa ada yang ganjel. Kerasa ngga burungnya bangun apa tidur." ucap Dian semakin antusias.
Wajah Amira memerah saat Dian mengatakan benda milik pria. "Uuuhhh... Lihat muka loe merah banget kayak kepiting rebus sih tandanya iya deh. Gimana kerasa banget ngga? Gede apa kecil Mir?"
Amira menutup wajahnya saking malunya. "Apaan sih loe ah. Duh muka gue panas." Amira mengipasi wajahnya yang memerah karena malu. Dian semakin senang menggodanya.
"Ayo donk gimana bentuknya. Panjang apa pendek? Keras banget apa letoy." goda Dian sambil tertawa.
"Berisik loe ah!!" Keduanya tertawa sampi akhirnya sebuah suara mengingerupsi keduanya. "Ngapain kamu disini, Clara??" ucap suara seseorang yang di kenalnya.
Keduanya sontak menoleh ke belakang. Amira semakin terkejut melihat sosok pria yang di bicarakan oleh mereka. "Uncle Rangga..." cicit Amira dengan muka memerah.
***
Rangga tiba di rumah untuk mengambil berkas yang tertinggal. Saat melewati kamar Amira, ia penasaran dengan gadis itu. Menurut Syena ia tak ada kuliah hari ini. Tapi gadis itu tak ada di kamarnya.
"Clara kemana kak? Bukannya dia ngga ada jadwal kuliah ya." tanya Rangga kepada Syena yang tengah berbaring santai di depan TV.
"Oh dia jalan sama temennya." jawab Syena.
"Siapa? Cewek ap cowok?"
"Cewek."
"Pergi kemana mereka?" tanya Rangga lagi. Syena yang tengah memakan sheet mask pun mencopot masker di wajahnya. "Ya mana gue tahu mereka pergi kemana. Lagian ngapain sih loe tanya-tanya anak gue pergi. Heran deh heboh sendiri." gerutu Syena.
Rangga mendelik sebal. Ia memilih pergi dari rumah dan masuk ke dalam mobil. "Cepat lacak dimana keberadaan Clara. Aku mau info secepatnya." Titah Rangga melalui ponselnya.
Mobilnya melaju di jalanan. Tak butuh waktu lama bagi Rangga menemukan jejak Amira. Ternyata gadis itu sedang bersama seorang temannya yang bernama Dian. Rangga meluncurkan mobilnya ke cafe dimana gadisnya berada.
Setibanya di cafe ia celingukan mencari keberadaan Amira. Wajah tampan Rangga menjadi pusat perhatian wanita-wanita yang ada di sana, tapi fokusnya hanya tertuju ke wanita muda cantik yang duduk di sudut cafe.
Ia pun menghampiri dan tak sengaja mendengar percakapan antara Amira dan temannya. Temannya bertanya apakah ia tampan dan seksi. Temannya itu juga bertanya apakah miliknya mengeras atau tidak. Rangga tertawa mendengarnya. Gadis ciliknya itu terlihat sangat malu.
"Ngapain kamu disini, Clara." ucap Rangga membuat kedua gadis itu tersentak kaget. Sontak keduanya menoleh ke belakang. Jika Dian tampak berbinar-binar bertemu dengannya, tapi lain halnya dengan Amira. Mukanya semakin memerah.
"Un... Uncle Rangga..."
***