13. Mantan Yang Mulai Mengganggu

1406 Kata
Hari kedua di Jepang, Dylan dan Gianna mengisi waktu mereka dengan makan bersama di sebuah restoran. Mereka bangun siang hari ini, karena semalam melakukan kegiatan yang begitu panas untuk waktu yang cukup lama. Gianna terlihat menyuapi Dylan dan Dylan membalasnya dengan cara yang sama. Kebahagiaan terpancar jelas dari wajah mereka, terutama Gianna yang menjadi lebih sering tersenyum begitu lebar sejak bersama Dylan. Dylan sempat terdiam sejenak dengan pandangan yang hanya terfokus pada Gianna. Dylan meyukai kebahagiaan ini, tapi bayangan Anna masih terus mengikutinya. Bahkan terkadang Dylan melihat bayangan dirinya bersama Anna dalam mata Gianna. Dylan bahagia dengan semua ini. Terlepas dari siapa Gianna, pada kenyataannya Gianna bisa menjadi pasangan yang sempurna untuknya. Kalau pun Gianna memang hanya menginginkan uang, seharusnya itu tidak masalah selama Gianna bisa menjadi seperti pasangan yang ia inginkan. Namun, delapan tahun bersama Anna tidak bisa digantikan begitu saja. Terlalu banyak hal yang terjadi selama delapan tahun dan tidak bisa dibandingkan dengan kebersamaan yang baru berjalan selama satu tahun. "Dylan? Apa kau baik-baik saja?" tanya Gianna ketika melihat Dylan yang tampak terdiam sembari menatapnya. "Ya, aku baik-baik saja. Aku hanya terpukau pada kecantikanmu," goda Dylan. "Hentikan! Aku akan ke toilet sebentar." Gianna bangkit dari duduknya, kemudian pergi meninggalkan Dylan. Dylan ingin menikmati makanannya lagi, tapi perhatiannya teralihkan pada sepasang suami istri yang baru saja tiba di sana. Dylan tahu kalau mereka adalah sepasang suami istri, sebab mereka adalah Anna dan suaminya. Dylan tahu wajah suami Anna setelah melihat foto ciuman mereka dan tentu saja lewat foto prewedding yang Anna kirimkan padanya. Pertemuan ini benar-benar mengejutkan untuk Dylan. Walau Dylan sangat ingin bertemu dengan Anna, tapi ia tidak ingin bertemu Anna saat bersama pria lain. Anna yang asik mengobrol bersama suaminya sempat menoleh ke arah Dylan dan menatapnya selama beberapa saat, sebelum akhirnya kembali menatap suaminya setelah merasakan sentuhan di tangannya. Sementara Dylan masih terus menatap Anna dan takjub melihat betapa tenangnya Anna saat melihatnya setelah setahun tidak bertemu, terutama setelah menyakitinya. Dylan merasakan cinta, kerinduan, dan kebencian di saat yang bersamaan. "Kenapa kau tidak makan?" Suara Gianna terdengar dan mengalihkan pandangan Dylan dari Anna. "Aku menunggumu. Rambutmu terlihat berantakan." Dylan membalas kemesraan yang Anna tunjukkan padanya dengan cara membantu Gianna merapikan rambutnya dan bahkan sampai memberikan ciuman di pipinya. "Apa yang kau lakukan? Di sini ada banyak orang," ucap Gianna yang terkejut karena Dylan yang tiba-tiba menciumnya. "Siapa yang akan marah jika aku mencium istriku?" Dylan kini meraih tangan Gianna dan mencium punggung tangannya dan setelah itu membantunya untuk duduk kembali. Posisi Gianna membelakangi meja Anna, maka ia tidak akan menyadari jika Dylan melirik ke arah Anna. Anna melihat dengan jelas kemesraan Dylan, tapi ia tidak membuat ekspresi apa-apa dan mengembalikan pandangan pada suaminya. Ketika kembali menatap suaminya yang duduk tepat di depannya, Anna bisa melihat tatapan tajamnya. "Apa kau terganggu dengan kemesraan mereka?" ucap Mike ini sembari menggenggam tangan Anna. Terlihat romantis, tapi hanya Anna yang tahu betapa sakitnya genggaman tangan Mike. "Tidak! Aku baik-baik saja karena ada kau di sini," ucap Anna sembari tersenyum tipis pada Mike. Mike tertawa mendengar ucapan Anna. "Kau bukan aktris yang bagus. Sudah cukup menatapnya dan biarkan dia yang menatapmu. Apa kau mengerti?" ucap Mike setelahnya. "Ya." Anna benar-benar fokus pada makanannya karena setiap kali ia melirik Dylan, maka genggaman tangan Mike menjadi lebih kuat. Sementara Dylan buru-buru mengajak Gianna pergi dengan alasan ada hal tempat bagus yang harus mereka datangi. "Aku menyukai tempat itu karena mengingatkanku pada masa kecilku. Apa kau tidak ingin mengenal masa kecilku?" Dylan memberikan alasan ini pada Gianna, sebab ia tahu betapa besar keinginan Gianna untuk tahu lebih banyak hal tentang dirinya. "Tentu saja aku ingin tahu." Gianna seketika terlihat begitu bersemangat. "Kalau begitu, ayo kita pergi. Di sana suasananya sangat menyenangkan." Dylan meraih tangan Gianna dan mengajaknya pergi karena tidak bisa jika harus melihat kemesraan Anna dan suaminya lebih lama lagi. Ekor mata Anna bisa menangkap kalau Dylan telah meninggalkan restoran sembari menggandeng tangan Gianna. Anna ingin menatap Dylan, tapi tangannya terasa semakin sakit karena genggaman tangan Mike. "Dylan masih mencintaimu sampai tidak sanggup melihatmu bersama pria lain. Apa kau senang dengan hal itu? Kau pasti senang, 'kan?" ucap Mike yang semakin kuat menggengam tangan Anna. "Tidak seperti itu ...." Anna tidak bisa melanjutkan kalimatnya karena genggaman tangan Mike yang begitu kuat dan sangat menyakitkan. "Tidak masalah jika kau mengatakan ya. Aku tidak melarangmu untuk mengatakannya." Mike tersenyum pada Anna. Mike kini tidak hanya menggeggam tangan Anna, tapi juga menancapkan kukunya sampai membuat kulit Anna terluka. *** Sebelumnya, Gianna mendengar cerita Dylan yang pernah menetap di Jepang saat masih kecil. Selama di Jepang, Dylan tinggal di sebuah rumah yang sampai sekarang masih ada dan terjaga dengan baik. Walau tidak terpakai lagi, tapi Dylan tidak berniat menjual rumah ini karena memiliki kenangan di dalamnya. Rumah yang saat ini Dylan tunjukan pada Gianna bukanlah sebuah rumah yang besar, sebab dulu kondisi keuangan keluarganya tidak seperti sekarang. Orang tua Dylan datang ke Jepang bukan untuk mengurus bisnis mereka sendiri, tapi bisnis orang lain. Dylan ingat, ayahnya baru memulai bisnisnya sendiri ketika ia berusia 9 tahun. Gianna menatap beberapa foto masa kecil Dylan yang terpajang di sana dan semua fotonya terawat dengan baik karena memang ada orang yang rutin membersihkan rumah ini. Namun, sejak dulu, Gianna belum pernah melihat foto ayah Dylan. "Apa aku boleh bertanya sesuatu?" ucap Gianna yang membuat langkah Dylan terhenti dan menoleh padanya. "Apa yang ingin kau tanyakan?" "Aku belum pernah melihat foto mendiang ayahmu. Apa kau tidak menyimpan fotonya?" Gianna akhirnya mengeluarkan pertanyaan ini pada Dylan. "Aku tidak ingin menyimpan fotonya. Di sana ada piano. Bagaimana jika kita bermain piano?" Dylan meraih tangan Gianna dan terlihat jelas betapa ia ingin mengalihkan topik pembicaraan tentang ayahnya. Gianna menyadari kalau Dylan selalu menghindar jika ditanya tentang ayahnya, seolah telah terjadi sesuatu di antara mereka. Gianna bicara jujur tentang orang tuanya dan ia ingin Dylan juga melakukan hal yang sama tentang mendiang orang tuanya. Namun, Gianna akan menunggu sampai Dylan siap. "Kenapa kita tidak tinggal di sini saja? Jika kau punya rumah di Jepang, maka kita tidak perlu tinggal di hotel, 'kan?" ucap Gianna ketika ia duduk bersama Dylan dan melihatnya bermain piano. "Kau mau tinggal di sini?" tanya Dylan. "Tentu saja mau! Kenapa aku tidak mau?" "Aku pikir, aku harus memberikan sesuatu yang istimewa untukmu saat bulan madu kita. Jadi, aku mencari hotel terbaik di kota ini." "Yang terbaik adalah jika aku bisa bersamamu dan bisa mengenalmu dengan lebih baik lagi." Gianna tersenyum pada Dylan dan Dylan ikut tersenyum saat melihat senyumannya. "Baiklah. Kita akan tinggal di sini. Semuanya akan siap sebelum malam hari." Dylan meraih tangan Gianna dan menciumnya. Dylan bisa terlihat begitu bahagia meski pikirannya diganggu oleh pertemuan dengan Anna tadi, apa lagi sikap Gianna ini mengingatkannya pada Anna. Ya, Anna lebih suka tinggal di sini jika diajak berlibur ke Jepang karena baginya tempat ini terasa hangat oleh kenangan yang manis tentangnya. "Kau pernah mengatakan kalau kau bisa bernyanyi dengan cukup baik. Apa kau bisa bernyanyi sekarang? Kau berjanji akan bernyanyi di saat yang tepat dan sekarang adalah saat yang tepat. Aku yang bermain piano dan kau yang menyanyi." Dylan akan mencoba mengalihkan pikirannya dari Anna. "Aku hanya iseng mengatakannya sebagai bahan obrolan agar kau tidak mengantuk saat perjalanan dari kampung halamanku." "Aku tetap ingin mendengarmu bernyanyi. Aku akan merekamnya." Dylan mengeluarkan ponselnya dan ia letakan di atas piano setelah menemukan posisi yang tepat untuk merekam sebuah video. Video pun sudah mulai direkam sekarang. "Kenapa kau harus merekam video? Akan kau gunakan untuk apa?" "Ini momen yang berharga, maka harus diabadikan. Ayo, cepat! Aku akan memainkan lagu yang sering kau dengar dan kau pasti tahu liriknya. Aku akan memulainya." "Tunggu dulu. Apa kau serius?" tanya Gianna. "Apa aku terlihat seperti sedang bercanda? Kita mulai!" Dylan mulai menekan tuts piano dan menatap ke arah Gianna karena menunggunya untuk mulai bernyanyi. Karena tidak ingin mengecewakan Dylan, maka Gianna mulai bernyanyi walau ia sendiri tidak yakin bisa bernyanyi dengan baik. Lagu yang Gianna nyanyikan adalah sebuah lagu indah berjudul Love Poem yang dinyanyikan oleh seorang penanyi cantik bernama IU. Sebuah lagu yang penuh dengan harapan yang baik. Itu juga sebuah lagu yang menggambarkan bahwa ada seseorang yang akan selalu bersama kita di saat kita terpuruk. Seseorang yang akan bersama kita melewati malam panjang yang penuh dengan air mata. Walau Gianna mengatakan kalau ia hanya iseng mengaku cukup baik dalam bernyanyi, tapi Dylan mengakui kalau ucapan Gianna tidak hanya sekadar iseng atau omong kosong saja. Suara Gianna terdengar begitu indah dan sangat menenangkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN