"Cil, lo ngapain sih? Gue gak konsen nih, berhenti dulu napa ssshhhh,... ahhh..."
"Hapa hih hak?" katanya tak jelas. "Fuah, lagi asyik juga. Nanggung ini, belum keluar kan" katanya saat kulumannya terlepas dan beralih mengocok penisku.
"Tapi gue jadi gak konsen... ahh... Tadi sshh... udah dibilangiinnn.. jangan ganggu kan shhh.."
"Kakak tadi bilang biar gak berisik kok, bukan gak ganggu. Lagian kakak tadi kayak lagi sedih gitu, kayak mau nangis. Kenapa sih?"
"Kebawa suasana gara-gara nulis update sebelumnya. Udah sana, ini mau ngetik update lagi"
"Iya deh iya"
Vanka pun akhirnya menghentikan kocokannya pada p***s ku, dan bangkit berdiri.
Kemudian aku mulai menulis lagi.
"Eh, itu gak dirapihin dulu kak?" kata Vanka menunjuk sang burung yang belum kembali ke sangkarnya.
"Ahh, biarin. Nanti ajalah. Nanggung, ide udah masuk, sayang kalo di biarin cuma numpang lewat"
"Yaudah, terserah kakak. Oh iya, kak. Kakak ini ternyata temennya kak Shania waktu SMP ya, berarti senior aku dong" katanya polos.
"Bukannya harusnya lo udah tau ya" balasku.
"Aku cuma tau nya, kakak temennya kak Shania. Udah gitu doang" jawabnya."Lho, kakak kok pernah sekolah disana? Bukannya kakak itu,.."
"Iya!" potongku. "Gue dulu emang pernah sekolah disana, tapi gue pindah sekolah waktu pertengahan kelas 3. Alasannya karna gue juga pindah,.. Eh! kenapa gue harus ceritain ini ke lo ya?"
"Gapapa, kak. Lanjutin aja ceritanya, aku pengen tau banyak tentang kakak"
"Gak semua lo perlu tau ya. Emang lo siapa gue?"
"Kok jawabnya gitu? Aku ngambek nih"
"Kalo mau ngambek, jangan disini. Pulang aja sana"
"Y-ya udah, a-aku ngambek beneran! Lagian aku males sama cowok pembohong! Katanya gak pernah gituan sama member lain, ternyata pernah. Sama kak Shania lagi. Nafsu kok sama temen sendiri" kata Vanka setengah emosi.
Vanka kemudian keluar kamar.
Aku tidak menanggapinya dan melanjutkan menulis.
Aku sedikit menghela nafas. "Huft~ Mungkin lebih baik begini" ucapku pelan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Kata-katamu mengena banget lho dihatiku" kata Manda "Terkadang, kita harus relain sesuatu untuk pergi dari hidup kita. Dengan begitu, kita mungkin akan mendapat penggantinya yang jauh lebih berharga"
Tunggu, kalo cuma kata-kata itu,.. kenapa aku harus repot-repot flashback sampai bagian ena2 nya?, pikirku. (Otakku saja yang ngeres )
Kalimat terakhir di surat yang lo tinggalin. (Di bagian tambahan ke dua nya lebih tepatnya). Kalimat itu juga ngena banget, Man. Kayak tertanam gitu dipikiran gue, kataku dalam hati. (Tuh kan, ngeres )
"Bener-bener kata yang bijak. Dan setelah aku pikir, aku udah relain virgin aku buat kamu lho, jadi.. kamu lah sesuatu yang berharga itu bagi aku. Tapi kamu malah ninggalin aku" katanya yang membuat ku seakan yang paling berdosa disini. "Apalagi semenjak kita pisah, aku ngerasa kayak seorang pecundang, kayak orang-orang waktu ngelihat aku kayak kasihan gitu" tambahnya.
Aku hanya diam. Aku bingung ingin menjawab apa.
"Eh, udah dulu ya kayaknya sekarang waktunya trainee yang latihan. Dahh,...." katanya lalu berjalan melewatiku yang masih diam mematung mendengar keadaannya pasca putus dariku.
Namun tiba-tiba,
"Hey," ada seseorang yang menepuk pundakku.
Aku pun lalu berbalik. Dan ternyata orang itu adalah Stefi. Stephanie Pricilla Indarto Putri.
"Bengong aja, mikirin apa? Ada masalah sama Thacil?" tanyanya.
"Ah, enggak kok" jawabku singkat.
"Oh iya, ada apa? Kata Manda tadi kamu nyariin aku" kata Stefi yang membuatku bingung.
Belum sempat aku menjawabnya, Hp-ku bergetar, ada pesan masuk dari Manda
"Aku tau kamu dari tadi ngeliatin kak Shania sama Stefi waktu mereka latihan, kayaknya kamu lagi pengen ya. Tapi maaf aku gak bisa, dan aku tau kamu gak mungkin gituan sama kak Shania yang temen kamu sendiri. Jadi, coba tuh. Taklukin Stefi" isi pesan dari Manda.
Cewek gila!!, batinku.
Tadi aku memang melihat Shania karena pengen sih. Tapi kalo Stefi, itu karena gerakannya yang paling enerjik dari yang lain. Dan ada alasan lain, gadis misterius ini selalu membuatku penasaran. Aku sendiri tidak tahu kenapa, dia seperti memancarkan aura yang membuatku betah berlama-lama memandanginya, apalagi jika berada di dekatnya.
"Hey, Adrian! Malah bengong, ada apa?" tanya Stefi lagi.
"Ah, gak. Gak ada apa-apa kok. Dibohongin Manda kamu" jawabku.
Ini. Ini yang salah satu alasannya kenapa gadis ini misterius menurutku. Entah kenapa, saat berbicara dengannya, aku memilih menggunakan 'Aku-Kamu'. Hanya beberapa member saja yang kupanggil menggunakan 'Aku-Kamu' bahkan dengan Shania saja, aku menggunakan 'Lo-Gue'.
Memang sih, aku dan Stefi cukup dekat. Ya karena dia adalah salah satu sahabat Manda di JKT, dia juga tahu kalau aku pernah berpacaran dengan Manda. Tapi itu tidak bisa dijadikan alasan, aku menggunakan 'Aku-Kamu' kan.
Tunggu, kenapa aku bisa melupakan hal ini. Stefi adalah sahabat Manda, apakah Stefi pernah bercerita tentang kedekatan ku dengan Vanka pada Manda. Secara hampir semua member team J mengetahui kedekatan ku dengan Vanka. Tapi sepertinya Manda belum tahu, dan sebaiknya dia tidak tahu.
"Eh, Adrian. Anterin aku pulang dong,... ya ya, mau ya" kata Stefi membuyarkan lamunanku.
"Waduh, gak bisa kayaknya" jawabku.
"Kenapa? Ada kuliah?" tanyanya.
"Gak sih, hari ini lagi gak ada kuliah. Tapi aku kan tadi bareng Shania kesininya, pulangnya dia juga minta anter" jelasku.
"Yah,.." ada nada kecewa darinya.
"Emang udah selesai latihannya?" tanyaku.
"Udah, makanya tadi aku minta anter"
"Yaudah, aku ke depan dulu ya. Takutnya Shania nyariin" kataku lalu bergegas masuk ke dalam rumah.
Didalam, aku mendapati Shania sedang berbincang dengan Kinal. Sedetik kemudian dia menoleh ke arahku dan berkata, "Adrian aku pulangnya bareng kak Kinal ya. Gak jadi bareng ya".
"Oh, yaudah. Aman bensin gue" kataku menutupi rasa kecewa karena tidak bisa ena2 dengan Shania lagi.
Namun tiba-tiba, "Kalo gitu bisa kan anterin aku" kata Stefi yang sudah berada di sampingku.
Aku bisa melihat dari sudut mataku, Shania menatap curiga padaku dan Stefi.
Tapi, bodo amatlah.
.
.
.
.
.
.
.
"Aku mampir ATM dulu ya" kataku pada Stefi yang tengah ku bonceng.
"Ngapain?" tanyanya.
"Bensin mau habis kayaknya, aku mau-"
"Mampirnya ke pom bensin dong, ngapain ke ATM"
"Yang bayar siapa? Ngambil uang di ATM dulu dong, Stef. Kamu mau bayarin emang" jelasku.
"Ih, aneh-aneh aja. Kalo aku ada uang, gak minta anterin dong. Yaudah, aku ngikut aja. Kan, cuma nebeng. Hehehe" jawabnya yang diakhiri dengan suara tawa yang indah.
.
.
.
.
.
.
.
Saat sedang mengantri giliran mengisi bensin Stefi berkata, "Eh, nonton dulu yuk. Kamu abis ngambil uang di ATM kan. Ada film bagus lho, Deadpool 2. Kata Manda, kamu suka film-film kayak gitu. Ya ya, jangan pelit-pelit lah"
"Hmm,.." aku sedikit berfikir.
Saat aku sedang berfikir itu, Stefi menatapku dengan tatapan memelas ditambah senyumannya yang manis.
Ya elah, ngeliatinnya biasa aja dong, batinku. "Yaudah deh iya" jawabku akhirnya.
Kenapa aku mengiyakannya? Aku punya alasan untuk menolaknya, kemarin aku sudah menonton film itu, ditraktir Shania. Entahlah, aku hanya memiliki firasat yang bagus saja jika berlama-lama dengan Stefi.
Ah, mungkin nanti aku bisa menanyakan apakah dia pernah bercerita pada Manda tentang aku dan Vanka. Ya, pasti hanya karena aku ingin menanyakan hal itu.
"Habis ini, kamu pesen tiketnya dulu. Jangan pesen disini, gak boleh main handphone di pom bensin" tambahku.
"Udah daritadi, waktu kamu ngambil uang di ATM" katanya sambil tersenyum.
Lah, udah pesen tiket aja nih anak. Yakin banget apa kalo bakal di'iya'in.
.
.
.
.
.
.
.
"Udah aku aja yang ke loket. Kamu tunggu aja sana, kan kamu yang traktir. Mana uangnya" kata Stefi begitu kami sudah sampai di bioskop.
"Perlu beli beli popcorn juga gak?" tanyaku.
"Gak usah. Nanti mubazir" jawabnya.
Setelah menyerahkan uang, aku mencari tempat duduk untuk menunggu Stefi. Tak lama, Stefi menghampiri ku dan menyerahkan uang kembalian berserta 1 tiket untukku yang langsung ku terima dan kumasukkan ke dalam saku celanaku.
"Nanti masuknya 1-1 aja ya, aku takutnya ada fans yang lihat kita" kata Stefi
"Iya" balasku singkat.
Stefi kemudian duduk agak jauh dariku agar tidak ada VVOTA yang curiga.
"Ini kita nonton yang jam berapa?" tanyaku pada Stefi melalui chat.
"Jam 1. Udah tenang aja, nanti kalau aku udah masuk, 5 menitan baru kamu nyusul" balasnya.
"OK" balasku singkat.
Aku bingung, siang ini cukup sepi. Tapi kenapa Stefi takut ketahuan VVOTA? Entahlah.
Aku memperhatikan Stefi yang sedang duduk sambil memainkan Hp-nya, dan kalau diperhatikan lama-lama, gadis ini cantik juga. Sesekali dia menoleh kearah ku, memergoki diriku yang sedang memandanginya kemudian dia tersenyum. Membuatku sedikit salah tingkah. Senyumannya itu lho, duuhh,... manisnya.
Beberapa menit kemudian aku melihat Stefi masuk ke bioskop. Sesuai instruksinya, aku menyusulnya 5 menit kemudian.
Aku kembali dibuat bingung saat petugas bioskop melihat tiket bioskop ku, dia kemudian menatapku dengan curiga(?).
"Studio 3", aku langsung menuju ke studio 3 setelah melihat tiketku. Di dalam studio aku mencari Stefi dan ternyata dia ada di pojok, di kursi B-1. Aku langsung melihat tiket ku dan ternyata, B-2. Jadi ini alasan dia menyuruh masuk 1-1? Tapi kenapa harus kursi B-1 dan B-2?
"Ini kenapa milih di pojokkan?" tanyaku begitu duduk di sampingnya.
"Eh, ini gak dipojok. Kan bukan A-1, A-2"
"Tapi tetep aja dipinggir"
"Daripada di depan, harus dongak keatas, bikin sakit leher. Udah, nikmatin aja" jawab Stefi.
Nikmatin?, pikirku bingung.
Baru sekitar 15 menit berlalu, aku mulai agak malas menonton film ini, wajar lah, baru kemarin aku melihat film ini. Aku melihat ke samping dan ternyata Stefi sedang memandangiku sambil tersenyum.
"Kenapa?" tanyaku berbisik.
"Sebenernya aku gak begitu suka film genre ini, aku mau test kamu aja. Kamu lebih milih nikmatin film atau nikmatin aku" bisik Stefi.
"Maksudnya?" tanyaku lagi.
"Tanpa dikasih tau Manda pun, aku udah tau kalo kamu tadi ngelihatin aku pas latihan" jelas Stefi. "Kamu lagi pengen, kan. Ya udah yuk kita gituan. Disini, sekarang! Gimana?" tawar Stefi yang membuatku menelan ludah membayangkan adegan ena2 di bioskop. Apalagi dengan Stefi yang notabene adalah dancer yang handal, tentu dia pasti pandai 'bergoyang'.
"Y-yakin, Stef?" bisikku setelah mengingat keadaan bioskop yang cukup sepi karena masih jam kantor.
"Terserah kamu, kamu lebih milih film atau aku? Aku tunggu, tapi jangan lama-lama mikirnya. Lagian, tuh lihat!" kata Stefi dengan senyumannya yang menggoda sambil menyuruhku melihat keadaan sekitar bioskop.
Dan ternyata, tak jauh dari tempat kami duduk, terlihat beberapa pasangan yang telah mulai melakukan hal m***m. Seperti cewek yang berjarak beberapa kursi dari ku yang sudah mulai menaik turunkan kepalanya, mengoral p***s pasangannya. Bapak tua di depannya, sudah mulai menciumi p******a wanita muda dengan ganas, sudah bisa dipastikan itu adalah bos besar dan sekretarisnya. Dan tak jauh didekat si 'bos besar' tadi ada sepasang anak SMA yang juga sudah mulai berciuman hebat, bergulat dalam nafsu tanpa menghiraukan keadaan sekelilingnya. Walau di bioskop itu ada petugas yang menjaga, namun sepertinya ia tak mempedulikan dengan apa yang dilakukan para penonton. Gila!!!
"Jujur,..." kataku sambil memandang Stefi. "Aku udah liat film ini kemaren, jadi sekarang,.. aku lebih milih kamu aja" aku langsung mencium bibir Stefi.
Stefi langsung membalas ciumanku. Tak lama kemudian kami berdua berciuman saling berpagutan di dalam bioskop. Lidah kami saling beradu di dalam mulut yang saling melekat itu. Tak jelas siapa mendominasi siapa. Karena kami sama-sama aktif.
Lalu aku mulai menggerayangi tubuh Stefi. Ku raba d**a Stefi. Kurasakan payudaranya yang lumayan berisi juga. Begitu padat sehingga membuat nafsuku langsung naik. Kemudian kuciumi leher Stefi. Kukecup lehernya yang mulus itu. Dan kubukanya kancing blouse Stefi satu persatu. Samar-samar nampak kulit tubuhnya yang mulus. Hmmm, sungguh indah. Samar-samar kelihatan gundukan d**a bagian atas yang tak tertutup oleh bra birunya. Lalu kubuka bra itu. Ku ulurkan tanganku ke punggung Stefi. Namun ternyata kaitannya tak disitu. Sehingga tanganku berpindah ke depan. Dengan sekali tarik, kulepasnya kaitan di bagian depan branya itu. Kemudian kubuka bra itu. Dan, aku sungguh terpana menyaksikan payudaranya yang indah. Meski samar-samar, namun sungguh menggairahkan!
Segera ku rengkuh d**a itu, kuraba, dan kuusap kedua putingnya yang menonjol dengan ibu jariku.
"Eeh" keluh Stefi saat kedua putingnya kuusap, sepertinya itu adalah titik sensitifnya. Kemudian kuremas dengan lembut p******a yang padat berisi dan kenyal itu. Aku makin merapatkan diri ke Stefi. Kini kepalaku turun ke p******a Stefi. Mulutku segera mencium p******a Stefi. Lalu menjilati. Dan menyedot-nyedot kedua putingnya kiri kanan bergantian.
"Eeeh!" Stefi secara perlahan mulai terbawa dengan aksiku. Apalagi aku cukup jago dalam merangsang p******a. Termasuk saat menjilati dan menghisap putingnya. Ditambah lagi, tubuhnya yang sejak tadi agak kedinginan karena AC bioskop, kini menjadi 'hangat' oleh kecupan-kecupanku terutama di payudaranya.
Stefi juga ikutan beraksi. Tangannya mulai menggerayangi tubuhku. Memegang dadaku yang bidang. Lalu tangannya turun ke bawah. Ke perut. Dan turun lebih bawah lagi. Tangannya berada di selangkanganku. Ia memegang-megang bagian pangkal pahaku. Sampai akhirnya disentuhnya penisku yang sudah mengeras di dalam celana. Dilepaskannya sabuk celanaku. Dibukanya retsleting celana panjangku. Dan... tangan yang mungil itu menyusup masuk ke celana dalamku. Memegang penisku yang telah mengeras sejak tadi-tadi. Tak hanya sekedar memegang saja, tapi tangan mungil itu mengocok-ngocok penisku dan jari-jarinya mengusap-usap kepala dan leher penisku.
"Oooh!"
Hampir terbang aku rasanya karena nikmatnya tak terbayangkan saat penisku dikocok-kocok dan diusap-usap oleh Stefi, yang rupanya cukup ahli dalam hal kocok-mengocok. Oleh karena hal itu, tentu aku tak mau kalah dengannya. Tindakan Stefi kubalas dengan setimpal. Kubuka roknya. Samar-samar terlihat pahanya yang sungguh putih itu. Kuraba paha mulus itu terutama pangkalnya. Lalu tanganku bermain di atas cd-nya. Jari-jemariku menggelitik daerah sekitar vaginanya.
"Eeh, eehhhh". Stefi mulai mendesah-desah.
Apalagi saat jariku kini bermain di liang vaginanya. Bahkan jariku menekan ke dalam liang itu, sampai akhirnya masuk sedikit.
"EEHhhhhh!" Stefi secara spontan mendesah.
Lalu tanganku pun menyusup masuk ke dalam celana dalam nya.
Ouw! Kurasakan tanganku mengenai bulu-bulu di daerah tersembunyi itu. Cukup lebat juga bulu-bulunya! Lalu tanganku turun ke bawah sedikit. Kini tanganku mencapai daerah terlarang dari Stefi. Stefi nampak sangat menikmatinya! Segera tanganku bermain di daerah vaginanya. Stefi makin mendesah-desah. Apalagi saat tanganku menemukan dan merangsang klitorisnya. Kulihat Stefi merintih-rintih dan mendesah-desah serta tubuhnya menggelinjang-gelinjang. Hanya suara desahannya saja yang ditahannya. Sehingga terdengar desahan-desahannya yang pelan namum menggairahkan. Apalagi setelah mulutku kini kembali mengenyot-ngenyot d**a Stefi. Kurasakan v****a Stefi mulai banjir.
Kemudian aku berjongkok di depan Stefi, membuka kedua kakinya lebar-lebar. Dan... mulutku menjilati vaginanya.
"Eeeeehhhh!" Stefi jadi makin tak tahan lagi untuk tidak menggeliat-geliatkan tubuhnya. Apalagi teknik jilatanku membuatnya semakin jadi basah kuyup. Oleh karena di dalam studio bioskop yang ruang geraknya terbatas, kami tak mau berlama-lama. Begitu tahu Stefi telah siap, segera kulepaskan cd-nya. Supaya lingkup gerak kami lebih bebas. Kemudian aku menurunkan celanaku berikut cd-ku. Dan, dengan menunggingkan tubuh Stefi,..
"EHH!"
Bleesss! Kumasukkan penisku ke dalam vaginanya dalam posisi doggy style. Kusodok-sodok v****a itu yang kurasakan amat sangat sempit. Kedua tanganku memegang p******a Stefi yang menggantung indah. Kutepuk-tepuk dan kuremas-remas. Akhirnya Stefi berhasil kusetubuhinya juga. Gadis yang 'kupelototi' saat dia latihan tadi. Gadis yang 'mengetestku' dan mengajakku berbuat gila di bioskop. Gadis misterius yang selama ini membuatku penasaran. Apakah dengan begini rasa penasaranku akan terjawab? Entahlah
Yang pasti, sekarang aku sudah harus berkonsentrasi dengan yang ada di depanku saat ini, karna aku berada di dalam tubuhnya. Penisku sudah berada dalam v****a Stefi, dan aku sedang menikmatinya!
Stefi sepertinya juga menikmati genjotan penisku di dalam tubuhnya. Dia mengekspresikannya dengan lirih mendesah-desah saat penisku menyodok-nyodok di dalam dirinya. Apalagi ditambah ketegangan bahwa kegiatan ini berlangsung di tempat umum, di dalam bioskop! Sementara aku masih sangat bersemangat mengocok-ngocok vaginanya. Setelah itu kami berganti posisi. Kini aku duduk dibangku bioskop itu. Sementara Stefi duduk di pangkuan. Tapi sebelum itu, rupanya Stefi ingin menelanjangi bagian bawah tubuhku, sama seperti aku yang sebelumnya melepas cd-nya. Dilepasnya celana panjang dan cd-ku hingga kini bagian bawahku telanjang. Sementara, aku menyingkap roknya, sehingga kini p****t dan bulu k*********a terbuka bebas. Seandainya studio ini tidak gelap dan ada orang yang menoleh ke belakang, tentu orang itu bisa melihat kedua paha dan bulu k*********a dengan jelas! Kini Stefi duduk dengan manis di pangkuanku. Namun tentu bukan sekedar pangkuan biasa. Tapi penisku masuk menembus ke dalam vaginanya. Setelah itu, giliran Stefi yang menggoyang tubuhnya sendiri naik turun. Sementara kedua tanganku memainkan payudaranya.
"Eeeh..ehhhhh.....ehhhhhh......ehhhhhhh"
Ia terus mendesah-desah. Dan ia terus menggoyang tubuhnya naik turun. Beberapa saat lamanya. Sampai akhirnya,
“Eeeeeehhhhhhhhhhhhh...eeeeehhhhhhhhhhhhhhhhhh...eeeeeeeeehhhhhhhhhhhhh”
ia melenguh-lenguh panjang, saat ia mengalami o*****e. o*****e di dalam bioskop karena kusetubuhi.
Setelah Stefi o*****e, ia melepaskan tubuhnya dari penisku yang masih mengeras. Kemudian aku menyuruh Stefi untuk mengulum penisku.
"Sekarang isepin ya, Stef!" pintaku.
Dia hanya mengangguk patuh.
Segera Stefi dengan rakus mengemut buah zakarku. Lidahnya menjilat-jilat buah zakarku. Lalu mulutnya mengulum dan menghisap-hisap batang penisku.
"Shleeb..shleeeb…shleeeb…"
Seperti menjilat ice cream saja Stefi saat itu. Lalu ujung lidahnya digunakan untuk menjilat batang penisku dari pangkal dekat buah zakar, terus naik ke atas sampai ke ujung kepala penisku. Lidahnya menjilati leher penisku, dan mengitarinya, sampai tiga kali. Lalu seluruh bagian kepala penisku disapunya dengan ujung lidahnya.
Setelah itu, balik lagi disepong-sepongnya batang penisku. Sepertinya dia sangat ahli dalam hal ini.
"Shleeb..shleeeb...shleeeb..."
Kemudian secara tiba-tiba aku menekan kepala Stefi dan,
Crooot, croott, crooottt.
Spermaku keluar di dalam mulutnya.
Stefi segera berontak dan melepaskan kulumannya, tapi semprotan ku belum habis sehingga,
Crooot, croott,
Spermaku membasahi mukanya kini jadi belepotan penuh spermaku!
Aku memang sengaja ingin memuntahkan sebagian spermaku ke wajahnya yang cantik. Sekarang didepan selangkanganku, terlihat wajah Stefi yang belepotan spermaku!
Ada perasaan bangga tersendiri bagiku jika bisa menyemprotkan s****a ku di wajah para gadis yang ku setubuhi, apalagi jika gadis itu adalah member JKT. Melihat wajah mereka yang begitu pasrah dan kelelahan karena keperkasaanku dan dihiasi lelehan s****a di wajah mereka, membuatku merasa benar-benar menaklukkan mereka. Vanka, Shania, dan sekarang Stefi. Manda? Tidak usah ditanya.
.
.
.
.
.
.
.
"Lho, kok lurus? Rumah aku kan belok"
"Oh iya sorry, Stef. Aku lupa kalo lagi boncengin aku, ingetnya lagi perjalanan pulang ke rumah" jawabku.
"Bisa aja alesannya. Bilang aja kalo mau nambah di rumah kamu"
"Eh, gak kok. Itu nanti di depan puter balik ya"
Sialan, kenapa aku sampai lupa begini. Apa karena aku terlalu senang dengan kejadian hari ini(?)
.
.
.
.
.
Kami sampai di rumahnya pada malam hari, setelah 'menikmati film' di bioskop, kami makan siang dulu dan Stefi minta ditemani jalan-jalan. Entah kenapa pada saat itu Stefi seperti tidak 'takut' lagi jika misalnya ketahuan VVOTA, dia menggandeng tanganku saat kami jalan-jalan sudah seperti ABG baru jadian. Dan anehnya aku tidak menolaknya.
"Makasih ya" kataku begitu Stefi turun dari motor ku.
"Kok kamu yang bilang makasih?" tanyanya heran.
"Kan kamu udah ngasih pengalaman baru buat aku, gituan di bioskop! Apalagi goyangan kamu,.. beuh, mantep banget. Emang dancer sejati" kataku sambil mengacungkan jempol.
"Aku gak nyangka kamu bener-bener ngelakuin itu sama aku di bioskop" kata Stefi dengan wajah memerah. "P-padahal kan, m-maksud aku cuma petting" katanya.
"Lho? Aku yang salah dong" kataku dengan wajah bodoh yang dibuat-buat untuk menutupi rasa kagetku "Tapi kamu yang mancing duluan kan. Ya udah lah, pokoknya thanks ya" kataku lembut sambil mengecup bibir Stefi.
Stefi tersenyum manissss... sekali saat ciuman kami terlepas "Sayang, lo udah punya pacar. Kalo gak,..." kataku menggantung.
"Kalo gak kenapa?" tanyanya.
"Ah, gak. Lupain aja" kataku.
Stefi diam saja seperti memikirkan sesuatu. Aku pun lalu pamit pulang. Tapi Stefi menahanku lalu kembali mengecup ringan bibirku sekali lagi.
"Hati-hati ya" katanya padaku setelah mengecupku.
Aku pun lalu pulang dengan perasaan lega.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Besoknya. Selesai kuliah, aku yang sedang menuju parkiran berhenti sejenak karena Hp-ku tiba-tiba berbunyi. Shania menelpon.
Ada perlu apa lagi nih Anak?, pikirku. "Halo, apa'an Shan?" sapa ku.
Suara Shania yang memekakkan telinga langsung terdengar "Hei, b*****t!! Lo apain si Stefi kemaren hah?" teriaknya.
"Hah, apa'an? Gak gue apa-apain kok" jawabku sok polos.
"Dia tadi cerita kalo udah putus sama cowoknya"
"Hah?" jawabku kaget. Sial, sepertinya kemarin aku salah bicara.
Nambah masalah lagi deh.