12. Malam Pertama Setelah Pernikahan

1300 Kata
Setelah melewati beberapa proses dan segala persiapan, pernikahan Dylan dan Gianna kini telah tiba pada hari puncaknya. Di ruang pengantin wanita, Gianna sedang duduk dengan gaun pengantin berwarna putih yang terlihat sangat sempurna untuknya. Ini adalah hari istimewa dalam hidup Gianna dan ia merasa gugup. Pintu ruangan pengantin wanita terbuka, memperlihatkan sosok Risa yang datang dengan gaun cantiknya. Risa tersenyum pada Gianna, terlihat seolah ikut bahagia untuk kebahagiaan sahabatnya, tapi sebenarnya Risa semakin merasa iri dengan Gianna. Hidupnya tidak kalah buruknya dari Gianna, tapi kenapa hanya Gianna yang mendapatkan kebahagiaan seperti ini? Saat Gianna putus dari Ethan, Risa senang mendengarnya, selain karena ia mencintai Ethan, tapi juga karena Gianna telah kehilangan satu lagi orang yang ia cintai. Namun, Risa menyesal telah berbahagia begitu cepat, sebab perginya Ethan malah menjadi awal baru yang lebih luar biasa untuk Gianna. "Kau terlihat sangat cantik," puji Risa yang saat ini berdiri di depan Gianna. "Terima kasih." Risa tersenyum, kemudian meraih tangan Gianna. "Aku berharap bisa bertemu juga dengan seseorang yang bisa menerima semua masa laluku," ucap Risa setelahnya. "Kau pasti menemukannya di waktu yang tepat." Gianna menggenggam tangan Risa dan tersenyum padanya. "Aku harap begitu. Apa aku bisa mengambil fofo bersamamu?" tanya Risa. "Tentu saja!" Risa duduk di sofa panjang yang sama dengan Gianna dan meminta tolong pada asisten Celine untuk mengambil foto dengan kamera ponselnya. Tidak hanya sekali, tapi Gianna dan Risa mengambil beberapa foto bahkan mereka sempat berpelukan. Gianna tersenyum bahagia, tapi Risa terlihat seperti memaksakan senyumannya. Sementara itu, Dylan yang ada di ruangan khusus pengantin pria juga sudah terlihat tampan dalam setelan jas yang membalut tubuh tingginya. Saat ini, Dylan sedang berdiri di depan cermin besar yang ada di ruangan pengantin pria. Dylan terus menatap pantulan dirinya dan bayangan masa lalu bersama Anna terlintas di benaknya. Masa lalu ketika ia mulai membahas tentang pernikahan dengan Anna. Dylan sungguh memimpikan pernikahan yang indah bersama Anna, tapi pada akhirnya ia menikah dengan wanita lain. Belum lama ini, Dylan telah mengirim balasan untuk email yang Anna kirimkan padanya. Pada balasannya, Dylan menyampaikan kabar rencana pernikahannya pada Anna dan menuliskan beberapa kalimat yang ia pikir bisa menunjukkan kebahagiaannya. Kalimat yang indah, tapi Dylan bahkan tidak benar-benar merasakan kebahagiaan itu. "Pak Dylan?" Suara Henry membuyarkan segala lamunan Dylan. Dylan memutar badannya untuk menatap Henry. "Kau terlihat cocok dengan setelan itu," puji Dylan. "Terima kasih. Namun, apa Anda yakin dengan semua ini?" tanya Henry yang membuat Dylan mendekat padanya dengan wajah yang terlihat bingung. "Apa maksudmu? Aku bahkan sudah mengabarkan pernikahanku pada Anna dan menuliskan betapa bahagianya aku dengan pernikahan ini. Apa kau pikir aku akan membatalkannya begitu saja?" Selain atasannya, Dylan juga merupakan sahabat bagi Henry. Cara bicara Dylan kadang memang agak kasar bahkan mengancam, tapi Henry tahu Dylan tidak sekejam yang terlihat. Henry mempertanyakan kesiapan Dylan, sebab ia tidak mau Dylan melakukan pernikahan di saat belum selesai dengan masa lalunya. Bagi Henry, pernikahan bukanlah sesuatu yang bisa dipermainkan. Selain itu, latar belakang Gianna juga masih menjadi kekhawatirannya. "Tolong maafkan saya. Saya hanya khawatir pada Anda." Namun, pada akhirnya, Henry tidak berani bicara lebih banyak dari ini. "Aku akan baik-baik saja dengan pilihanku." Setidaknya, ini yang Dylan yakini saat ini. "Ya, saya harap begitu. Kalau begitu, mari keluar. Acaranya akan segera dimulai." Henry mempersilakan Dylan untuk berjalan lebih dulu. "Baiklah," balas Dylan dan ia mulai berjalan keluar. Kini, Dylan telah berdiri di altar pernikahan, masih menunggu Gianna datang untuknya. Awalnya, Dylan berdiri membelakangi pintu yang ada di sana, sampai akhirnya ia mendengar suara pintu yang terbuka. Dylan memutar badannya menghadap ke arah pintu. Ketika pintu terbuka dengan lebar, Dylan seketika dibuat terpukau oleh penampilan Gianna. Sudah berkali-kali Dylan terpana melihat kecantikan Gianna, tapi kali ini Gianna benar-benar cantik dengan gaun yang dibuat khusus untuknya. Gianna merasa semakin gugup saat ini, tapi ia juga tidak ingin rasa gugup menguasainya dan akhirnya terjadi masalah. Gianna memfokuskan pandangannya pada Dylan, kemudian berjalan sembari tersenyum padanya. Semua orang tersenyum saat melihat kecantikan Gianna dan kebahagiaan dalam pernikahan ini, kecuali Risa yang hanya memperlihatkan wajah datar ketika Gianna berjalan di altar sampai akhirnya Dylan meraih tangannya, lalu mereka berjalan bersama. Terasa seperti sedang menyaksikan kisah dongeng ketika gadis miskin yang bertemu dengan pangerannya. Semakin menyebalkam ketika terus dilihat sampai membuat Risa mengalihkan pandangannya. "Kau sangat cantik hari ini." Dylan sempat melontarkan pujian setelah ia meraih tangan Gianna. "Jadi, sebelumnya aku tidak cantik?" "Mari berdebat lagi nanti," balas Dylan dan ia mendapat senyuman dari Gianna. Ketika janji suci pernikahan telah diikrarkan, Dylan dan Gianna secara resmi telah menjadi suami istri. Cincin telah tersematkan di jari manis mereka dan sekarang saatnya untuk berciuman. Dylan dan Gianna tersenyum satu sama lain, kemudian menyatukan bibir mereka dan mendapatkan tepuk tangan dari para tamu undangan. Lagi-lagi, kecuali dari Risa. "Kenapa dia bisa seberuntung itu?" Risa bergumam sendirian. *** Setelah pernikahan, maka yang terjadi selanjutnya tentu adalah bulan madu. Dylan tentu sudah mempersiapkan perjalanan bulan madu bersama Gianna dan mereka langsung pergi setelah melangsungkan pernikahan. Negara tujuan mereka adalah Jepang. Dylan dan Gianna tiba di Jepang pada jam 9 malam waktu setempat. Mereka langsung menuju ke hotel, kemudian memanjakan tubuh mereka dengan berendam air hangat yang juga merupakan bagian dari rangkaian paket perjalanan bulan madu. Gianna menyandarkan kepalanya di d**a Dylan karena terasa sangat nyaman. Lalu, Gianna merasakan tangan Dylan meraba lehernya, kemudian beralih ke dagunya dan membuat ia mendongak. Bibir Gianna kini terasa hangat karena ciuman dari Dylan. Awalnya, hanya ciuman, tapi ketika ciumannya menjadi semakin intens, Gianna mengubah posisinya menjadi duduk di pangkuan Dylan dan menghadap ke arahnya. "Air hangat selalu menarik, 'kan?" ucap Dylan disela ciumannya. Dylan melihat Gianna tersenyum, kemudian kembali mencium bibir ranumnya. Ciuman Dylan beralih ke leher Gianna. Memberikan kecupan kecil dan pada akhirnya memberikan sedikit tanda di sana. Sementara tangan Dylan bergerak begitu bebas dalam menjelajahi setiap inci tubuh Gianna yang tidak tertutupi apa-apa. Desahan kecil keluar dari bibir Gianna karena tangan Dylan mulai meraba daerah sensitifnya. Di awali dengan sentuhan ringan yang semakin lama menjadi semakin kuat. Dylan terlihat menyeringai senang setelah mendengar suara desahan Gianna. Dylan ingin mendengar lebih banyak lagi. Di saat Dylan dan Gianna asik menikmati malam pertama pernikahan mereka yang panas, ada Henry yang harus terbangun di tengah malam karena telepon dari ayah Dylan yang saat ini tinggal di Amerika. "Kenapa kau tidak mengabariku tentang pernikahan Dylan? Kau tahu betapa memalukannya mendapatkan ucapan selamat atas pernikahan putraku, tapi aku sendiri tidak tahu apa-apa? Apa Dylan menganggapku sudah mati?" Kalimat dengan nada keras dari David seketika masuk ke telinga Henry setelah ia menjawab panggilannya. Henry seketika terduduk di tempat tidurnya. Ayah Dylan terdengar sangat marah saat ini, tapi Henry tidak yakin apakah ia pantas mendapatkan kemarahan itu. Henry bahkan tidak tahu kuasa apa yang ia miliki untuk melawan perintah Dylan. "Maafkan saya, Pak David. Pak Dylan meminta saya untuk merahasiakannya. Saya tidak berani melawan perintahnya," jelas Henry. "Kenapa istri Dylan bernama Gianna? Bukankah dia sudah bertunangan dengan Anna?" tanya David setelahnya. "Pertunangannya berakhir karena terjadi masalah dalam hubungan mereka, lalu Pak Dylan bertemu dengan Gianna. Pak Dylan dan Nona Gianna sudah saling mengenal setidaknya selama hampir setahun." Henry tidak yakin berani mengatakan lebih banyak dari ini. "Siapa keluarga Gianna? Apa keluarganya terkenal?" David kembali bertanya. "Gianna hanya wanita sederhana dan keluarga yang sederhana. Setidaknya itulah yang saya ketahui dari cerita Pak Dylan." Henry sungguh tidak bisa mengatakan siapa Gianna sebenarnya. David pasti akan mengetahui latar belakang Gianna suatu saat nanti, tapi setidaknya tidak keluar dari mulutnya. Henry tidak ingin terlibat lebih jauh dalam perseteruan ayah dan anak itu. "Di mana Dylan dan istrinya sekarang?" "Mereka sedang berbulan madu di Jepang." "Berapa lama mereka di sana?" "Mereka berangkat hari ini dan akan kembali dalam tujuh hari," jawab Henry dan David mengakhiri panggilan begitu saja. "Kenapa dia menanyakan kepulangan Pak Dylan? Apa dia akan datang ke sini? Masalah apa lagi sekarang?" gumam Henry yang terlihat menghela napas berat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN