Part 13: Sentimen

5000 Kata
"Gimana sekarang?" tanya Shani sesaat setelah menyuapi ku, meminta pendapat ku tentang masakannya. Pagi ini Shani yang masak sarapannya lho. Pamer sedikit boleh kan. Hmm, aku berfikir sejenak sambil memejamkan mata seakan berfikir keras. "Udah pas. Enak" jawabku. "Yang bener?" tanyanya meragukan jawabanku. Aku lalu membuka mata dan menatapnya. "Sekarang malah jadi 'kemanisan' rasanya" kataku setengah bercanda. "Maaasss" balasnya dengan wajah cemberut tapi tetap cantik. Duh, Shan. Kamu sempurna banget sih, batinku. "Malah senyum-senyum ish" omelnya. Shani kemudian mencicipi sendiri masakannya. Menggunakan sendok bekasku tadi. Tunggu, itu artinya... Ciuman secara tidak langsung?! "Iya, udah enak. Ya udah, kamu tolong siapin piring ya" katanya. Aku masih diam memikirkan ciuman tidak langsung kami tadi. "Malah bengong" katanya sambil mencubit hidungku pelan. "Siapin piring nya!" "Aduh duh" kataku pura-pura kesakitan. "Iya-iya, ini aku siapin piringnya" tambahku. Aku pun langsung menyiapkan piring di meja makan. "Oh iya, Shan. Aku boleh pinjem Hp kamu gak?" tanyaku padanya saat aku sudah selesai menyiapkan piring. "Buat?" tanyanya. "Mau telfon, aku belum isi pulsa" jawabku. "Ya udah. Ambil aja di kamar aku" kata Shani. . "Password nya apa, Shan?" tanyaku saat kembali menemuinya di dapur. "Ah, itu, anu,.. 'nama kamu' passwordnya" katanya gugup. "Oh, oke" balasku singkat. Aku pun mengetikkan 'nama kamu' di Hp nya tapi gagal. Kata sandinya salah. "Kok gak bisa, Shan?" tanyaku. "Gak bisa?" tanyanya balik, sepertinya dia bingung. "Iya. Gak bisa, tadi aku ketik 'nama kamu' gitu, tapi salah katanya" jawabku. "Maksud aku, 'nama kamu' itu ya 'Adriansyah' kok malah ngetik 'nama kamu' sih" balasnya sambil menahan tawa. "Oh, gitu" balasku. "Kenapa pake nama aku buat password nya" tanyaku lagi. "Maunya sih tanggal ulang tahun kamu,.. tapi aku gak tau" jawabnya pelan. "Kenapa?" tanyaku memastikan apa yang baru aku dengar soal 'tanggal lahirku'. "Ah, gak. Gapapa. Kok kamu mikirnya 'nama kamu' itu password nya sih?" tanyanya kemudian. "Habisnya temen-temen aku, kalo ditanya password laptop nya apa. Kalimat pertama yang keluar dari mulut mereka, ya itulah password nya" kataku. "Maksudnya?" tanyanya bingung. "Susah kalo dijelasin, kasih contoh langsung aja ya. Sekarang, coba kamu tanya password laptop aku" kataku. "Password laptop kamu apa?" tanyanya. "Hah? Apa? Gimana-gimana?" "Password laptop kamu apa?" tanyanya lagi. Mengulang. "Hah? Apa? Gimana-gimana?" Shani sepertinya baru sadar. "Jadi password laptop kamu itu.." Aku mengangguk dan berkata, "Kalo kamu gak percaya, periksa aja sendiri" kataku sambil mendekat ke arahnya. "Wallpaper nya foto kamu lho" bisikku di dekat telinganya. Shani diam dan tersipu malu. "Bercanda, Shan" kataku. Dia kemudian menatapku, seperti ada kekecewaan dimatanya. "Eh, tapi gak tau ya. Kenapa gak kamu coba periksa sendiri aja" kataku lagi. "E-emang boleh?" tanyanya ragu. "Apa sih yang gak boleh buat kamu" kataku menggodanya sambil mendekatkan wajahku. "Iisshhh. Udah sana, katanya mau telfon" balasnya sambil mendorongku. "Nanti, aja deh. Sarapan dulu, sebelum nasi goreng buatan kamu dingin. Sayang banget" kataku sambil tersenyum. Aku sedikit menekankan suaraku di kalimat terakhir. Shani tidak menjawabku, dia hanya mengalihkan pandangannya kemudian duduk dan mulai makan. Tapi langsung ku cegah, "Doa dulu dong, Shan" kataku saat menahan tangannya. Kulihat wajah Shani sekali lagi memerah, kemudian dia mengangguk. . "Halo, Shani. Kenapa telfon? Kangen sama om ya?" tanya suara berat khas om-om di seberang sana saat telfonku diangkat. GILAA!! Langsung diangkat, batinku. "Transfer uang buat bulan depan. Tambahin dikit, aku gak tinggal sendiri sekarang. Aku juga belum dapet THR dari ayah. Cepet transfer!!" kataku. Belum sempat dijawabnya sudah kuputus sambungan telfonnya. Ya, aku memang menelfon ayahku menggunakan Hp Shani. Sebenarnya aku bisa menggunakan Hp ku sendiri sih, tapi daritadi aku coba menelfonnya tidak juga diangkat. Bukan karena Hp ku tidak ada pulsanya, aku tadi bilang pada Shani kalau aku belum isi pulsa kan, bukan tidak punya pulsa. Jadi, aku tidak sepenuhnya bohong pada Shani. Dan akhirnya, aku meminjam Hp Shani untuk menelfon ayahku agar telfonnya diangkat. Itu satu-satunya cara. Telfon ibu ku? Tidak akan cukup membantu, ibu ku tidak akan menegur ayahku. Hanya 'Iya. Iya' saja, tapi tidak menegur. . "Ini, Shan. Makasih ya" kataku sambil mengembalikan Hp Shani. "Oh,.. Iya. Nelfon siapa?" tanya Shani. "Om" balasku. "Om? Ayah aku?" tanyanya. "Bukan. Ayah aku" balasku lagi. "Kok manggil nya 'om'?" tanyanya heran. Lah, iya. Kenapa aku menyebutnya 'om'? Mungkin aku ketularan Shani, atau aku mulai tidak mengakuinya sebagai ayah karena kelakuannya . "Ah, gak gapapa. Kamu perlu dibantu?" tanyaku saat dia sedang mencuci piring. "Gak usah, kamu siap-siap aja. Oh iya, tadi Hp kamu bunyi, ada yang nelfon" katanya. "Siapa?" tanyaku. "Tadi sih aku lihat 'Ivan' namanya" jawabnya. "Temen kamu?" tanyanya lagi. Ivan? Bukan itu bukan salah satu temanku, dia bukan bagian dari 'STRAY' kalo kata Tedi. Karena si 'Ivan' itu maksudnya adalah Ivanka alias Vanka. Mau apa sih dia? Kenapa harus mengganggu suasana pagi yang bahagia ini. "Oalah, gak penting" jawabku. "Oh iya, password kamu aku ganti ya. Jadi password pola, biar kamu gak ribet. Password kata sandi itu kurang cocok buat Hp" kataku mengalihkan pembicaraan. "Pola? Gimana polanya?" tanyanya. "Tarik garis mulai dari titik ke 4, 2, 3, 6, 7" jawabku sambil menunjukkan pola di Hp-nya. "Kenapa polanya harus gitu?" tanya Shani saat melihat pola yang kubuat. "Soalnya pola aku, kebalikan dari pola kamu. Mulai dari 6, 2, 1, 4, 9" kataku sambil menunjukkan polaku. "Jadi..." "kalo disatuin, bentuknya mirip.." "hati?" tanyanya. Aku mengangguk mengiyakan yang membuat Shani memerah lagi wajahnya. . "Shan, aku nanti sehabis kuliah, mau keluar dulu sama temen, habis itu ada urusan, mungkin pulangnya malem. Kamu gak usah nungguin. Kalo mau tidur, kunci pintu aja gapapa. Biar nanti aku bawa kunci cadangan" kataku. "Kalo gitu, jangan lupa makannya ya. Jangan makan sembarangan. Jangan telat juga makannya" katanya mengingatkanku. Caranya itu seperti seorang ibu saja. "Iya, kamu sendiri jangan nelat juga makannya" balasku. "Ngomong-ngomong, ada urusan apa sih emang?" tanyanya. "Ehmm, itu.. anu... apa.." kataku kebingungan mencari jawaban. "Ohh,.. Iya, aku ngerti kok. Mau ke theater kan" katanya. Tunggu!! Apa Shani sudah tahu kalau aku akan ke theater nanti untuk,.. "Titip salam ya" katanya lagi. "Hah?!" tanyaku dengan wajah kebingungan. "Titip salam buat yang nanti ngerayain ulang tahun" katanya. Apa Shani...? Ah, lebih baik aku berusaha untuk tetap tenang. "Salam kamu gak bisa aku sampein kayaknya" jawabku jujur. "Kenapa?" tanya Shani. "Kalo nanti dia nanya, 'Habis ketemu Shani?' trus curiga, gimana?" kataku. Perlu diketahui saja, sampai detik ini, masih tidak ada member JKT yang mengetahui kalau aku memiliki hubungan khusus dengan Shani. Belum. "Iya juga ya. Eh, kamu besok mau dimasakin apa?" tanyanya. "Sesuaiin sama bahan-bahan yang masih ada di kulkas aja. Apapun yang kamu masak pasti aku habisin kok" jawabku yakin. "Bener lho ya" kata Shani sambil menunjukku dan memasang muka mengancam. Masalahnya tetap sama. Ekspresi apapun yang dia pasang, dia tetap terlihat cantik. "Iya" kataku sambil mengangguk mantap. "Sup ayam mau? Kayaknya di kulkas ada bahan-bahannya, kebetulan juga dulu aku pernah diajarin sama ibu aku buat sup ayam, jadi aku yakin aku bisa buat yang enak" katanya. "Duh, tau aja sih aku lagi pengen sup ayam. Beruntung banget aku punya istri kamu, Shan. Eh, calon maksud aku" kataku. "Apa'an sih" jawabnya malu. "Oh iya, kamu ada kegiatan gak hari ini? Mau aku anterin? Sekalian aku berangkat" tanyaku. "Gak ada kok. Aku dirumah aja, paling nanti kalo bosen main ke rumahnya Gracia" balasnya. "Kalo mau main, aku anterin sekarang aja" balasku. "Aku sekarang mau cuci piring dulu, trus nanti nyapu. Mungkin sekalian ngepel" balasnya. "Duhh, rajin banget sih. Jadi gak sabar pengen cepet-cepet halalin" kataku menggodanya. "Ish, kamu. Udah sana, nanti telat lho" katanya mengusirku. Ini, nih! Ini juga yang masih ku bingungkan dari Shani. Kalau di depan orang lain dia seakan tidak suka 'dijodohkan' denganku, tapi kalau hanya berdua saja dia bersikap 'manja'. Ok, mungkin dia malu jika dilihat orang, tapi saat kami sedang berdua saja dan sikap 'manja'nya itu aku tanggapi, dia seakan-akan tidak menyukainya atau mungkin hanya malu? "Mas, jangan lupa" katanya saat aku hendak membuka pintu. Aku berbalik dan menghadap ke arahnya. "Jangan lupa sholat jum'at nya ya" katanya lagi sambil tersenyum manis. Aku membalasnya dengan senyuman juga kemudian mengangguk lalu membuka pintu dan keluar. Kalian mungkin pernah diingatkan untuk sholat jum'at oleh member melalui sosmed nya kan. Tapi kalau secara langsung seperti aku ini, member yang mengingatkan seorang Shani lagi. Jangan pada iri ya. Eits, lupa.. Aku melongokan kepalaku kembali ke dalam dan,.. "Assalamualaikum, Shan" "Eh, iya. Wa'alaikumsalam" . "Nah kan, kalo gue telfon baru ditransfer"gumamku saat melihat nominal yang tertera di rekeningku. "Wih, di tambahin beneran" gumamku lagi. Padahal soal aku yang minta ditransfer agak banyak itu hanya setengah bercanda. Kan Shani ada penghasilan sendiri, meskipun memang aku menyuruhnya untuk ditabung saja demi masa depan kami . Hehehe. . Huft~ Aku paling malas dengan situasi ini. Jalan di mall sendirian dan berpapasan dengan orang-orang yang berpasangan. Bukan karena aku iri, tapi sekarang kesannya aku membuat hubungan pasangan yang berpapasan denganku itu jadi berantakan. Kenapa bisa begitu? Baiklah, akan ku jelaskan berdasarkan pengamatanku, lebih tepatnya, berdasarkan tebakan saja sih. Jadi, begini kronologi nya,.. Si cowok tadinya ketahuan sama ceweknya lagi ngelihatin cewek lain. Terus mereka debat, yang berakhir pada adegan si cowok minta maaf. Tidak lama kemudian, giliran si cewek ngelihatin cowok lain. Cowok yang dilihatin itu aku. Si cowok cemburu dan marah. Nah kan, sekarang mereka sedang debat. Aku tidak perlu melihat adegan selanjutnya, karena adegan akhirnya pasti akan sama. Si cowok minta maaf. Intinya, kita sebagai cowok selalu salah kok. Kenapa aku jalan di mall sendirian? Beli kado lah. Ya kali dateng ke theater, ada yang ulang tahun, gak dikasih kado. Tapi aku bingung mau beli kado apa, yang pasti tidak perlu yang mahal-mahal. Sebenarnya aku sendiri agak malas untuk ke theater, apalagi sampai beli kado segala. Bikin repot aja, tapi karena aku ingin memastikan sesuatu. Jadi akhirnya aku memutuskan untuk ke theater. Semoga saja berjalan lancar. Semoga. Lagipula baru dapat transferan juga, jadi aman lah. Oke, muter-muter mall dulu cari kado mumpung masih sore. . Sumpah, aku tidak suka dengan keadaan ini. Masalahnya, para VVOTA di sekitarku memberikan tatapan yang seakan mengatakan, 'Pulang lewat mana lo?', 'Lo siapa sih?', 'Kendaraannya yang mana nih? Dibegal pantes kayaknya' dsb. Hal itu bukan tanpa sebab, bagaimana tidak. Tiga member seperti memberikan service special padaku dan dua diantaranya adalah member yang merayakan hari spesialnya di hari ini, yang artinya banyak fans mereka yang datang kesini. Dua member itu adalah Shania dan Vanka, satu lagi yang lainnya adalah,.. Siapa lagi kalau bukan,.. Stefi. Mereka bertiga sering melambaikan tangan ke arahku dan juga memberikan 'winks'. Pada dua lagu pertama aku masih bisa tersenyum menanggapi hal tersebut, tapi lama-lama aku jadi risih juga karena tatapan-tatapan 'mengintimidasi' dari para VVOTA di sekitarku. Ini yang kutakutkan jika ke theater sendirian. Si Rafli tadi ku ajak theateran tapi dia tidak mau, tidak bisa lebih tepatnya. Sesi MC. Sepertinya mereka pasti,.. Sial! Para penonton ini masih menatapku dengan sinis. Ya, allah. Tolonglah hambamu ini . . Kenapa 'service special' mereka harus berlanjut di sesi hi-touch sih? Aku kan jadinya harus hi-touch tanpa melihat mereka agar tidak salah tingkah. "Kalo tangan kamu dibawa, bukan hi-touch namanya. Tapi kayak minta uang jajan" kataku sambil menoleh ke arahnya. "Hehe. Maafin ya, kak. Ngomong-ngomong kok bisa tahu kalo tangan aku tadi dibawah" balasnya. "Firasat aku aja" balasku. Tidak, itu sebenarnya bukan firasat. Tapi aku hafal betul dengan tingkahnya, karena dia adalah,.. "Cie,... Shania, di 'aku kamu' in" ledek member yang lain. Sial, aku jadi terpaksa memanggil Shania menggunakan 'kamu' kan. . Keluar area theater, aku langsung menuju P3 menghindari para VVOTA yang didalam tadi mencurigaiku. Tapi, saat aku sedang berjalan di area parkir, aku mendengar suara langkah kaki di belakangku. Apakah para VVOTA tadi mengikutiku? Aku pun langsung membalikkan badanku dan ternyata,... petugas kebersihan(?) Aku saja yang terlalu PD . . Perasaan yang selalu datang di setiap malam, ku sangat membencinya~ Ku mencoba menelfonmu, kau pun merasakan hal yang sama~ Sekarang aku tengah menunggunya di parkiran P3. Aku menunggunya sambil mendengarkan lagu di radio di dalam mobil. Karena dia bilang ingin bertemu dulu denganku setelah selesai theater. Ya, itu cukup bagus karena artinya aku akan bisa menjalankan tujuanku. Cukup lama juga aku menunggunya, hingga akhirnya dari kejauhan ku lihat dia celingukan. Aku langsung mematikan radio kemudian membunyikan klakson dan mengeluarkan tanganku dari jendela mobil, memberi tanda padanya dimana keberadaanku. Dia yang melihat tanda dariku nampak kaget lalu berlari ke arahku seperti anak kecil yang baru pertama kali diajak ke dufan . "Tumben kok bawa mobil, kak?" tanya Vanka begitu masuk dan duduk di kursi sebelahku. Ya, yang aku tunggu adalah Vanka. Karena kemarin dia kan yang menelfonku, memintaku untuk datang. "Ya gapapa" jawabku cuek. "Oh iya, kakak tadi kok gak ikut 2shot?" tanyanya lagi. "Gak, ah. Males" kataku memberi alasan. Padahal alasanku sebenarnya adalah takut tidak bisa pulang dengan utuh . "Nih" kataku sambil menyerahkan kantong plastik berisi kado yang sudah kusiapkan. "Apa ini, kak?" tanyanya. "Hadiah". "Eh, kok repot-repot?" tanyanya. "Gak kok. Lagian gue juga asal pilih tadi" kataku jujur. "Ih, lucu. Aku suka deh" katanya mengomentari hadiahku tapi sambil melihat ke arahku. "Suka?" tanyaku. "S-suka sama hadiahnya maksudnya" jawabnya gugup. "Hmm" "Eh, k-kenapa kok ngelihatinnya kayak gitu kak?" tanyanya yang menyadari aku melihatnya dengan tidak biasa. Secara tiba-tiba aku mendekapnya dan mencoba menciumnya. "Ihh.. nggak mau ah, jangan disini, ini masih di tempat parkir, kak!" tolaknya sambil berusaha lepas. Sepertinya dia tidak sadar kalau aku sudah memilih tempat parkir yang strategis. Dia terus berusaha melepaskan diri, tapi karena kalah tenaga, aku makin mendesaknya hingga dia terhimpit ke pintu mobil dan tanganku berhasil meraih payudaranya lalu meremasnya. "Kak Ian.. jangan.. nggak mmhh-" kupotong kata-katanya dengan melumat bibirnya. Tanganku masuk kedalam kaos putih ketatnya yang tak berlengan dan tanganku mulai menelusup ke balik BH-nya. Perlahan nafsunya terpancing, berangsur-angsur rontaannya pun melemah. Aku terus merangsangnya dengan menjilat dan menggigit pelan bibir bawahnya, memaksanya membuka mulut sehingga lidahku bisa menerobos masuk dan menyapu telak rongga mulutnya, mau tidak mau lidahnya juga ikut bermain dengan lidahku. Nafasnya makin memburu ketika aku mulai memilin-milin putingnya. Sensasi ini mengingatkanku kembali ketika aku ena2 dengannya di toilet f7 yang kami hampir ketahuan oleh fans-nya. Kini Vanka mulai menerima perlakuanku, tangannya melingkar di leherku dan Vanka mulai membalas ciumanku dengan penuh gairah. Hari itu Vanka memakai bawahan berupa rok dari bahan jeans 5 cm diatas lutut, jadi begitu kubuka kakinya, langsung terlihat olehku paha Vanka yang putih mulus dan cd merah muda nya. "Lo tambah nafsuin aja Cil, lo juga udah kangen kan sama gue" kataku sambil mulai mengelus pahanya. Ketika elusanku sampai di pangkal pahanya, kuremas daerah itu dari luar cd-nya sehingga Vanka merintih dan menggeliat. Reaksinya membuatku semakin bernafsu, jari-jariku mulai menyusup ke pinggiran cd-nya dan bergerak liar di permukaannya yang berbulu. Matanya terpejam sambil mendesah nikmat saat jariku menyentuh klistorisnya. Aku menundukkan badan menciumi pahanya, kemudian kugigit pelan pada pahanya yang membuatnya semakin menggeliatkan badannya. Jilatanku terus merambat menuju pangkal pahanya. Aku semakin mendekatkan wajahku ke sana sambil menaikkan sedikit demi sedikit roknya. "Kak.. aahh.." rintihnya saat lidahku menyentuh bibir vaginanya. Tangan kananku menahan cd-nya yang kusibakkan ke samping, sementara tangan kiriku menjelajahi payudaranya yang telah terbuka. Vanka hanya bisa mendesah dan menggeliat saat kuperlakukan seperti itu, tak lama kemudian, "Ah, kak,.... aaahh" desah Vanka saat mendapatkan o*****e pertamanya. Ku hentikan rangsanganku terhadap dirinya, membiarkannya menikmati orgasmenya. Setelah beberapa menit, kembali kuelus payudaranya, membuat Vanka yang semula terpejam menikmati orgasmenya menjadi terkaget. "Kaakkkkk,.." tolak Vanka dengan mendorong dadaku. Namun aku terus mengelus payudaranya. Bahkan kali ini tidak hanya mengelus, kini aku mulai kuremas p******a Vanka hingga membuatnya menoleh ke arahku. Tanpa ampun aku langsung menyerbu bibirnya. Vanka kembali terkaget dan tak menyangka kalau aku masih belum puas membuatnya o*****e. Vanka yang awalnya menolak, lama-lama membuka dan menanggapi pagutanku karena aku terus mengulum bibirnya. Vanka kemudian memeluk kepalaku. "Ssssshh..Kaaakk.. aaah udah doonnngggg" tahannya ketika aku mulai menciumnya dengan lebih ganas. Kuremas payudaranya hingga membuat Vanka menjadi terlena. "Kaakkk,.. aaahhhh.." erang Vanka dengan menggelinjang keenakan. Tanganku kembali masuk ke dalam roknya dan mengelus vaginanya itu yang sudah mulai basah kembali. "Pleasee,.. kak nanti aja dirumah kakak" sahut Vanka dengan nafas memburu. Kutarik tangannya dan kuletakkan di selakanganku, Vanka secara reflek langsung meremas penisku dari luar celana. "Iiih... perasaan aku aja atau emang tambah gede, kak?" tanya Vanka kaget. Memang gadis satu ini perlu dirangsang pelan-pelan agar mau di ajak ena2 di tempat-tempat yang tidak biasa seperti sekarang ini. Aku menarik roknya agar pahanya bisa terbuka lebar, lalu lidahku langsung kembali menjulur ke vaginanya. "Kak Iaaann pleasee.., jangaaan. Uuddaaaaah.." elak Vanka dengan nafas memburu. Kujilati vaginanya yang kian membasah. Bulunya yang cukup lebat itu juga ikut aku jilati hingga Vanka mendongak merasakan jilatan demi jilatanku yang membuatnya melayang. "Terus, kaakk... teruus.." erang Vanka dengan menekan kepalaku. Tadi udah, sekarang terus. Yang bener yang mana coba. Bodo lah. "Kak.. aku udah kangen banget sama kakak, tapi aku gak mau ngelakuinnya disini. Tapi kalo kakak yang maksa.. Ayo,.. buat aku kewalahan sama punya kakak" kata Vanka yang langsung merogoh ke selakanganku. Dan dengan nakalnya, Vanka langsung meremas penisku lagi. "Kak Ian.. Aku kangen sama punya kakak.." ujar Vanka dengan menarik kepalaku. Aku pun bangun dan kulihat wajah Vanka yang terlihat sangat bernafsu. Kemudian, Vanka dengan cekatan langsung membuka resleting celanaku dan dengan cepat Vanka menarik cd-ku setelah celanaku terlepas. "Iihhh,.. aku kangen banget sama ini.." sahut Vanka begitu melihat penisku. "Kamu kangen sama aku gak?" tanyanya sambil menatap penisku. Sungguh lucu sekaligus menggairahkan melihatnya seperti itu. "Kamu tambah besar ya sekarang. Kamu masuk ke mulut aku dulu ya" kata Vanka yang memegang penisku, membungkuk dan langsung mengulum penisku dengan rakusnya. Penisku kemudian dikulum-kulum dengan sangat rakus sekali, keluar masuk mulutnya berulang kali. Aku langsung menarik kaitan BH-nya lewat bawah kaosnya, Vanka tak menyadari kalau aku semakin nakal masuk ke dalam kaosnya itu. Kemudian tangan kiriku masuk lewat perutnya dan meremas payudaranya yang kenyal itu. Vanka terkejut saat aku sudah berhasil menggenggam payudaranya, Vanka pun menghentikan kulumannya pada penisku sejenak dan berkata,.. "Kakak.. pinter banget sih.. remesin terus s**u aku ya.. Aku lanjutin nyepongnya" kata Vanka sambil menjilati bibirnya yang berliur. Vanka kembali bermain dengan penisku, sedangkan aku meremas payudaranya dengan lembut. Penisku dikocok-kocok oleh Vanka, dia terlihat sangat bersemangat sekali mengocok-ngocok penisku itu, aku sampai menahan rasa ngilu dan enak ketika dikocok seperti itu. "Ooh, Cil.. uuuh.. ngocoknya jangan kenceng-kenceeeenng... aaaaaah.." erangku. tak karuan. Vanka kemudian memasukan penisku ke dalam mulutnya lagi dan kembali menyedot-nyedot penisku dengan rakusnya. "Teruus, Ciillll.. uuuh lo sekarang kok tambah nakaal aaah" lenguhku merasakan sedotan Vanka pada penisku di mulutnya yang sesak itu. Bertubi-tubi Vanka mengulum, mengocok, dan kini mulai menjilati penisku dengan membungkuk di pahaku itu. Kurasakan hawa AC tidak terlalu membantu, hawa panas akibat kegiatan kami ini tetap membuat kami semakin berkeringat walau malam semakin larut. Vanka dengan rakus masih bermain dengan penisku. "Terus, Cil.." erangku. "Kakak pengen kita main disini, kan. Kita main seronde dulu disini ya, sisanya kita terusin di rumah kakak" ajaknya sambil menjilati penisku dan menatapku dengan tatapan nakal. "Gak bisa. Ada saudara gue dirumah" kataku menolaknya. "Kita main disini aja. Di jamin lo bakal puas, deh" kataku menggodanya. Kubalas dengan meremas payudaranya yang membuat Vanka melenguh dan mendesis. "Sssshh,.. aaaaahh..." Kemudian Vanka dengan rakus mengulum penisku lagi, setelah itu Vanka mengangkat tubuhnya, memandangku dengan tatapan penuh nafsu yang tidak bisa ditahan lagi. Vanka langsung memelukku dan melumat bibirku dengan rakus, kupeluk kepalanya dan kuladeni lumatannya. Kami berpagutan dengan rakus. "Mmhhhhh.. mmmmmmff" suara yang keluar dari bibir kami yang bertaut dengan saling menyedot, kadang saling menjilati. Ketika pagutan kami terlepas Vanka yang tersenyum padaku berkata,.. "Masukin sekarang aja ya, kak. Aku udah pengen banget" ajak Vanka. Vanka kemudian membuka roknya lalu menarik cd-nya dan menurunkan sandaran jok agar dia bisa tiduran. Tapi aku tidak langsung memasukkan penisku, aku akan kembali mengerjainya dulu. Tangan kananku mengorek v****a. Satu jari, dua jari ku masukkan, sedangkan tangan kiriku masuk ke kaos nya dan meremas payudaranya dan terkadang juga memilin. "Eehhh,... kok" pekiknya kaget karena aku malah mengerjainya. Aku diam saja tidak menjawabnya dan tetap meneruskan aksiku. "Iyaaahh,.. Remesin s**u aku.. remesin terus" pinta Vanka mengerang dengan memegang tanganku yang berada di dalam kaosnya dan membantuku meremas payudaranya. "Iyaaa,... aaaah.. teruus .. aaakuu sayaaang kakaaaakkk" erang Vanka semakin tak karuan. Pahanya kian merapat, menjepit tanganku. Tak lama kemudian Vanka pun tidak tahan akan dua jariku yang mengocok vaginanya, kedua tangannya kini mencakar kuat ke jok mobil, matanya terpejam sangat erat, dadanya sedikit naik membuatku semakin mudah meremas payudaranya. "Aaaaaah.. aaakuu.. akuuu... akuu... aah.. aaahh..." erang Vanka dengan menegang. Dari vaginanya langsung memancar cairan hangat membasahi tangan jok mobilku, tubuhnya kemudian berkelonjotan, badannya lemas bak tanpa tulang, nafasnya ngos-ngosan, wajahnya penuh dengan keringat membanjir. Aku hanya tersenyum saja melihat keadaan dia yang sudah benar-benar takluk. "Masih mau lanjut?" tanyaku menggodanya. "Mau,.. tapi.. nanti.. dulu.. bentar.." katanya terputus-putus. "Gak ada nanti, sekarang lo naik. Lo yang goyang" bisikku sambil menurunkan sandaran jok ku. Tak ada jawaban karena Vanka masih menikmati sisa-sisa orgasmenya. Nafasnya diatur dengan cepat dan matanya masih terpejam merasakan tanganku yang masih bermain dengan payudaranya yang montok itu, kuremas-remas payudaranya dengan lembut. Dia masih diam dengan nafas ngos-ngosan. Akhirnya kuangkat badannya dan kuposisikan agar berada dia atasku yang kini setengah rebahan. Kuremas-remas lembut kedua payudaranya agar dia kembali bernafsu. "Nafsu banget sih.. Ya udah, Aku dorong dari atas yaa" ajak Vanka saat nafsunya kembali muncul. Aku pun memegang penisku, Vanka kemudian menurunkan tubuhnya pelan-pelan. Vanka menggigit bibir bawahnya ketika penisku mulai menembus vaginanya secara perlahan. "Aaaaaaaw... kakak.. penuh bangeet, aaahhhh..." erang Vanka tak karuan. Tangan kanan kugunakan untuk menahan punggung Vanka sedang tangan kiri memegang penisku. "Terus, Cil.. aahh" perintahku. Sialan, jadi makin sempit aja nih lobang, pikirku. Penisku pelan-pelan menyeruak masuk ke vaginanya setelah Vanka mencoba naik turun dengan paksa, aku bahkan sampai tidak tahan ingin mendorong pinggulku ke atas agar penisku segera masuk kedalam vaginanya. "Kakak diem aja dulu.. biar aku yang masukin.." kata Vanka dengan menahan ke dadaku. "Nih, kakak remesin s**u aku aja yaa.." tambahnya. Vanka kini terlihat tersenyum senang saat aku sedang meremas payudaranya yang montok itu. Kurasakan tubuhku semakin berkeringat saja, Vanka kemudian membuka bajuku dan membuangnya ke belakangku. Kemudian Vanka membuka kaosnya sendiri dan memamerkan payudaranya yang besar itu didepan wajahku. "Kangen kan sama ini. Pengen nyiumin ya?" goda Vanka sambil menarik kepalaku kearah dadanya. Tanpa basa-basi langsung kukulum putingnya yang menantang. "Iyaa, kak.. iyaa... iseep.. uhhh... aaaahh.. sssssh" Vanka terus melenguh merasakan kulumanku seiring dengan penisku yang perlahan masuk makin dalam ke vaginanya. "Ayoo, kak.. Akuuu udah nggak taahaan.. aku dorong ya" kata Vanka lirih. "Lo apain sih? Kok jadi sempit gini?" tanyaku heran. Vanka tidak menjawab, dia hanya menggigit bibirnya dan langsung menekan dengan kuat saat merasakan penisku yang secara perlahan masuk ke dalam vaginanya. Disibakannya rambut panjangnya ke belakang. "Isepin lagi aahhh..." kata Vanka sambil mendesah. Kumainkan p****g susunya sebelah kiri dengan lidahku. Kukulum dan kusedot dan Vanka pun menahan serta menarik kepalaku lalu menghujani dengan lumatan. “Aaw “ jeritnya kecil saat secara tiba-tiba ku dorong pinggulku keatas hingga penisku benar-benar masuk kedalam vaginanya. Vanka sampai menggeleng geleng merasakannya, jepitan vaginanya benar benar sempit sekali, remasan, sedotan di vaginanya benar-benar mencengkeram penisku. “Yuuk, Cil. Lo yang goyang ya.. pelan-pelaan aja.. jangan cepet-cepet.. nanti mobil nya ikut goyaang.. bahayaa“ godaku lalu mengambil posisi rebahan. “Aku mulai ya“ kata Vanka dengan bergerak ke atas dengan pelan kemudian turun dengan pelan. “Sssssshhh... ssssshh.. enaak banget“ ujar Vanka dengan tersenyum dan bergerak naik turun dengan pelan. Pelan-pelan penisku merasakan hangat karena dilumuri cairan vaginanya, kurasakan penisku menggesek dinding vaginanya yang sesak. Setiap penisku masuk remasan dari vaginanya semakin kencang, ketika Vanka naik kurasakan penisku seakan lega, namun tak lama penisku kembali seakan diremas-remas saat Vanka turun. Dari bawah aku menikmati pemandangan bagaimana p******a Vanka naik turun seiring gerakan tubuhnya dan juga bagaimana penisku keluar masuk ke vaginanya. “Uuuh.. aaaku suka kakak, aku sayaang kakak, aku cinta kakak..“ erang Vanka naik turun tak karuan. Genjotan demi genjotan Vanka lakukan, kurasakan vaginanya benar-benar sempit, lebih sempit dari biasanya, setelah sekian lama tidak kurasakan. Genjotan demi genjotan itu membuat lenguhan kami yang diatur agar tidak terlalu keras malah saling bersahutan, tubuh kami pun sudah penuh dengan keringat. “Kaaakk nggak tahaan.. aku mauuu.. aaah aaah..“ kata Vanka dengan naik turun lebih cepat. “Keluarin ajaaa,..." kataku dengan meremas pantatnya. Vanka sampai terpejam merasakan penisku yang keluar masuk vaginanya itu. “Kakaak,.. aah... nggak kuat aaaah“ erang Vanka dengan semakin cepat menggenjotku. “Iyaa... ssshh...“ desisku tak karuan. Jepitan v****a Vanka semakin kuat pertanda orgasmenya akan datang, Vanka terus menggenjotku dengan kuat dan cepat. “Aku mau... aah.. aaaaahh... aaaaahh..“ erang Vanka dengan megap-megap. Nafasnya menjadi kacau, jepitan vaginanya semakin kuat. Genjotannya semakin cepat dan menghujam dengan kuat, Vanka membenamkan selakangannya dalam-dalam di selakanganku hingga penisku mentok. Pada hujaman terakhir itu, kurasakan jepitan vaginanya menguat dua kali lipat. “Aaaaaaaaaahhh“ erang Vanka panjang merasakan o*****e. Tubuhnya melengkung dengan membusung ke depan, sedang selakangannya dibenamkan dalam-dalam ke selakanganku. Kuremas payudaranya kuat-kuat. Vanka melenguh kuat kemudian ambruk diatasku. Kurasakan dari vaginanya mengucur cairan hangat membasahi penisku. Matanya terpejam erat dan kepalanya kini berada di atas dadaku, kurasakan cairan itu semakin membasahi selakanganku. Kami diam sebentar dengan nafas tak karuan. “Aku sayang sama kakak“ bisik Vanka dengan mesra. Aku diam tidak menjawabnya, aku kemudian bangkit dan memposisikannya menungging menghadap kearah dashboard mobil. "Bentar dong, kak. Aku masih capek" katanya memelas. "Udah, diem" kataku sambil memasukkan penisku lagi dan langsung menerobos vaginanya. Aku langsung menggenjot Vanka dengan keras dan cepat, dia sampai mengerang-erang. Kalau ada mobil yang lewat, mungkin akan kelihatan tubuh Vanka yang telanjang dengan payudaranya yang kuremasi dari belakang. Aku makin gencar menjejalkan penisku. Kemudian secara tiba-tiba aku menghentikan gerakanku. "Kok berhen-" Aku membungkam mulut Vanka sebelum dia menyelesaikan kalimatnya. "Diem!" bisikku pelan. Vanka seperti bingung, tapi kebingungannya itu terjawab saat ada mobil yang lewat. Setelah mobil itu lewat tanpa berhenti, yang berarti pengendara mobil itu tidak curiga. “Lanjutin di luar aja, kak. Biar mobilnya gak goyang. Lagian disini sempit" ajak Vanka. "Udah mulai liar lo ya" jawabku. "Mau gak" katanya menggodaku sambil menggerakkan pantatnya ke kiri dan ke kanan. PLAK!! Aku menampar pantatnya pelan. "Ya udah, ayok" balasku. "Yaudah, keluarin dulu itu" kata Vanka. “Nggak mau keluar tuh “ godaku sambil meremas payudaranya lagi dan menciumi lehernya. "Iiihhhh!!" erangnya manja sambil mencubit punggung tanganku. Vanka menggigit bibirnya saat aku berusaha mengeluarkan penisku yang memang masih dalam keadaan tegang itu. Aku mengambil kaosku untuk kupakai lagi, Vanka pun juga memakai kaosnya kembali, BH-nya dibiarkannya tergeletak di bawah. Lalu dia juga memakai roknya, tak lama kemudian Vanka membuka pintu dengan pelan, kepalanya melongok keluar. Suasana sudah agak gelap dan sepi. “Ayo cepet, mumpung sepi “ ajak Vanka dengan keluar membuka pintu. Aku pun menyusulnya keluar. Vanka menarik tanganku ke belakang mobil, kemudian dirinya langsung mengambil posisi menungging. “Cepet, masukin“ pinta Vanka tak sabaran. “Iya iya“ kataku sembari maju merapatkan selakanganku. Kupegang penisku yang basah itu, kutekan dengan pelan. Vanka berpegangan erat pada badan mobil. “Uuuh.. aaaahh... enaaaaak bangeet terus... sssssssh.. aaaahh...“ erang Vanka dengan menekan kepala ke kaca belakang mobil. Tanganku masuk ke dalam kaosnya, kugenggam payudaranya dengan kedua tanganku. “Ngeremes mulu ihh. Masukin dulu“ kata Vanka. “Hehe, sorry“ jawabku singkat. Lalu secara tiba-tiba aku menekan dengan keras ke depan dan kembali menerobos vaginanya. Kemudian langsung kugenjot Vanka hingga membuatnya tergoncang-goncang. “Aaaaaah....“ desah Vanka tak karuan. "Kebiasaan deh" kata Vanka lagi. "Hehe, tapi lo suka kan" kataku sambil kembali meremas payudaranya. Aku pun mulai menggerakkan pinggul ku maju mundur. Kembali menggenjot Vanka sambil memegangi pantatnya yang sekal. “Teruus.. iya remees... iya..“ kata Vanka lirih dengan bernafsu. Kepalanya semakin kuat tertekan, tubuhnya bergoncang seiring genjotanku yang kian mantap dan tanganku yang masih menyerang payudaranya. Kugenjot dengan sedikit cepat. Aku sudah tidak peduli lagi, kali ini aku harus keluar. Vanka menoleh ke belakang dan tersenyum, bagian pipi sebelah kanan ditempelkan ke kaca, kulihat Vanka seperti keenakan di genjot dengan posisi ini. Bibirnya digigit dengan kuat merasakan sodokanku itu. Itu membuatku semakin bersemangat saja dalam menggenjotnya. “Aaah.. Ciillll.. Enaak, Cill aaahh“ desisku merasakan kenikmatan menggenjot Vanka sambil terus menyodoki dan meremas payudaranya. “Di dalem aja.. di dalem“ sahut Vanka dengan menekan pipinya kuat kuat ke kaca mobil belakang itu. Kugenjot dengan kuat merasakan nikmatnya menyetubuhi Vanka di parkiran P3, genjotan demi genjotan kulakukan. Semakin lama kurasakan jepitan vaginanya semakin kencang sehingga membuatku semakin mempercepat genjotanku. Aku pun semakin tidak tahan lagi, penisku keluar masuk v****a Vanka dari belakang menghujam bertubi-tubi, kulihat Vanka merasakan hal yang sama. “Dikit lagi nih, beneran di dalem?“ tanyaku dengan meremas payudaranya berkali-kali. Kuhujamkan penisku dalam-dalam dengan hujaman kuat dan keras, Vanka sampai menjerit-jerit kecil. “Iyaa.. aaaaaaah“ sahut Vanka dengan nafas ngos-ngosan itu. Aku sudah tidak tahan lagi, orgasmeku datang dengan cepat setelah hujamanku yang kesekian di vaginanya. Kubenamkan dalam dalam dan Vanka pun juga mendapatkan orgasmenya yang kesekian. Kami mendapatkan o*****e kami bersamaan, penisku sampai mentok di bagian terdalam v****a Vanka. Aku menegang dengan meremas kuat p******a Vanka, jepitan vaginanya menguat dengan cepat sekali. Aku menahan tubuh Vanka dengan menyemburkan spermaku ke dalam rahimnya dengan keras.Crooooot.. Berkali-kali penisku menembak ke vaginanya dengan jumlah yang tidak sedikit. Aku sedikit menegang kemudian badanku lemas dan menindih Vanka. Kami diam dengan nafas ngos-ngosan, spermaku sampai belepotan keluar dari sela-sela penisku yang terjepit di vaginanya. Kupeluk dan kuremas dengan lembut payudaranya. Tak lama Vanka menarik pantatnya sehingga penisku lepas dari vaginanya. Vanka lalu menarik tanganku untuk masuk kembali ke dalam mobil. Diambilnya tissue dari dalam tasnya kemudian mengelap vaginanya dengan tissue. "Thank you, My Little Thalia and Happy Birthday" kataku saat dia membersihkan penisku yang belepotan dengan menjilatinya. "Aku yang harusnya makasih, kamu udah ngasih kado terbaik buat aku" balas Vanka sambil menatap dalam mataku. "Seiring waktu yang sedang berlalu. Semakin besar rinduku akan cinta.Tak bisa berbuat apapun. Mohon tolonglah diriku. Sekarang aku tengah mengantar Vanka pulang ke rumahnya. Vanka sendiri sedang tidur. Lucunya, dia tidur dengan memakai headband yang ku hadiahkan padanya tadi. Sederhana memang, hanya sebuah headband. Tapi aku yakin itu akan sangat berguna baginya. Itu bisa dia gunakan untuk menahan rambutnya agar tidak jatuh ke wajahnya saat dia sedang membersihkan make up atau memakai masker.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN