Bukan cuma pipi yang terasa panas, hatiku pun sama panasnya saat sebuah tamparan dari Kamila mendarat di pipi kanan ini.
"Hentikaaan!"
Tidak cuma Kak Sabiru yang berteriak, Ibu pun berseru menjerit. Dengan gurat kekecewaan di wajah, wanita bertampang ayu itu ke luar dari kamarnya.
"Kenapa kalian bertengkar? Kalian sedang hamil, jaga kondisi dan emosi," saran Ibu sembari menatapku dan Kamila secara bergantian. Dengan lembut Ibu menarik lenganku, mengusap perlahan bahu ini. "Tidak baik menyimpan dendam, La. Maafkan kesalahan Sabir," nasihat Ibu pelan.
"Sampai kapan pun aku gak akan memaafkan dia. Masa depanku hancur karena dia, Bu," tolakku tegas dan sengit.
"Ibu dengar sendiri 'kan? Nabila memang kurang ajar," tukas Kamila geram.
"Suamimu yang kurang ajar!" sergahku semakin kesal.
"Kamu ...."
Kamila tidak melanjutkan ucapannya. Wanita itu menutup mulut. Tak lama kemudian dia mengeluarkan isi perut. Membuatku merasa jijik melihat muntahannya. Sehingga mendorong rasa mual. Aku lekas berlari ke kamar mandi. Memuntahkan semua makanan yang susah payah masuk ke perut hari ini.
Aku dan Kamila sama-sama mengalami masa ngidam yang menyiksa. Tiap pagi kami akan merasa pusing yang teramat dan akan muntah sampai ke luar lendir kuning yang terasa pahit. Kamila yang sebelum hamil selalu bertugas membuat makanan kini tidak lagi. Itu karena dia tidak kuat bila mencium aroma bumbu dan makanan.
Aku pun mengalami hal yang sama. Sehingga tugas masak diganti oleh Ibu. Semerbak harum bunga yang dulu selalu tercium begitu wangi di hidung, kini akan membuat pusing bagi kami. Terpaksa sekarang aku dan Kamila tidak lagi mau menjaga toko. Masa awal kehamilan ini sungguh berat. Beruntung keadaanku sedikit lebih kuat. Tidak sepanjang hari terbaring di ranjang seperti Kamila.
Dari cerita Ibu, usia kandungan Kamila lebih tua dua pekan dariku. Di minggu ini umur janinnya sudah menginjak minggu ke sembilan. Kak Sabiru yang siaga selalu ada untuk Kamila. Memperlakukan Kamila sebaik mungkin.
Melihat itu selalu saja air mataku berderai. Merasa orang yang paling menderita di dunia, karena harus mengandung anak tanpa suami. Sering pergi ke klinik sendirian untuk cek kandungan. Ibu yang mulai sering sakit juga tidak bisa terus-menerus menjaga bila aku dilanda pusing hebat.
Pernah terlintas untuk tinggal bersama Paman. Bermaksud menghindari konflik dengan Kamila. Namun, Ibu melarang. Menurutnya itu akan merepotkan Paman saja.
Kondisi yang lumayan lemah walau tak separah Kamila membuat pasi pada wajah. Dan itu sangat disadari oleh Zayn. Pemuda itu berkali-kali menanyakan keadaanku.
"Kian hari pipimu makin tirus. Kamu kurusan. Wajahmu pucat banget. Memang kamu sakit apa, La?" tanya Zayn perhatian saat suatu malam melakukan panggilan video.
Seperti biasa aku menjawab dusta dengan mengatakan baru saja sembuh dari sakit. Beruntung Zayn mempercayainua. Sudah hampir dua minggu dia tidak menghubungi karena sedang sibuk ujian. Rasa sedih yang tak berkesudahan sedikit sirna bila berbincang dengan pemuda jangkung ini. Luka lara hati seperti mengering saat mendengar dia bergurau.
"Zayn ...."
"Ya." Zayn memasang wajah manis.
"Menurutmu ... apa arti keperawanan pada malam pertama?" tanyaku dengan sedikit rasa gusar.
Tadinya tidak berani menanyakan itu, tapi aku ingin tahu pendapat Zayn. Dia sendiri tidak langsung menjawab. Dahinya berkerut sembari mengelus-elus hidung mancungnya. Tampan sekali.
"Kenapa tiba-tiba nanyain hal itu, La?"
"Pengen tahu aja," kilahku.
"Emmm ... menurutku sih seorang gadis harus bisa menjaga kesuciannya. Karena itu merupakan kado terindah untuk calon suaminya."
"Kalo tidak bisa."
"Tentu saja kami kecewa. Berarti si cewek itu murahan."
Ada yang teremas di dalam sana saat mendengar jawaban dari Zayn. Sakit. Mulai malam itu, aku memutuskan untuk tidak berhubungan lagi dengan dia. Percuma. Karena Zayn pasti akan mencampakkan bila tahu keadaanku yang sebenarnya.
Aku menonaktifkan akun medsos dan juga memblokir nomer WA-nya. Maafkan aku Zayn. Mungkin kamu akan kelimpungan mencariku, tapi itu lebih baik dari pada kamu kecewa setelah mengetahui kondisiku.
***
Sore itu, seperti biasa Kak Sabiru pulang lebih awal. Kamila yang sedari tadi berbaring lemah di depan televisi begitu antusias menyambut kedatangan sang suami. Aku sendiri tengah duduk membaca n****+ tak jauh dari tempat Kamila rebahan tadi. Sepasang anak adam dan hawa itu beriringan masuk ke bilik mereka. Aku abai tak peduli.
Setengah jam kemudian mereka ke luar lagi. Kamila terlihat begitu cantik dengan balutan gamis dan pashmina berwarna serba hitam. Mau melayatkah? Tapi, riasan Kamila sedikit lebih tebal seperti hendak kondangan. Heran. Sementara suaminya tampak begitu casual dengan t-shirt berlogo buaya warna putih dan celana denim warna hitam. Jujur, pria itu memang lumayan tampan. Namun, tetap saja sampai kapan pun aku akan membencinya.
"La, kami akan ke luar makan malam," pamit Kamila. Tidak seperti biasanya yang selalu datar padaku, kali ini dia menatapku dengan seringai manis di bibir. Kelakuan orang hamil memang aneh. Aku juga tengah mengandung, tapi tidak seaneh Kamila. "Mau dibawain makanan apa," lanjutnya lembut.
Kamila telah kembali. Aku senang melihatnya. Namun, kebahagianku hanya sesaat, karena jika memandang wajah Kak Sabiru rasa hati ini kembali dirundung rasa benci.
"Gak usah." Mataku tetap fokus pada n****+ di tangan ketika menjawab.
"Yakin?"
Aku menganguk pelan tanpa memandang sepasang suami istri itu.
"Ya sudah kalo begitu. Kami pergi, ya."
Kali ini aku mendongak menatapnya. Mengangguk sebentar. Kamila tersenyum manis begitu juga suaminya. Keduanya lekas melangkah. Namun, ketika hendak membuka pintu Kamila kembali mendekatiku.
"La ...."
"Ya."
"Maafin aku, ya," ucap Kamila menghambur memelukku. Aku yang terheran dengan sikapnya hanya bisa terdiam. Sementara Kak Sabiru pun cuma bisa tersenyum melihat kelakuan aneh istrinya.
"Sikapku akhir-akhir ini memang menyebalkan. Kusadari itu, tapi ini bawaan bayi. Sungguh aku tidak pernah membencimu," tutur Kamila selepas mengurai pelukan.
"Maukah kamu memaafkanmu?" ulang tanya Kamila dengan memasang tampang yang memelas, tapi menggemaskan. Benar Kamila telah kembali. Dengan mantap aku mengangguk. Membuat bibir Kamila melengkung ke atas. Menampilkan barisan gigi putih kecilnya. "Ya sudah kami berangkat. Benaran gak mau dibawain apa-apa?"
"Terserah deh mau dibawain apa." Aku menyahut dengan mengendikan bahu.
"Oke."
Kamila kembali menggandeng lengan suaminya. Sebelum melangkah ke luar dia kembali menatapku. Lalu melambai. Lama. Sehingga mesti ditarik tangannya oleh Kak Sabiru menuju motornya. Aku terkekeh kecil. Tingkah Kamila lucu.
Selepas pasangan itu pergi aku kembali sendiri di rumah. Satu jam berlalu hujan pun turun. Ibu pulang dengan diantar oleh Paman. Karena hujan turun begitu deras, Ibu menyuruh Paman untuk menginap.
Kami makan malam bertiga. Kujelaskan kalau Kamila sedang dinner di luar bersama suaminya. Namun, hingga pukul sepuluh malam kedua sejoli itu belum juga pulang. Padahal hujan sudah reda dari sejam yang lalu.
Itu membuat Ibu tidak tenang. Wanita tersayang itu menyuruhku untuk menghubungi telepon Kamila. Baru saja akan mengusap layar ponsel terdengar pintu rumah diketuk orang.
"Itu mungkin mereka," ujar Ibu dengan senyum lega.
Langkahnya semangat menuju pintu luar. Aku dan Paman Hasan mengekor dari belakang. Namun, dugaannya keliru karena bukan Kamila yang pulang. Melainkan dua orang berseragam polisi.
"Selamat malam, Ibu," sapa salah seorang polisi yang seumuran Paman Hasan.
"Malam."
Ibu, aku, dan Paman menjawab bersamaan. Ada rasa tidak enak dalam hati melihat kedatangan polisi ini.
"Benar ini rumahnya Saudara Sabiru Jamil dan Saudari Layla Kamila?"
"Benar. Saya Ibu dari Kamila," jawab Ibu dengan raut muka yang tampak bingung.
"Kedatangan kami mau mengabarkan kalau putri Ibu dan suaminya telah mengalami kecelakaan tunggal."
"Apaaah?!" Aku, Ibu, dan Paman tersentak kaget.
"Motor yang dikendarai menantu Obu tergelincir karena jalanan yang licin. Sekarang mereka sedang dirawat di rumah sakit. Keadaan keduanya ... lumayan parah," tutur Pak polisi dengan wajah penuh iba.
Ibu yang tampak syok segera kupeluk. Aku sendiri merasa ada firasat yang tidak baik.
Next.
Jangan lupa komen ya. Follow akun i********: aku : yenika_koesrini dan
tik tok : @yenikakoesrini1
untuk mengetahui cast pemain Mahkota yang Terenggut