"Kalo kamu pengen liat aku ceria, f**k Me Right Now!"
Setelah berkata seperti itu, Manda langsung berjongkok di depanku.
"Eh, bentar deh Man. Kamu kok bisa masuk rumah aku?" tanyaku yang masih penasaran.
"Emang siapa yang gak nutup pager sama gak ngunci pintu depan? Bahkan, nih kunci motor kamu masih nyangkut di motor" katanya sambil menunjukkan kunci motor ku.
Oh iya, saking galaunya, aku sampai kelupaan. Kacau.
"Iiiihhh....udah keras aja!" kata Manda yang memijat penisku yang secara perlahan mulai mengeras.
Ya, memang aku sudah sedikit bernafsu sejak kedatangan Manda tadi. Masalahnya pakaian yang dia kenakan sedikit terbuka, dengan kemeja ketat yang dua kancing atasnya tidak dikancingkan dan rok mini nya itu seolah dia memang sengaja memancing nafsuku.
Manda langsung membuka dan melepas celana boxer-ku lalu tanpa basa-basi dicaploknya batang kemaluanku. Setelah mengusap-usap batang penisku yang di dalam mulutnya dengan lidahnya, dia mulai mengocok-ngocokku dengan memaju-mundurkan kepalanya. Kadang-kadang lidahnya menyusuri bagian bawah batang kemaluanku dan mengemut buah zakarku.
"Aahh.. yaahh.. teruss.. terus...gituin Man!" aku mendesah-desah, tidak kuat menahan birahi dan aktivitas itu berlangsung agak lama.
Manda yang sepertinya sudah tidak sabar lagi segera mendorong tubuhku ke tempat tidurku dan mendudukiku yang tengah berbaring di tempat tidurku, lalu dia menunduk untuk mencium diriku. Aku tidak mau kalah, ku raih pantatnya dan ku remas dengan gemas.
Tapi kemudian dia malah menggerakkan-gerakan pinggulnya sendiri menggesekan vaginanya pada penisku.
"Man, udah gak tahan, ya" kataku di tengah kecupan-kecupan liar kami.
"Yes! I miss you so bad. So, please,.. f**k me! Satisfy me" balas Manda dengan tatapan sayu memelas penuh nafsu. "Nnngghh.. Give me that, Beb! Please.." pinta Manda yang kembali memanggil ku dengan sebutan 'Beb' seperti biasanya.
Aku bangkit dan mendudukkannya ke meja belajarku lalu memagut kembali bibirnya, sambil berciuman kupeloroti rok mini beserta celana dalamnya yang juga berwarna hitam, lalu kurenggangkan posisi kakinya agar mengangkang lebar. Terlihatlah kini di hadapanku v****a seorang gadis cantik yang merekah merah segar, kontras dengan kulitnya yang putih. Bulu-bulu di sekitar vaginanya terpotong rapi, memang selama ini ia cukup telaten merawat organ kewanitaannya tersebut. Pemandangan itu tak pernah membuatku bosan untuk tidak menelan ludah. Aku duduk di kursi dan membenamkan wajahku ke s**********n Manda dan mulai menjilati liang kenikmatannya sambil kepalaku terus dipegang dan dijambakinya. Sementara itu tanganku menyusup ke bawah kemejanya yang masih belum terbuka, sampai di dadanya tanganku terus menyusup ke balik branya, akhirnya kupegang dan kuremas payudaranya yang indah dan berkulit halus, putingnya kupermainkan hingga terasa makin keras. Tak lama kemudian, kurasakan daerah v****a Manda bergetar dan makin lama getarannya makin hebat, hingga akhirnya saat aku sedang menggigit-gigit kecil klitorisnya, Manda pun mengerang panjang disertai tubuhnya mengejang.
"Ooghh iiyyaahh.. Terrusshh.. Beebbbb.. Aaahh.." desah Manda mengeluarkan cairan o*****e dari vaginanya
Wajahku langsung tersembur oleh cairan bening yang hangat dari liang surga Manda. Dengan lahapnya aku menyeruput lelehan lendir kenikmatan yang tak henti-hentinya meleleh dari dalam v****a Manda. Hal ini tentunya membuat Manda yang baru saja mencapai o*****e dilanda rasa geli yang amat sangat.
"Hhhaahh ssttoopp!! Sttoopp!! Aaahh.. Beb Ohh Sttoopp Sshh.." erang Manda sambil berusaha menjauhkan selangkangannya dari wajahku.
Tetapi aku justru tak mau memindahkan mulut dan jilatannya sedikit pun dari v****a yang sedang dibanjiri cairan nikmat itu. Aku tidak mau melewatkan setetes pun cairan gurih itu. Mulut dan wajahku pun belepotan oleh lendirnya. Baru setelah kurasakan vaginanya telah bersih, aku beranjak ke bibirnya. Dengan masih mengulum lendir dari vaginanya itu aku menyuapkannya ke bibir indah di hadapanku. Manda langsung mengerti apa yang akan kuperbuat terhadapnya. Ia pun langsung membuka mulutnya seraya berkata,
"Ludahin! Ludahin ke aku!" pintanya dengan tatapan sayu menggairahkan sambil meremas-remas lembut payudaranya sendiri.
Aku memegang pipinya seakan memaksa dia untuk membuka mulutnya lebih lebar lagi dan langsung meludahkan lendirnya ke dalam mulutnya yang langsung disambut dengan desahan b*******h.
"Mmmhh... ahhh... enakkhh!" bisik Manda setelah menelan lendir kenikmatannya sendiri.
Aku yang semakin terbakar gairah karena melihat adegan itu, kemudian langsung melucuti pakaian atasnya yang masih tersisa. Kemeja dan bra-nya pun berceceran di lantai kamarku hingga Manda pun telanjang di hadapanku. Pemandangan indah itu membuatku tak sabar lagi untuk memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Aku pun melepaskan kaos ku dan melemparkannya entah kemana lalu kutempelkan tubuhku ke tubuhnya yang terduduk di tepi meja sambil menggesekkan penisku yang sejak tadi telah menegang penuh di vaginanya.
"Aaaaahhh... kerasnya!" kata Manda sambil menggenggam penisku.
"Aaahh.. Mandddaa.." lenguhku saat jemari lentiknya menggenggam dan meremas lembut penisku.
Manda langsung mengocok p***s di genggaman tangan kanannya itu dengan penuh kelembutan. Sementara itu tangan kirinya mengusap-usap vaginanya sendiri yang mulai basah kembali. Rupanya ia benar-benar tak sabar ingin segera kusetubuhi. Dipindahkannya tangan kirinya yang sudah dibasahi lendir kenikmatannya ke penisku dan dibalurinya penisku itu dengan lendirnya.
"Eeemmmh... anget Man, enak!" bisikku sambil memejamkan mata.
"Hhhmm?? Anget? Aku punya yang panas lho!" tantang Manda sambil menempelkan penisku ke bibir vaginanya. "Cepet, Beb! Masukin! Aku nggak sabar! Please.. Kontolin aku!" katanya dekat telingaku
"Ooowwhh.. Mmmhh.." desahnya ketika kudorong penisku membelah bibir vaginanya.
Manda mendongak sambil memejamkan matanya menikmati penetrasi yang kulakukan. Tanpa buang waktu lagi aku mulai menggoyangkan pinggulku menghujam-hujam vaginanya dengan mantap. Penisku terasa seperti ditarik dan diremas bersamaan karena seretnya vaginanya itu. p******a Manda yang berukuran sedang itu berguncang-guncang di hadapanku seolah mengundangku melumatnya. Aku pun menyambar putingnya dengan gigiku dan menggigitnya tanpa berhenti menggenjotnya. Beberapa barang seperti buku dan alat tulis di atas meja belajarku berjatuhan ke bawah karena tersenggol tangan Manda yang saat ini seperti cacing kepanasan.
"Sshh... enak Beb, enak bangethhh!!" ujar Manda mendesis.
Bagaikan kuda liar, Manda juga aktif menggoyangkan pinggulnya sampai meja belajarku ikut bergoyang dan berderit. Keringat menetes deras di kening dan dadanya. Wajahnya yang cantik terlihat semakin cantik meluapkan gairah di dalam dirinya.
"Ooohh.. Iyaahh... Manda.... Ssshh!" aku pun semakin meracau tak karuan.
Manda memelukku dengan erat, kuku-kuku di jarinya kadang menggores punggungku dan kakinya melingkar di pinggangku menggapitnya, sehingga penisku terasa semakin rapat di vaginanya. Tak henti-hentinya mulutnya mengeluarkan desahan nikmat. Sembari menggenjot penisku dalam vaginanya, tangan kananku meremasi payudaranya. Aroma parfumnya yang masih tercium pada tubuhnya menambah sensasi erotis persetubuhan kami. Beberapa lama kemudian kami mencapai puncak berbarengan, aku ejakulasi dalam v****a Manda, spermaku muncrat mengisi liang vaginanya. Sementara Manda memekik keras sambil mencengkeram pundakku, wajahnya terlihat sangat menikmati o*****e yang baru saja dialaminya.
"Gimana? Udah puas?" tanyaku.
"Belum. Malam masih panjang, kan" jawabnya yang membuatku geleng-geleng kepala.
.
.
.
.
.
.
.
Plok! Plok!! Plok! Plok!!
Tes.. tes...
"Ahh... ah..."
Plok! Plok!! Plok! Plok!!
Tes.. tes...
"Ahh... ah..."
Suara benturan antara selangkanganku dan p****t Manda yang sedang menungging di depanku menggema di seluruh kamar mandi, saling bersahutan dengan air yang menetes dan lenguhan kenikmatan yang keluar dari mulutnya.
"Fuck.. ahh... f**k!!! Terus, Beb! Terus!" kata Manda yang sedang kusetubuhi sambil kujambak pelan rambutnya yang setengah basah.
Aku melepas jambakanku pada rambutnya dan berpindah memegangi pinggulnya guna memfokuskan genjotan ku padanya. Sesekali aku menampar pantatnya yang menggemaskan hingga pantatnya berwarna merah.
Plak! Plak!
Manda menoleh kebelakang melihatku.
"Iya, Beb. Terus, Beb! Kasarin aku!" lenguhnya dengan suara serak penuh nafsu.
Ya, Manda memang suka untuk dikasari seperti ini.
Akupun mempercepat genjotanku, hingga tak berselang lama kurasakan v****a Manda semakin menyempit dan,..
"Aaarrgggghhhh!! I'm cumming" teriak Manda saat mencapai puncak kenikmatan.
Aku menahan tubuh Manda yang hampir terjatuh kedepan dan terus menggenjotnya seakan tidak memperdulikan keadaannya yang lemas saat itu.
Kemudian, aku melepaskan penisku dari vaginanya dan membaliknya hingga dia kini menghadap ke arahku. Aku memepetkan tubuhnya kearah tembok dan mengangngkat satu kakinya lalu kembali kumasukkan penisku kedalam vaginanya. Manda hanya tersenyum dan mulai mengeluarkan berbagai macam ekspresi menggairahkan yang membuatku semakin tak tahan untuk segera mencapai puncak.
"Aku... hah... bentar lagi... mau... Kamu... hah... yang... goyang ya" kataku dengan nafas ngos-ngosan.
Aku melepaskan penisku dari vaginanya lalu pindah duduk di atas kloset. Begitu aku duduk, Manda langsung berjalan ke arahku dan duduk diatas pangkuanku kemudian tanpa ampun langsung menggoyangku dengan liar. hingga tak lama kemudian..
Crooot! Croooot! Crooot!
"Mmpphh,.. mmmph" lenguh Manda tertahan oleh bibirku. Tubuhnya berhenti bergoyang dan menegang.
Aku mencapai o*****e sambil mencium bibir Manda. Dan kurasakan juga penisku seperti disiram cairan hangat dari dalam vaginanya.
Setelah beberapa saat aku melepaskan ciuman kami dan duduk bersandar di atas kloset.
Hening.
Hanya ada suara nafas kami yang ngos-ngosan saling bersahutan dengan tetesan air di kamar mandi. Setelah nafas kami kembali normal, Manda memelukku dan menopangkan dagunya dipundakku.
"Adrian! Ini beneran kamu mau kita putus?" Manda memecah keheningan yang terasa indah ini.
Dia lalu memandangku dari depan.
"Jujur aja ya, Man. Aku sendiri cukup berat ngambil keputusan ini, tapi mau gimana lagi. Demi kebaikan kita berdua juga" kataku sambil mengelus kepalanya.
"Aku ngerti, dan jujur aku juga sempat mikir kayak gitu. Tapi rasanya kok kayak ada yang nyesek ya" kata Manda dengan wajah murung.
Setelah mendengar perkataan Manda, aku menarik wajahnya ke arahku sehingga bibir kami berpagutan, aku menciumnya dengan lembut, penuh perasaan seakan-akan memberikan seluruh diriku padanya melalui ciuman tersebut. Kami lalu berpelukan erat sekali sampai merasakan kehangatan tubuh masing-masing ditengah dinginnya hawa kamar mandi.
"Udah dulu, ah" kata Manda sambil mendorong dadaku. "Aku haus nih, ah...eh...oh...terus dari tadi. Minum dulu ya, baru nanti lanjut lagi" kata Manda sambil tersenyum nakal.
"Aku ambilin aja, Man! Kamu tunggu aja di kasur sana" kataku lalu keluar kamar untuk mengambil minum.
.
.
.
.
.
Aku sedang melihat Manda yang sedang menjilati jarinya sendiri dari sisa cemilan yang aku ambil bersama minuman tadi. Cara dia menjilati jarinya itu, sungguh sensual.
Manda yang menyadari sedang kulihat lalu menoleh dan berkata,
"Kenapa? Mau dijilatin juga?" tanyanya sambil tersenyum menggoda.
"Ah, enggak! L-langsung aja" jawabku sambil membuang muka.
"Ya udah, ayuk!" ajak Manda sambil membaringkan diri diatas ranjangku dan membuka kedua pahanya sehingga tampak belahan merah yang sungguh menggoda.
Aku hanya bisa menelan ludah, dan segera kugesek bibir kewanitaannya sedikit dengan ibu jariku dan,
"Aah.." ia mendesah.
Aku lalu menyusupkan kepalaku diantara kedua paha mulusnya, kubuka bibir kewanitaannya dan kujilati perlahan klitorisnya. Manda memegangi kepalaku dan mendesah keenakan.
"Oh... Yah... Aahhhh!" desahnya.
Aku mulai menyedot dan menghisap vaginanya. Lidahku merasakan kedutan-kedutan dari wilayah sensitif itu, ia menjepit kepalaku lalu menuntun tanganku untuk mengerjai dadanya. Kuremas-remas perlahan payudaranya sambil menyedot-sedot klitorisnya perlahan, tangan Manda menjambak rambutku dan menekannya ke vaginanya.
Manda semakin keras meracau dan mendesah,
"More, Beb... more...deeper!!", ia menggelinjang keenakan dan menekan kepalaku ke vaginanya.
"After this, I'm not your 'Beb' again. Right?" kataku mengingatkannya.
"You always be my 'Beb', for yesterday, today, tomorrow and forever"
Tak ku jawab perkataannya dan kembali kujilati klitorisnya, kumainkan lidahku di sana bergerak melingkar-lingkar, naik-turun, dan sesekali kusedot lembut klitorisnya serta gigitan kecil yang membuatnya sesekali menggeliat-geliat. Karena rangsangan lidahku vaginanya sebentar saja sudah kebanjiran dan bibir vaginanya berkedut-kedut. Aroma khas kewanitaan tercium jelas olehku, sangat memabukkan dan merangsang. Lidahku masuk semakin dalam mengais-ngais vaginanya. Manda semakin merasakan arus listrik kenikmatan yang besar. Jilatanku kini lebih fokus pada titik sensitifnya, klitorisnya. Erangan Manda pun semakin menjadi-jadi yang membuatku semakin bernafsu menjilatnya. Kugigit lembut daging kecil itu, ia seperti meledak, dengan rasa nikmat yang ia peroleh. Kemudian kulanjutkan dengan jilatan-jilatan nakal di wilayah itu
"Oohhh, Beb... take me to heaveeenn..." erang Manda semakin menggila, sepertinya ia akan mendapatkan orgasmenya lagi.
Manda sepertinya sudah tidak bisa menahan lebih lama lagi. Tubuhnya semakin menggeliat, tangannya semakin menekan kepalaku dan kedua paha mulusnya semakin kepalaku.
"Aaaahhhhhh!!!" Manda berteriak, badannya bergetar hebat.
Vaginanya mengeluarkan cairan cinta yang langsung kuhisap. Setelah reda gelombang kenikmatan itu, ia melepaskan jepitannya dan tangannya, lalu terkulai lemas. Tampak peluh keluar dari keningnya, aku duduk di sampingnya yang masih mengangkangkan selangkangannya. Kuciumi ringan bibirnya dan kuremas-remas dadanya. Vaginanya nampak basah oleh cairan kewanitaannya bercampur dengan liurku. Aku berguling ke samping sehingga menindih tubuhnya. Manda memeluk kepalaku dan mendorongnya ke wajahnya sehingga kami berciuman lagi.
"Ayo, mulai lagi!" ajaknya yang segera kuiyakan.
Kedua tanganku membuka pahanya lebih lebar, penisku berhenti di depan gerbang surganya.
"Amanda..." bisikku di telinganya.
"Stop talking, Beb! Just f**k me! f**k Me! Puasin aku, bikin aku lebih puas dari sebelum-sebelumnya".
"As your wish!" kataku seraya menekan penisku hingga melesak ke vaginanya yang sudah lembab dan basah membuatnya merintih dan memperat pelukannya.
Secara perlahan kepala penisku mulai terbenam didalam k*********a, kutekan lagi agar semakin masuk.
"Awww....!!" rintihnya.
Kutarik pinggulku dan kudorong kembali. Gerakan itu kulakukan dengan lembut. Kedua tanganku memegang pinggulnya. Wajah Manda bersemu kemerahan menahan rangsangan membuatku semakin mempercepat gerakannya.
"Ahh... ahhh... ahh..." erangan Manda semakin lama semakin menjadi, "Masukin... terus... ssshh... faster... ssshh... aaahh..."
Kurasakan penisku menggesek g-spot Manda sehingga ia semakin menggelinjang. Cukup lama aku menggenjot Manda dengan posisi ini hingga akhirnya...
"Ohhhh…aku maauuu keluarrrr…aaahh...aahh!!"
Belum sempat ia melanjutkan desahannya, aku menggenjotnya semakin cepat. Tubuh Manda makin mengejang.
"AAAHHHH.... AHHHHH...Iyaahh...!!!" erangan Manda begitu keras seakan tidak peduli suaranya mungkin terdengar oleh orang lain.
Jepitan vaginanya semakin kuat dan berkedut. Aku terus menggenjot vaginanya, penisku merasakan siraman hangat dari dalam vaginanya. Aku baru menghentikan genjotanku ketika tubuhnya mulai melemas lagi untuk memberinya istirahat sejenak setelah ia mendapatkan o*****e yang kesekian kalinya. Tubuh kami sudah dibasahi keringat, walaupun AC kamar terasa sejuk. Sekitar 30 detik tubuh Manda bergetar lemah dan bagai tak sadarkan diri. Setelah istirahat sejenak, aku membalikan tubuh Manda. Kali ini kami melakukan dalam posisi doggy style. Kuperhatikan punggung Manda yang begitu mulus tanpa cacat, membuatku semakin bernafsu. Maka aku pun langsung memasukkan penisnku dan menggenjotnya dengan cepat.
"Uhhh yessssss.... yeesshhh, Beb....yes.."
Kupegangi kedua tangan Manda sehingga kini ia hanya bertumpu pada kedua lututnya. Seakan-akan aku sedang mengendarai Manda. Tusukanku semakin dalam dan vaginanya semakin erat mencengkram penisku, sungguh terasa nikmatnya. Setelah beberapa lama, aku melepaskan tangannya, lalu menampar bongkahan p****t Manda yang semok.
"Aww, yess.. ahh, yes... aww.. yess... ahhhh!!"
Manda mendesah merasakan perih dan nikmat dalam waktu yang bersamaan. Aku melepaskan tangannya, kali ini yang menjadi sasaranku adalah kedua payudaranya yang bebas menggantung, kedua p****g Manda habis kukerjai dengan pelintiran, cubitan, dan gesekan sehingga ia semakin menggila. Tangan kiriku berpindah tempat menggesek klitorisnya. Tubuhnya makin menggelinjang, kurasa ia akan segera mencapai puncak orgasmenya. Tubuhnya ambruk, tangannya tidak kuat menahan. Benar saja, vaginanya berkontraksi lebih cepat dan mengeluarkan semprotan di dalam menyiram penisku.
"Aaahhh!!" Manda menjerit lagi, tapi kali ini teriakannya tidak sekeras o*****e yang ia dapat sebelumnya.
Manda kembali diterpa gelombang o*****e, ia memejamkan matanya, punggungnya terlihat mengkilap karena keringatnya. Kutarik penisku hingga lepas dan kubalikan tubuhnya sehingga kembali ke posisi telentang, lalu aku berbaring di sebelahnya. Kulihat nafasnya naik turun seirama dengan naik turun buah dadanya yang dihiasi oleh butiran-butiran keringat yang belum hilang meskipun dihembus oleh hawa AC yang sejuk.
"Beb, aku puas banget!" kata Manda merebahkan kepalanya di dadaku sambil memainkan putingku, "Eh kamu belum keluar ya" tanyanya melihat penisku yang masih tegak.
"Gapapa Man, kamu keliatannya udah capek banget, aku gak mau egois" kataku membelai rambutnya.
“No no no. Jangan gitu dong, kesannya malah aku yang egois. Udah sekarang kamu tiduran, biar aku yang goyang. Kamu nikmatin aja" kata Manda.
Setelah berkata seperti itu, dengan sigap Manda langsung menaikiku dan memasukkan penisku dalam vaginanya.
Aku benar-benar menikmati detik demi detik proses masuknya penisku ke dalam v****a Manda yang dibuatnya selambat mungkin.
Setelah penisku menancap dengan sempurna, Manda langsung menaik-turunkan tubuhnya.
Aku sangat menyukai Manda yang versi ini tidak terlalu berisik dengan teriakan saat sedang bercinta. Kali ini dia mengekspresikan kenikmatan yang didapatkannya dengan ekspresi wajah cantiknya yang seketika berubah menjadi sangat sensual ditambah pemandangan kedua payudaranya yang bergerak naik turun seirama goyangannya.
Manda yang menyadari aku memandanginya daritadi lalu tersenyum dan mengubah gerakan naik turunnya dengan gerakan memutar yang membuat penisku seolah dipelintir dalam vaginanya. Aku yang tak mau kalah langsung bangkit duduk dan menyerang kedua payudaranya yang sedari tadi membuatku gemas. Aku menciumi, menjilat, mengulum, dan menyedot kedua payudaranya hingga banyak meninggalkan bekas merah disana.
Akibat tindakanku itu gerakan Manda menjadi semakin liar, tangannya mendekap kepalaku menekan ke kedua payudaranya. Tiba-tiba tubuhnya menegang dan,...
"Ahhh,..." desahannya ditahannya dengan tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya masih menekan kepalaku. "Nakal, ahh... Aku jadi keluar lagi. Gak mau tau pokoknya sekarang kamu yang harus keluar" kata Manda
"Iya iya" jawabku sambil tersenyum lalu membalikkan posisi kami tanpa melepaskan tautan alat kelamin kami.
Sekarang Manda berbaring terlentang pasrah diranjang dan aku berada diatasnya.
Aku mulai mendorong penisku keluar masuk dalam vaginanya secara perlahan. Pelan tapi pasti. Manda memejamkan matanya merasakan kenikmatan yang kuberikan, melihat hal tersebut aku menghentikan gerakanku dan mengelus pipinya menyuruhnya tetap melihatku saat aku menyetubuhinya. Manda yang mengerti maksudku kemudian tersenyum.
Sekarang benar-benar sunyi hanya terdengar suara dengusan nafas kami sesekali. Kami tak bicara sama sekali, hanya berkomunikasi lewat mata kami yang saling memandang dan tentunya lewat gerakan tubuh kami yang berusaha saling memuaskan. Sama seperti saat aku pertama kali menyetubuhinya dulu.
Tak lama berselang, aku merasakan aku akan segera keluar. Aku mempercepat gerakanku, Manda yang mengetahui gelagatku segera menarikku ke pelukannya dan membisikkan..
"Keluarin, keluarin yang banyak" bisiknya.
Bisikannya itu seakan menjadi pemicu semangatku, aku semakin mempercepat gerakanku dan Manda mengunci pinggulku dengan kedua kakinya, memastikan agar aku benar-benar keluar di dalam vaginanya.
Dan tak berselang lama...
"Amandddaaaaa........"
"Adriaaaaaannn........."
Aku dan Manda keluar hampir bersamaan.
Saat aku ingin mencabut penisku, Manda mencegahnya.
"Biarin aja dulu. Enak. Anget" kata Manda.
Setelah sekitar 10 menitan, baru aku mencabut penisku dari vaginanya. Dan selama 10 menit itu aku hanya memandang betapa cantiknya wajah Manda hingga membuatku merasa seperti jatuh cinta sekali lagi pada sosoknya.
"Mudah-mudahan jadi" katanya pelan sambil mengelus perutnya.
"Kenapa?" tanyaku.
"Gak gapapa" balasnya.
"Manda.."
"Udah, geser ah. Mau sampe kapan kamu diatas aku?" katanya.
"Iya iya" kataku sambil menggeser tubuhku dan tidur disampingnya.
"Yuk, tidur! Ngantuk" ajaknya.
Kemudian Manda memiringkan tubuhnya menghadap kearah ku, begitupun juga denganku yang sekarang menghadap ke arahnya. Mata kami saling bertatapan, kutatapi lama-lama sorot matanya yang lembut, aku merasakan sesuatu dalam sorotan mata itu, sebuah cinta (?).
Entahlah.
Yang bisa kulakukan sekarang hanyalah memeluknya, memeluknya dengan erat tubuhnya dan kucium dia dengan ciuman yang penuh kasih sayang, bukan nafsu semata. Tak lama setelah itu, kami pun tertidur berpelukan tanpa sehelai benangpun selain selimut lebar yang menutupi tubuh kami.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Keesokan harinya, aku terbangun agak siang dan tersadar, tempat tidur ini terasa sangat luas. Ya, Manda tidak ada disampingku, dia sudah pergi. Kuharap dia tidak terlalu lama bersedih dengan keputusan ini.
Saat aku menengok ke mejaku, sudah rapi. Pasti Manda yang merapihkannya.
Tunggu!! Ada sebuah kertas disana. Bukan kertas biasa, melainkan sebuah surat. Dari Manda(?).
Ya, benar itu surat dari Manda.
Isinya:
"Jujur, aku masih gak rela kalo kita udahan. Aku gak nyangka semalem kamu bilang kalo itu yang terakhir. Aku gak bisa. Aku gak rela. Kamu gak akan ngerti, karna bagi aku gak akan ada cinta seperti cinta kita ini, kamu bakal ngerti kalo kita masih sama-sama.
Oh ya, aku berharap kamu pertimbangin lagi soal hubungan kita, aku harap kamu mau kembali lagi kepadaku. Karna apa? Semenjak kita punya hubungan yang serius (pacaran) aku merasa perasaan aku ke kamu itu semakin lama semakin bertambah seiring berjalannya waktu, bahkan kalo,.. kalo nanti aku mati. (Mungkin) di kehidupan selanjutnya kalo aku ketemu sama kamu lagi aku akan jatuh cinta sama kamu lagi".
Salam cinta,
Amanda punyanya Adrian.
Aku tidak menyangka, Manda bisa menyusun kata-kata sepuitis ini.
Apa aku urungkan saja niatku untuk putus dengannya?
Ah, tidak tidak.
Tapi,..
Ah, setidaknya kami bisa menjadi Friend with benefit, Partner s*x, f**k buddy atau apalah namanya. Ya, kalian pasti tahu artinya.
Eh, tunggu masih ada tulisan dibalik surat ini.
Tambahan: "Aku gak mau ya kalo cuma kamu dijadiin 'Friend With Benefit'. Aku mau hubungan yang jelas.
Tambahan lagi: "Jujur, aku belum pernah puas kayak semalem. Aku gak yakin bisa nemuin cowok lain yang bisa bikin aku sepuas itu, hehe"
Ternyata dia bisa menebak jalan pikirku.
Kalau seperti ini keadaannya, lebih baik aku menghindarinya untuk sementara waktu.