11. Aku Akan Membunuh Gianna Jika Dia Bersama Pria Lain

1570 Kata
Setelah perawatan di hari sebelumnya, kini pertemuan keluarga telah direncanakan di kediaman Dylan. Celine telah mengurus segalanya, termasuk tranportasi dan pakaian untuk semua keluarga Gianna. Jadi, baik Dylan atau Gianna hanya perlu mempersiapkan diri mereka saja. Walau ini adalah pertemuan keluarga, tapi hanya keluarga Gianna saja yang datang, sebab Dylan mengatakan sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi. Gianna sedih mendengar cerita Dylan dan mengatakan dengan serius kalau ia akan selalu ada untuk Dylan agar tidak merasa kesepian. "Terima kasih karena kau selalu ada untukku, bahkan sejak pertemuan pertama kita. Entah akan seperti apa diriku jika hari itu kau meninggalkanku sendirian." Dylan memeluk erat Gianna dan memberikan ciuman hangat di keningnya. "Jadi, sekarang kau percaya pada ceritaku?" tanya Gianna. Dylan melepas pelukannya, kemudian menatap Gianna dan mengangguk pelan sembari tersenyum tipis. "Aku percaya sejak awal, tapi rasanya terlalu memalukan jika mengingat hal itu," ucap Dylan setelahnya. "Ya, itu memang agak memalukan, tapi kita tidak akan bertemu jika momen itu tidak terjadi." "Sekali lagi, terima kasih karena tidak meninggalkanku saat itu." Dylan kembali mencium kening Gianna. Setelah Anna pergi meninggalkannya yang bisa Dylan anggap sebagai hal terbaik yang terjadi dalam hidupnya adalah kehadiran Gianna. Terlepas dari siapa Gianna, pada kenyataannya Dylan mengakui kalau Gianna bisa membuatnya bertahan sampai detik ini. Di sisi lain, Celine datang di antara Dylan dan Gianna. Dylan yang paham maksud kedatangan Celine langsung menyerahkan Gianna padanya, sebab sudah waktunya bagi Gianna untuk bersiap-siap dan ia juga akan bersiap-siap. Setelah hampir dua jam berlalu, Gianna keluar dari salah satu kamar di kediaman Dylan yang menjadi tempatnya bersiap-siap. Gianna tampak cantik dalam balutan gaun hitam yang terlihat elegan dan dipadukan dengan riasan wajah yang tidak berlebihan. Gianna pikir, ini hanya akan menjadi pertemuan keluarga biasa sembari makan malam bersama, tapi sekarang ini terlihat seperti pesta keluarga. Sekali lagi, ini adalah hal baru bagi Gianna, tapi ia juga bahagia karena melihat bagaimana cara Dylan menghargai keluarganya. Semua sikap Dylan ini tidak lagi memunculkan keraguan yang dulu ada di hati Gianna pada awal ajakan menikah. Sementara itu, Dylan juga terlihat tampan dengan pakaian yang disiapkan khusus untuknya. Saat melihat Gianna, Dylan kembali dibuat kagum oleh kecantikan Gianna untuk kesekian kalinya. Namun, yang terpenting dari adalah senyuman Gianna yang terlihat begitu indah dan merona. "Ayo! Nenek dan Bibi akan tiba sebentar lagi. Kita harus menyambut mereka." Dylan mengulurkan tangannya pada Gianna yang dibalas dengan gandengan erat olehnya. Dylan dan Gianna berdiri di depan rumah besar Dylan. Tdak lama, sebuah mobil datang dan berhenti di depan mereka. Pintu mobil terbuka, kemudian nenek Gianna keluar bersama bibi Yuna. Sejujurnya, Gianna memiliki kekhawatiran dalam hal ini, ia takut kalau bibinya akan mengambil keuntungan dari Dylan. "Kau memilih calon suami yang tepat. Rumah kita bahkan tidak sebesar halaman rumahnya. Semoga kau tidak melupakan kami setelah hidup enak di sini." Ini adalah kalimat pertama Yuna setelah turun dari mobil. "Perhatikan kata-katamu!" Gain memberikan peringatan pada putri sulungnya. Selain Gianna, Gain juga memiliki kekhawatiran yang sama pada Yuna. "Aku hanya teringat pada sebuah pepatah, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya." Yuna menambahkan kata-katanya sembari melirik Gianna. Gianna bisa saja membalas semua kata-kata bibinya, tapi ia tidak ingin ada perdebatan di hari yang istimewa ini. Gianna sebenarnya mengerti kenapa bibinya bersikap seperti ini padanya, sebab selain nenek, bibi Yuna adalah orang yang berjuang keras untuk keluarga, walau ia juga memiliki sisi buruk dalam dirinya. Bibi Yuna melepaskan banyak hal tentang mimpinya setelah adik bungsunya membuat masalah, lalu pergi begitu saja meninggalkan masalahnya. Namun, hati Gianna tidak sebaik itu sampai kuat menahan kebencian selama bertahun-tahun. Lagi pula, Gianna tidak mengerti apa semua ini memang kesalahannya? Apakah semua yang terjadi adalah kesalahan dari dua anak yang bahkan tidak pernah meminta untuk dilahirkan ke dunia ini? "Yuna, tolong berhenti," mohon Gain agar Yuna tidak membuat masalah malam ini. Dylan diam-diam meraih tangan Gianna dan menggenggamnya dengan erat. Dylan telah mendengar cerita tentang keluarga Gianna, sebab Gianna ingin ia tahu semua hal tentang dirinya sebelum pernikahan. Jadi, ia memahami bagaimana perasaan Gianna saat ini. Dylan ingin membantu Gianna untuk tetap tenang karena ia sendiri pasti tidak ingin membuat keributan di depan neneknya. "Udara di sini dingin. Mari masuk ke dalam," ajak Dylan yang tidak ingin suasana yang tidak nyaman bagi Gianna terjadi berlarut-larut. Di sela kegiatan pertemuan keluarga, Gianna sempat pergi ke toilet, kemudian tidak lama, Yuna juga melakukan hal yang sama. Sehingga kini hanya tersisa Dylan bersama sang nenek. Mereka duduk bersebelahan dan Dylan kini mendapatkan perhatian penuh dari nenek Gianna. "Terima kasih, Dylan," ucap Gain yang membuat Dylan terkejut mendengarnya. "Kenapa Nenek berterima kasih padaku? Aku tidak melakukan apa-apa." Gain tersenyum pada Dylan, lalu berkata, "Kau melakukan hal yang besar. Saat Gianna menelepon dan mengatakan kalau kau melamarnya, nenek bisa merasakan kebahagiaan yang begitu besar bahkan hanya dari caranya bicara. Sejak kecil, itu adalah pertama kalinya nenek mendengar Gianna begitu bahagia dan hari ini, nenek bisa melihat kebahagiaan itu secara nyata." Gain nyaris menangis saat menceritakan semua itu. Gain kini meraih tangan Dylan dan menggengamnya dengan begitu erat. "Nenek tidak akan meminta banyak hal darimu. Nenek hanya ingin kau terus mencintai Gianna dan menjaganya sampai kalian tua nanti. Nenek mempercayakan Gianna padamu. Tolong jaga kepercayaan nenek. Gianna pantas untuk semua kebahagiaan itu." Air mata Gain akhirnya tumpah karena membayangkan Gianna yang ia rawat sejak kecil, kini sebentar lagi akan memiliki keluarganya sendiri. Gain berharap takdir akan lebih baik pada Gianna sekarang. Tangan Dylan bertukar posisi menjadi menggenggam erat tangan nenek Gianna. Entah kenapa semua permintaan nenek Gianna terasa begitu berat bagi Dylan, apa lagi ia ingat apa tujuannya yang sebenarnya tentang pernikahan ini. Namun, tidak mungkin mengatakan semuanya pada nenek Gianna. "Aku pasti akan melakukannya. Aku akan selalu mencintai Gianna dan menjaganya untuk seumur hidupku." Pada akhirnya, Dylan mengatakan semua itu tanpa memikirkan betapa serius arti kalimatnya bagi nenek Gianna. Sedangkan di kamar mandi, Gianna kini dibuat kaget karena ketika keluar ia langsung bertemu dengan bibinya yang berdiri di depan kamar mandi. "Apa yang Bibi lakukan di sini? Apa Bibi perlu ke kamar mandi?" tanya Gianna. "Sebentar lagi kau akan menetap di rumah mewah ini. Bahkan orang sepertimu saja bisa seberuntung ini, lalu bagaimana dengan aku dan nenekmu? Bukankah kami juga pantas menerima keberuntungan ini?" Gianna terlihat menghela napas, sebab tahu apa yang dimaksud oleh bibinya. Gianna selalu membenci hal-hal seperti ini dari bibinya. "Apa yang Bibi harapkan dariku? Menjadi istri Dylan bukan berarti aku bisa melakukan segala hal sesukaku. Aku–" "Kau memang tidak tahu malu! Tidak tahu terima kasih juga. Ibuku membesarkanmu dan Daniel dengan mengorbankan segalanya. Aku bahkan sampai menolak lamaran dari seorang pria dan memutuskan hubungan dengannya karena khawatir pada Ibuku yang harus mengurus kalian sendirian!" Gianna terlihat mengepalkan tangannya ketika kalimatnya dipotong dan ia diberikan kalimat yang begitu menusuk oleh bibinya. Gianna tidak pernah buta tentang semua pengorbanan bibinya, tapi kenapa bibinya tidak pernah mengerti tentang keadaannya? Kenapa bibinya tidak pernah melihat usahanya untuk melakukan yang terbaik? "Tolong jangan menekan Gianna seperti itu. Aku akan memberikan yang Bibi mau." Suara Dylan tiba-tiba terdengar. Pandangan Gianna dan Yuna seketika mengarah pada Dylan yang mereka sendiri tidak tahu kenapa bisa ada di sini. Dylan meraih tangan Gianna dan membuat Gianna berdiri tepat di sebelahnya. Dylan menyusul Gianna karena merasa aneh setelah Yuna juga ikut pergi ke kamar mandi. Dylan merasa kalau Yuna mungkin akan melakukan sesuatu seperti yang ia lakukan ketika baru menginjakkan kaki di rumah ini dan dugaannya ternyata benar. "Aku tidak menekannya, Dylan. Kami hanya membicarakan sesuatu yang sudah seharusnya kami bicarakan. Aku yakin kau juga akan melakukan hal yang sama jika berada di posisiku. Namun, sebaiknya aku membicarakan hal itu denganmu, 'kan?" Yuna tampak tersenyum puas. "Kau tidak seharusnya melakukannya." Gianna mencoba bicara pada Dylan, sebab Gianna tidak ingin ada yang membebani Dylan. "Tidak apa-apa. Aku tidak akan membiarkan seseorang mengganggumu." Dylan menggenggam tangan Gianna, kemudian kembali menatap Yuna. "Kita akan membicarakan ini nanti. Bibi dan Nenek juga akan menginap di sini. Jadi, kita punya banyak waktu," ucap Dylan lagi. "Aku akan menunggunya. Sebaiknya, Ibuku tidak perlu tahu tentang hal ini. Bukankah Gianna tidak mau melihat neneknya sedih karena bertengkar dengan anaknya? Jantungnya juga tidak akan kuat menerima semua ini." Yuna pergi setelah selesai bicara. "Dylan, sudah aku bilang kau tidak perlu melakukannya. Bibi tidak hanya akan meminta sekali, tapi pasti akan berkali-kali. Bibi keluargaku dan aku yang akan bertanggungjawab untuk mereka. Aku sudah membebani keluargaku karena kelahiranku. Aku tidak ingin menjadi bebanmu juga." Gianna kembali membicarakan hal yang sama dengan Dylan. "Aku tidak merasa terbebani dan akan mengatur semuanya dengan baik. Mari jangan membicarakannya lagi. Lagi pula, siapa yang mengatakan kelahiranmu adalah beban? Jika kau tidak lahir, maka aku akan tergeletak di jalanan malam itu. Jadi, jelas bahwa kelahiranmu adalah anugerah." Dylan tersenyum pada Gianna dan memberikan ciuman hangat di keningnya. "Ayo! Kita kembali pada Nenek," ujar Dylan setelahnya dan ia masih menggandeng tangan Gianna. *** "Aku mendengar kalau Gianna akan menikah dengan Dylan. Acaranya bulan depan." Kalimat Risa terus terngiang di telinga Ethan. Di depan Risa, Ethan masih berusaha bersikap biasa saja karena ia masih memerlukan bantuan Risa nantinya, tapi setelah kembali ke dalam sel tahanannya, Ethan tidak tahan lagi. Ethan berteriak dan memukul dinding sel berulang kali. "Gianna hanya milikku! Aku akan membunuh siapa saja yang mencoba mengambilnya dariku. Kalau perlu, aku juga akan membunuh Gianna agar tidak ada yang bisa memilikinya," ucap Ethan. Sampai kapan pun, Ethan tidak akan rela jika ada yang mengambil Gianna darinya. Gianna bisa saja memutuskan hubungan dengannya, tapi baginya tidak pernah ada kata putus dalam hubungan itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN