Aku masuk ke apartemen Ethan setelah lelaki itu mempersilahkanku, walau aku merasa ini adalah ide buruk. Interior elegan dan didominasikan dengan hitam menyambutku. Dan tidak salah kenapa apartement ini disebut apartemen bintang lima. LUASNYA LEBIH DARI DUA KALI LIPAT TEMPAT TINGGALKU!
"Tunggu di sini dan buat dirimu nyaman, Smith."
Kusisir pandanganku keseluruh ruangan. Aku mendekat ke dinding yang menggantung foto-foto. Banyak sekali. Tapi ada satu yang menarik perhatianku. Potret keluarga yang dibingkai paling besar. Aku tertawa kecil saat melihat senyum si bodoh itu yang tampak sangat konyol di sana. Kaku dan menggemaskan. Kontras dengan dirinya saat ini yang terlihat menyeramkan dengan tatto di sepanjang lengannya yang berotot.
Tiba-tiba sebuah tangan menutup wajah Ethan pada gambar yang sedang kupandangi. Aku menoleh dan mendapati wajah pemiliknya yang menatapku jengkel.
"Jangan tertawa."
Semakin dilarang, rasanya semakin lucu. Aku tertawa terbahak-bahak. Apalagi melihat wajah datar Ethan yang tampak kesal. Itu adalah ekspresi paling lucu yang pernah kulihat sampai membuat perutku sakit.
"Berheti tertawa, B."
Dan, semakin Ethan menyuruhku berhenti, rasanya semakin menggelitik. Aku tidak dapat menahan tawaku lagi. Aku sampai bergelantungan di lehernya akibat hilang keseimbangan.
"Berhenti atau kucium."
Aku menegang di tempat dan langsung terdiam.
Kuakui ancamannya berhasil membuatku diam, karena demi apapun, aku tidak ingin dicium olehnya untuk kedua kali-yang tadi di lobi tidak masuk hitungan.
"Gadis pintar."
Dan aku benci ketika Ethan mendapatkan apa yang ia mau. Senyum di wajahnya itu, sangat meremehkan dan benar-benar membuatku muak.
Aku memperhatikannya berjalan ke arah sofa, meletakkan kotak p3k yang ia bawa ke atas meja, lalu menghempaskan bokongnya ke sofa. Berjalan ke arahnya, aku berhenti tepat di hadapan Ethan .
Ethan tersenyum khasnya sambil menupuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya. "Duduklah."
Aku melipat tanganku di d**a, "Ethan , look. Aku tau kau terbiasa mencium banyak gadis."
Ia tertawa, "Apa?"
"Tapi jika kau sedang bersamaku, tidak boleh berciuman! Tidak karena aku berisik. Dan tidak demi apapun!"
Ethan memandangku mengejek, "Oh, really?"
Seakan tahu maksudnya, aku berteriak. "Ethan , aku serius!"
Ethan menarikku ke arahnya. Terlalu mendadak, hingga membuatku hilang keseimbangan dan terjatuh tepat dia atas pangkuannya. Aku melototkan mataku padanya, saat Ethan malah memeluk pinggangku.
"Hey-"
"Bagaimana kalau aku bilang aku tidak bisa menahannya?" Ethan berbisik.
Dengan jarak wajah yang sangat dekat, aku dapat merasakan napasnya menerpa bibirku lembut. Aku tidak bisa menghentikan mataku yang tenggelam dalam keindahan matanya. Hijau mata Ethan , membawa kedamaian ketika aku menatap ke dalamnya.
Bibir Ethan tau-tau mendekat ketika aku sibuk mengagumi pemiliknya. Cepat-cepat aku mendorong tubuhnya menjauh dariku.
"ARGH!"
"Astaga." Mataku membulat, "Aku benar-benar tidak ingat!"
Kini aku tidak dapat lagi melihat hijau di manik matanya, karena bola mata itu terpejam kuat-kuat menahan sakit. Ethan hanya diam tidak membalas perkataanku.
"Hey-katakan sesuatu..."
Ethan meringis. "Kau berhasil melukai harga diriku, Smith. Aku tidak tau gadis sepertimu pandai menyakiti."
Aku mengembuskan napas lega. Syukurlah, dia baik-baik saja.
"Harusnya kau tidak berusaha menciumku!"
"Salahmu terlahir dengan bibir yang menggoda!"
Apa?
"Kau membuatku gila hanya dengan satu ciuman payah, B."
Perutku terasa ngilu seperti saat pertama Ethan menciummu. Tapi yang ini menjalar sampai ke urat leherku. Aku mengigit bibirku sendiri dari dalam, saking gugupnya.
Ethan tertawa pelan saat tidak adalah respon berarti dariku. "Hey-bisa tolong membukakan kaosku? Lengan kiriku susah digerakkan."
Oh, jadi sesakit itu.
"S-sure."
Dan Ethan berhasil membuatku gugup, lagi. Aku, duduk mengangkang dipangkuannya, adalah hal yang harusnya tidak terjadi. Ditambah harus membukaan kaos Ethan .
Aku menggenggam ujung kaos Ethan dengan tangan bergetar. Kusingkap kaosnya ke atas dengan perlahan, bermaksud untuk tidak menyakitinya. Otot-otot perut Ethan yang di penuhi dengan tatto terekspos-dan perlahan roh baik dalam tubuhku meninggal.
"Perhatikan matamu, Ms. Smith. Jangan melihatku seakan kau menginginkanku juga. Karena aku tidak peduli jika kau masih perawan."
Aku merasa tertampar dengan kata-kata Ethan , tidak percaya bahwa dia baru saja menangkap basahku tengah memperhatikan tubuhnya. Dan kalimat 'meniduriku' sungguh menghantarkan gelenjar aneh ke bawah pusatku.
"Aku tidak memandangmu begitu!"
"Jangan lakukan itu lagi, B." Ethan tertawa, "Apa sudah ada yang memberitahumu sebelumnya, kalau kau tidak pandai berbohong?"
Pipiku memanas, "Shut up, Ethan !"
Aku bermaksud untuk bangkit dari pangkuangnya, tapi Ethan menahan pinggangku.
"Hey-mau kemana?"
"Mengambil kotak p3k."
"Tidak perlu. Ada cara yang lebih ampuh." Ethan mengeluarkan senyum khasnya, "Kau cium saja."
Aku sekuat tenaga menahan tawaku, "You such a dog!"
Aku melepaskan diri dari Ethan dan berjalan mengambil kotak P3k yang ada di meja. Saat aku kembali, Ethan-shirtless-menyambutku dengan senyum lebar sambil menepuk-nepuk pahanya.
Aku tidak suka kalau semuanya berjalan sesuai keinginan Ethan , tapi tak bisa kupungkiri, aku tidak sanggup merusak senyum manisnya.
-beside, ada perasaan nyaman duduk begitu dekat dengan Ethan dan tangannya bermain-main di pinggangku. Dan ketika bokongku sempurna mendarat di pahanya. Ethan tersenyum begitu lebar.
"Good girl."
Ketika aku mulai mengobatinya, aku berulang kali mengingatkan diriku untuk tetap fokus dan tidak boleh terkecoh dengan otot-otot Ethan . Dan, bukannya aku tidak tahu, Ethan terus saja memandangiku. Aku sampai menjaga ekspresiku agar tidak memalukan diri sendiri.
"Aku senang melihatmu khawatir."
"Aku tidak khawatir, bodoh. Aku merasa bersalah."
"Aku akan memaafkanmu dengan mudah, kalau kau menginap malam ini. Kita tidak perlu melakukan apa-apa. Cukup kau tidur di sebelahku-"
Tidak mengindahkan suara Ethan , aku mengeluarkan plaster dari kotak p3k dan menutup mulut Ethan rapat-rapat. Sebelum imanku goyah.
Aku tersenyum pada wajah Ethan yang mengkerut, "lebih bagus!"
"Hhppmmmhhpppppmhhhssshhhh-"
Aku tertawa mendengarnya, "Maaf, tapi aku tidak bisa mendengarkanmu."
Aku melihat Ethan memutar bola matanya, kesal. Cukup memuaskan.
Aku mengambil sebuah salap lebam di dalam kotak. Kukeluarkan isinya ke jariku, kemudian kuolehkan ke bahu Ethan yang memerah. Astaga. Aku tidak percaya benar-benar melakukan ini kepada seseorang.
"Smith-"
Aku mendongak. Plaster yang tadi kulengketkan di bibir Ethan terlepas sebagian.
"Kau harus melengketkannya lagi, atau aku tidak akan diam."
Aku berdecak, "Lakukan sendiri, Ethan ! Tanganku cuma dua."
"Kenapa tidak kau saja? Kau bisa gunakan mulutmu."
"Hah?"
"Perhatikan."
Tau-tau Ethan menempelkan bibirnya pada bibirku. Aku sangat terkejut sampai-sampai yang bisa kulakukan adalah berkedip. Lalu dia mulai menggesek-gesekkan plasternya ke bibirku. Tubuhku bergetar setiap kali hidung kami bersentuhan.
Ketika kiranya sudah cukup lengket, Ethan menjauhkan wajahnya, kini plasternya kembali terpasang rapi. Tanpa rasa bersalah, lelaki itu mengedipkan satu matanya padaku.
"ETHAN !!!!"