Part 12: STRAY

3982 Kata
"Tuh, kan. Udah gue duga nih orang pasti cuma modus" gumamku saat berada di ATM. Ya, saat ini aku sedang berada di ATM bermaksud untuk mengambil uang bulanan transferan ayahku, tentunya setelah mengantar Shani ke rumah latihan. Tapi apa? Saldonya tidak bertambah. Masih sama seperti yang terakhir aku periksa awal bulan ini. Bukankah Shani yang bilang kalau si 'om' udah transfer uang? Apa Shani berbohong? Tidak, itu tidak mungkin. Lagipula aku sempat menanyakannya lagi dan Shani juga sudah menunjukkan 'bukti' kalau dia memang di telfon ayahku. Ada riwayat panggilan dengan nama 'Om Rico' di Hp-nya. Lalu? Kemana uang bulanan itu? Ya, yang pasti memang belum ditransfer. Ayahku menelfon Shani pasti hanya modus. Sekarang coba pikirkan! Jika memang ayahku sudah transfer uang, pasti yang ditelfon adalah aku. Lagipula ayahku biasanya transfer di awal bulan, itu pun jika sudah ku ingatkan. Ya udahlah, ya. Udah di ATM ini juga, ngambil seadanya aja buat pegangan tanpa mempengaruhi tabunganku. "Pake struk gak ya? Gak usahlah, malu kalo struk nya nanti dilihat orang. Masa udah keren kayak gini cuma ngambil 200 ribu " gumamku. Oke, sekarang langsung ke kampus. Kalo nanti-nanti, pasti macet. Paling males sama macet! (Lebay! Kan pake motor, kalo kejebak macet gak terlalu lama). Enak aja, sekarang lagi pake mobil! Iya, aku pakai mobil. Kenapa? Masa nganterin Shani pake motor. Bukan apa-apa, kalo dia waktu dibonceng pegangannya meluk gimana? Gak bisa konsen dong. Lagipula jika kecantikan Shani dilihat oleh pengendara lain bisa-bisa mereka juga gak konsen nyetirnya dan bisa berujung kecelakaan.(Oke, ini yang mulai lebay). Alasan sebenarnya adalah, agar member lain tidak tahu kalau aku yang mengantar Shani, meski aku tidak yakin kalau beberapa member tidak mengenali mobilku. . . . . . . . • Sudah berakhir, wahai sayangku. Dimana kah kau?~ • "Ini cara gantinya gimana sih?" tanyaku pada diri sendiri. Saat dalam perjalanan ke kampus Hp-ku berbunyi menandakan ada panggilan masuk. "Apa'an?" tanyaku pada orang di seberang sana. (*Peringatan Lagi! Tidak untuk ditiru. Jangan menyetir sambil menelfon) Siapa yang menelfon? Rafli namanya, salah satu teman kuliahku. Dia juga teman satu hobi yaitu hobi ngidol . Ya hobi apa lagi emang? Meskipun dia juga salah satu 'fans', dia tidak pernah mempermasalahkan kalau aku pernah pacaran dengan Manda. Mungkin karena Manda bukan oshi nya, dan aku juga tidak tahu oshi nya si Rafli ini siapa. Yang aku tahu, saat ini dia sedang sering-seringnya melihat theater tim J. Apa jangan-jangan oshi nya adalah Shania? Atau mungkin Vanka? (Vanka sekarang masih di team J kan, bulan depan baru resmi pindah). Semoga yang lain. Tapi sepertinya oshi nya Rafli itu anak gen 3 deh. "Woi, lo gak ngumpulin tugas pak Hadi?" tanya Rafli. "Ini lagi di jalan. Ya kali gak dikumpulin" balasku. "Cepetan geblek, lo kira sekarang jam berapa?" "Iya iya. Udah, gue tutup ya. Lagi nyetir gue" balasku lalu menutup sambungan telfon. . . . . . . . Setelah sampai kampus dan memarkirkan mobil ku, Rafli yang memang tengah berada di parkiran langsung menghampiriku. "Wooh, gaya lo. Sok-sok an pake mobil sekarang, pengen ngegebet junior apa gimana?" tanya Rafli. "Pala lo, tadi gue habis nganterin saudara dulu" jawabku. "Saudara? Bukannya lo anak tunggal?" tanyanya. "Sepupu" jawabku singkat. Meski sebenarnya aku masih bingung, hubungan saudara antara aku dengan Shani itu seperti apa sih? Sepupu? "Sepupu lo cewek apa cowok? Kalo cewek, cantik gak? Kenalin ke gue dong" tanya Rafli beruntut. "Ogah" tolakku. "Udah gue mau nemuin pak Hadi dulu" kataku yang langsung pergi meninggalkan Rafli. Bagaimana reaksi Rafli kalau 'sepupu' yang aku maksud adalah Shani? Lebih baik aku merahasiakannya dulu. . . . . . . . Setelah mengumpulkan tugas aku dan Rafli sekarang berada dikantin untuk sekedar nongkrong sebentar. (Nongkrong lho ya, jadi kita gak mesen apa-apa). "Gimana lo ama Jose? Udah beres?" tanya Rafli. "Gak tau" balasku cuek sambil memainkan Hp. Ssttt,.. lagi chatan sama Shani, kayaknya dia lagi istirahat latihan. Meski cuma sebentar, itu sudah membuatku senang. Tapi ini cukup susah, karena aku harus menyembunyikan kesenanganku ini di depan Rafli, agar Rafli tidak curiga. "Jangan gitu lah, gitu-gitu dia juga temen lo. Udah, lupain aja masalah itu. Lo bisa cari cewek lain kan. Lo kan ganteng" kata Rafli. "Risih gue dibilang ganteng sama cowok, apalagi cowoknya jomblo kayak lo" kataku sambil memandang jijik pada Rafli. "Lo homo ya" tuduhku. Ya, Rafli memang jomblo. Bukan karena dia jelek, sebenarnya tampangnya lumayan meskipun lebih ganteng aku sih . Ini bukan narsis, tapi ini fakta berdasarkan seberapa banyak cewek-cewek yang 'mengikuti' kami di kampus. Rafli ini hanya pemalu kalau menghadapi cewek, bisa dibilang penakut sih. Dia seperti bingung harus berbuat atau berkata apa di depan cewek. Maka dari itu dia hobi ngidol untuk latihan (katanya). "Ah, sialan lo. Tapi emang bener lo belum punya cewek lagi setelah Manda?" tanya Rafli lagi. "Ah udah ah. Males gue bahasnya" kataku sambil berdiri dan berjalan menjauh. "Yee, gitu aja ngambek lo" kata Rafli. "Ada telfon" jawabku singkat. . . . "Halo, apa lagi?" tanyaku judes. "Jangan gitu dong, kak. Aku mau minta maaf, waktu itu emang aku yang salah" jawab suara di seberang. "Udah gue maafin kok" balasku singkat. "Yang bener kak?" tanyanya memastikan. "Iya" "K-kalo gitu, besok dateng ke theater ya" pintanya. "Gak janji" balasku cuek. "Gak mau tau, pokoknya aku tunggu" katanya lagi. "Oi, Cil" kataku memanggilnya. Terlambat, sambungan telfonnya sudah diputus. Ya sudahlah, besok akan aku usahakan saja untuk datang. Aku ingin memastikan satu hal. Tapi,.. lihat besok deh, bisa apa gak. Ada uang apa enggak sih lebih tepatnya. Kenapa? Masih nanya? Iya, Vanka tadi yang telfon. Masa gitu aja gak tahu. Oke, sekarang balik ke,... Ngapain nih siluman kribo pake muncul segala, batinku saat melihat Rafli tengah mengobrol dengan seseorang di sebelahnya. "Oi, kribo. Masih hidup ternyata lo" kataku menyapanya dan duduk di seberang meja. "Woi, Ian. Jangan bawa-bawa masalah rambut lah" jawabnya. Tedi, nama orang yang kusapa barusan. Salah satu teman kuliahku juga. Orang ini lah yang menginstal game MOBA touchscreen itu di Hp-ku. "Gak usah sinis gitu ngeliatinnya" kataku bercanda. "Mata gua emang sipit" balas Tedi. "Iya iya, sorry. Tapi masih mending gue panggil lo kribo, daripada si Rafli noh" kataku sambil menunjuk Rafli. "Hehe. Halo, Cina Wakanda" kata Rafli cengengesan. "Rasis lu" kata Tedi. "Tauk tuh. Double lagi rasisnya" kataku. "Jangan rasis lah, nanti bungkus sebelum waktunya nih cerita" tambahku. "Hah cerita? Cerita apa?" tanya mereka berdua. "Ah, enggak. Lupain aja. Lagian bukannya Tedi keturunan Jepang ya, kok Cina" balasku. "Gua emang Cina. Nih, gaya ngomong gua aja Cina banget kan" kata Tedi. "Lagian kan yang keturunan Jepang itu 'musuh' lu" tambahnya. Mendengar hal itu, mood ku seketika langsung tidak bagus. Beruntung Rafli yang sepertinya mengetahui keadaanku, langsung mengeluarkan celetukan yang membuat mood ku bagus lagi. "Anti gores berapa, Koh?" celetuk Rafli. "Hehehe. Emang ada koko-koko kribo gini, kulitnya eksotis lagi" kataku. "Lu tadi bilang jangan rasis, sekarang lu yang rasis. Lagian kulit gua coklat gini juga gara-gara bokap gua yang orang ambon kan" kata Tedi. "Oh iya, sorry. Emang tadi itu termasuk rasis ya?" tanyaku. "Gak tau juga sih. Oh iya, sekarang kan lagi musimnya piala dunia. Menurut lu siapa yang juara?" kata Tedi sambil menunjuk ke arahku. "Gak usah, nunjuk-nunjuk gitu" kataku yang langsung menepis tangan Tedi. "Lagian masih babak grup, masih jauh finalnya" kataku lagi. "Menurut gua Argentina" kata Tedi. "Wehehe, Kojiro Hyuga jagoin Argentina" kata Rafli bercanda. "Kojiro Hyuga nya lupa rebounding, makanya rambutnya kribo. Hehehe" tambahku. "Gua kasih tendangan macan juga nih lu pada" balas Tedi bercanda. "Bukannya jawab, malah ngeledekin" kata Tedi. "Gue sih jagoin Inggris" kata Rafli. "Gua gak nanya lu. Lagian Inggris sekarang banyak pemain mudanya, belum siap mental" kata Tedi. "Cuma kali ini aja ya, gue setuju ama Tedi. Inggris susah peluangnya buat jadi juara" kataku. "Lu jagoin siapa?" tanya Tedi sambil menggebrak meja. "Gak usah pake gebrak meja kali" kata Rafli. "Sorry, sorry. Lagi bersemangat, firasat-nya Ian biasanya kan suka bener" kata Tedi. "Kalo kata gue bukan Argentina ataupun Inggris yang jadi juara" balasku. "Kenapa?" tanya mereka bersamaan. "Gak tau, firasat gue bilang gitu" balasku. "Dari dulu gak berubah ya lo, firasat mulu yang diikutin" kata Rafli. "Tapi dari ngikutin firasat-nya itu, Ian dapet hoki mulu kan" kata Tedi. "Prancis" kata seseorang yang tiba-tiba muncul dan duduk di sebelahku. "Oi, Sam. Tiba-tiba nongol aja lo" kata Rafli. "Firasat gue bilang Prancis yang juara" kata Samuel lagi. Samuel, salah satu temanku lagi. Dia ini bisa dibilang ganteng. Tapi kegantengannya itu agak berkurang karena dia ini sudah punya pacar dan dia juga.. Nanti kalian akan tahu sendiri. "Ha..ha.. nyindir gue lo? Pake bawa-bawa firasat segala" kataku sambil tertawa garing. "Heh, wibu. Lo gak jagoin Jepang aja?" celetuk Rafli. "Sialan" kata Samuel. "Nih, Adrian juga wibu" tambahnya sambil memukul punggungku. "Kampret" umpatku. "Eh, gue gak separah lo ya" balasku. "Wibu wibu gitu, punya pacar si Sam. Kalian apa?" kata Tedi mengejekku dan Rafli. "Lo gak pantes ngomong kayak gitu, anjir. Lo juga sama aja. Jomblo" kata Rafli tidak terima. "Kali ini, gue kesinggung banget lho. Tedi soalnya yang ngomong, kalo Sam, gue masih bisa terima. Lah ini si siluman kribo, dia jomblo dari lahir lho" kataku. "Gue juga gak terima dikatain wibu sama Tedi" tambah Samuel. Ya, Samuel memang wibu. Dia parah sih, karena semua anime yang update setiap musimnya, pasti dia download. Entah itu ceritanya bagus atau tidak. Itulah salah satu faktor yang membuat kadar kegantengannya Samuel sedikit berkurang. Dia Wibu. Jadi, hardisk nya dia penuh dengan anime semua, termasuk anime hentai. Berbeda dengan Jose dan Tedi yang isi hardisk nya itu video porno. Sedangkan Rafli, isi hardisk nya adalah segala sesuatu tentang dunia peridolan, bukan berarti dia benar-benar 'bersih' karena segala sesuatu tentang dunia peridolan itu maksudnya termasuk gravure, bahkan video porno yang bintang nya mantan idol . Kenapa? Hardisk milikku? Isinya bersih kok, bersih yang kumaksud adalah benar-benar bersih alias kosong karena isinya sudah kuhapus, untuk apa hanya lihat video porno kalau bisa praktek langsung dengan Vanka. Begitu pikirku saat itu. Maka dari itu, Jose pernah meminjamkan DVD porno nya. Untuk bahan referensi katanya. Sebenarnya aku berniat minta beberapa koleksi Jose dan Tedi setelah puasa, tapi akhirnya tidak jadi, kalian pasti tahu alasannya kan. Iya, gara-gara gadis yang tadi chat denganku. Kalau aku tetap meminta koleksi Jose dan Tedi, takutnya nanti khilaf. Tunggu, ini kok malah bahas koleksi bokep sih? Tadi awalnya apa? Oh iya, soal Samuel yang wibu. Kalian harus tetap ingat itu! Meskipun Samuel itu ganteng dan punya pacar, dia itu wibu. Pacarnya tahu gak ya, kalau dia wibu. Kalau aku agak sedikit berbeda. Meskipun tadi Samuel juga mengataiku wibu, tapi aku hanya mengikuti beberapa anime saja yang menurutku bagus. Dan, satu anime yang dari dulu sampai detik ini belum tamat juga. (Pasti tahu kan). Tapi lebih baik menonton anime yang seperti itu kan, daripada yang hanya 12 episode lalu tamat, terus penggemarnya rengek-rengek minta season lanjutannya. Maaf ya, jadi bahas ginian. Maklum penulisnya sedikit wibu . Tapi gak parah kok, penulisnya juga sedikit tahu tentang bola. Gak percaya? Baca yang dibawah ini. "Eh, lu gak jagoin Brazil? Jose kan pasti jagoin Brazil. Lu biasanya samaan ama dia" kata Tedi sambil menunjuk ke arah Samuel. "Ya, pasti sih itu. Kan emang negaranya dia" kata Rafli. "Emang gue apanya Jose, harus selalu samaan" balas Samuel. "Kan adek kakak. Hahaha" celetuk Rafli sambil tertawa lepas. "Kemana-mana berdua sih" imbuhku. "Kayak biji ya, berdua mulu" tambah Tedi. "Ah, sialan" kata Samuel. "Ian, lo jagoin apa?" tanya Samuel padaku. "Spanyol lah dia. Pasti itu" kata Rafli. "Gak. Gue gak jagoin Spanyol" jawabku. "Kenapa? Kan ada De Gea" tanya Rafli. "Kalo De Gea kelamaan bareng Spanyol, nanti dia dipengaruhi terus ama Ramos biar mau pindah ke Madrid" kataku. "Trus jagoin apa? Negara lo kan gak lolos" tanya Samuel. "Gue jagoin Prancis aja, sama ama lo" jawabku. "Kenapa lo samaan ama gue? Gara-gara firasat?" tanya Samuel lagi. "Bukan gitu. Menurut gue Prancis yang harus juara. Kasihan Mbaape kalo gak juara" jawabku. "Apa hubungannya?" tanya Rafli bingung. "Kalo Prancis gak juara, ada kemungkinan Deschamps nanti dipecat. Nah, kalo dia dipecat ada kemungkinan Wenger yang jadi penggantinya. Kalo Wenger jadi pelatih Prancis, Mbaape bisa-bisa pensiun dari timnas " kataku. "Oh, Mbaape. Gue tadi dengernya Mbak V-" "Gue hajar lo ya" potongku sebelum Rafli menyelesaikan kata-katanya. "Lah, anjir. Teori apa'an tuh, kan bisa aja Zidane yang jadi penggantinya Deschamps" kata Samuel. "Ah, jangan. Zidane suruh ngelatih MU aja lah. Biar Pogba ama yang lain bener-bener jadi pemain bola bukan jadi tukang parkir" balasku. "Gua masih gak paham. Jelasin lagi, Ian. Dari awal kalo bisa" kata Tedi. "Males, anjir" balasku. "Oh iya, gue hampir lupa. Ian lo ditungguin Jose di tempat biasa, mau nyelesaiin masalah katanya. Lo ngehindar mulu" kata Samuel. "Dia kali yang ngehindar. Ya udah, gue nemuin Jose dulu. Rooftop kan,Sam?" kataku berpamitan untuk menemui Jose dan memastikan tempat dimana Jose berada pada Samuel yang dibalas dengan acungan jempol. . . . . . . . "Jadi... ada perlu apa?" tanyaku pada Jose yang sudah menungguku di rooftop. "Gue mau minta maaf" balas Jose. "Sebelum lo minta maaf, udah gue maafin kok. Lagipula, gue gak pernah marah sama lo" kataku. "Bagus deh kalo gitu" kata Jose. "Berarti gue bisa minta DVD gue balik kan ya" tambahnya sambil nyengir. "Kampret lo, minta maaf cuma kalo ada maunya aja" balasku. "Yah, mau gimana lagi. Gue sekarang jomblo, gak ada pelampiasan kalo lagi pengen" jawab Jose. "Anjing lo" umpatku. "Koleksi lo kan banyak. Eh, emang lo ama Chika udah putus?" tanyaku. "Tapi DVD itu limited edition, lo gak bisa sembarangan nemuin link buat download nya. Dan buat pertanyaan lo tadi,.. Iya gue ama Chika udah putus, kena karma kayaknya gue" kata Jose. "Sejak kapan?" tanyaku lagi. "Udah sebulan lebih sih, kenapa emang?" tanya Jose balik. Hmm, itu berarti tidak lama setelah Manda grad. Apa aku tidak bisa mendapatkan kabar terkini soal Manda dari Jose. "Gak, gapapa kok. Sekedar nanya aja" balasku. "Tumben-tumbenan. Ada apa? Mau nanyain Manda?" tanya Jose. "Gak! Kok jadi Manda sih?" balasku berusaha menutupi kegugupanku. "Ketebak kali" kata Jose. Aku hanya terdiam dan menatap langit. "Jangan nanyain Manda ke gue. Jangankan Manda, kabar Chika sekarang aja gue gak tau" kata Jose memberi penjelasan. "Udah lost contact" kata Jose lagi. Sepertinya aku tidak bisa mendapatkan informasi apapun tentang Manda. "Gue sendiri gak tau kenapa Chika kayak gitu. Alasan dia minta putus aja juga dia gak bilang. Tiba-tiba minta putus aja. Trus semua medsos gue juga diblokir sama dia. Gue datengin ke kost-nya, kata pemilik kost-nya dia balik ke Bandung" kata Jose panjang lebar. "Kok lo jadi curhat, nyet?" kataku. "Anjir, lo. Eh iya, mana DVD gue?" kata Jose menagih DVD-nya. "Sabar, nih gue bawa kok di tas gue" kataku sambil mengambil DVD Jose yang ada di dalam tas ku. Ya, aku selalu membawanya di tasku. Daripada ditemuin sama Shani kan nanti jadi repot. "Ambil nih, DVD biang masalah" kataku sambil menyerahkan DVD itu pada Jose. "Biang masalah? Ketahuan ama cewek? Siapa? Pacar baru? Atau masih gebetan?" tanya Jose. "Apa'an sih. Kepo lo" kataku. "Kalo pacar pasti udah putus. Kalo gebetan pasti gak jadi. Soalnya, lo sekarang masih jomblo. Gak mungkin tebakan gue salah. Kalo gak, lo pasti gak akan nanyain tentang Manda" kata Jose sambil memasukkan DVD itu dalam tas nya. "Sok tau lo. Lagian siapa juga yang mau nanyain soal Manda" balasku mulai emosi. "Bercanda bercanda, santai dong. Siapa sih cewek yang mergokin lo nyimpen nih DVD?" tanya Jose. "Gak usah dibahas lah" kataku. Tidak mungkin kan aku menyebutkan nama Okta, bagaimana reaksi Jose nanti. "Yaudah, yuk sini" kata Jose sambil merentangkan kedua tangannya. "Apa'an lo. Ngajak pelukan? Ogah, gue masih normal" tolakku. "Ini namanya 'Bro Hug' sebagai tanda kalo kita udah damai. Yuk lah" ajak Jose "Ogah. Salaman aja" kataku. "Ya udah deh" kata Jose mengalah. Akhirnya kami bersalaman, untuk sekedar formalitas saja. "Nah gitu dong" kata Tedi yang tiba-tiba muncul bersama Samuel dan Rafli. "Kenapa pada kesini lo?" tanyaku. "Gue takut Jose lo lempar dari atas sini" kata Samuel bercanda. "HAH?!! Emang lo ada niatan ngelempar gue?" tanya Jose padaku. "Dikit" balasku datar. "Hahaha, kalo gue nyusul gara-gara risih sama cewek-cewek di kantin yang ngeliatin gue" kata Rafli. "Diliatin cewek kok risih, Raf. Gimana mau punya pacar lo" kata Jose. "Ke-PD-an lu, Raf. Mereka itu ngeliatin gua, bukan lu" kata Tedi. "Lah, terus lo sendiri kenapa kesini?" tanya Jose pada Tedi. "Semenjak Ian pergi, jumlah cewek di kantin yang ngeliatin gua berkurang setengahnya. Terus gak lama si Samuel ini ikut pergi, malah makin berkurang deh. Terakhir, si sok ganteng ini juga pergi. Kantin langsung jadi sepi" kata Tedi. "Itu artinya, mereka bukan mau ngeliat lo" balas Jose. "Bukan gitu, mereka malu aja kalo ketahuan lagi ngeliatin gua, makanya bubar" kata Tedi. "Terserah lo, kribo" kata kami berempat bersamaan. "Udahlah gak usah dibahas itu. Yang penting sekarang, 'STRAY' udah kumpul lagi" kata Tedi. "STRAY?" tanya Samuel. "Iya, 'STRAY'. Samuel, Tedi, Rafli, Adrian, Yose" kata Tedi sambil menunjuk kami satu persatu. "Apa'an. Yose itu siapa? Gua Jose, jangan ganti-ganti nama orang lo" kata Jose. "Daripada gua ganti jadi Yusuf, malah harus jadi mualaf dulu lu" kata Tedi. "Atau gini saja, 'STAR'. jadi si Jose gak usah ikutan" imbuh Tedi. "Lah, gue malah mau dibuang" kata Jose. "Udah-udah, baru aja ada yang damai, jangan ada yang berantem lagi" kata Samuel. Oh, iya. Aku belum menjelaskan kenapa kami berlima bisa berteman. Meskipun mungkin kalian tidak peduli. Jadi begini, aku dan Jose adalah teman satu kelas di SMA dan berlanjut di dunia perkuliahan tapi kami berbeda jurusan. Nah, aku satu kelas dengan Rafli. Sedangkan Jose satu kelas dengan Samuel. Kalau Tedi, dia juga beda jurusan. Tapi dia pernah satu kelas dengan aku dan Rafli di salah satu mata kuliah, dia adalah teman satu SMA-nya Rafli, tapi beda kelas. Anehnya, mereka baru tahu kalau berasal dari sekolah yang sama itu tidak lama ini, saat kami berlima sudah berteman cukup lama. Tambahan, sebenarnya aku dan Rafli berteman sejak kami masih SMA, itu karena hobi kami yang sama itu. Sebenarnya aku sudah dipaksa oleh Shania dari dulu untuk mengikuti hobi itu, tapi aku baru mau mendalami hobi itu setelah bertemu Rafli di salah satu event JKT dan aku 'diracuni' olehnya sampai akhirnya aku memasuki dunia peridolan. Berawal dari pertemuan tidak sengaja itu dan menjadi teman satu hobi, sekarang kami malah jadi teman satu kuliah juga. Kenapa aku bisa bertemu Rafli di event itu? Karena pada saat itu aku 'dipaksa' menemani Shania di event itu. Info saja, meskipun Rafli tahu aku adalah mantannya Manda, tapi dia tidak tahu kalau aku temannya Shania. Oh iya, dari keempat temanku itu, yang tahu kalau Manda adalah member JKT (mantan member sih) hanya Rafli dan Jose. Samuel dan Tedi tidak tahu, atau tidak mau tahu? Aku sendiri ragu kalau mereka tahu apa itu JKT48. "Sekarang ngapain?" tanya Samuel tiba-tiba. "Disini aja lah, enak. Adem" kata Rafli. "Iya, disini aja. Kita mabar, kayak biasa" ajak Tedi. "Males gue" kata Jose. "Ya udah, gak usah semua. Ian, lu aja. Bantu gua ranked, habis itu kita mabar. Kita adu, siapa diantara kita yang bisa MVP" kata Samuel. "Gak" tolakku. "Gue masih ada urusan, urgent. Jadi gue cabut duluan ya" kataku kemudian. "Ya udah. Kita anter ke parkiran" kata Rafli. "Gak usah, apa'an. Emang gue anak kecil pake dianter segala" tolakku. "Masalah lo ama Jose emang udah kelar, tapi sama Danial?" kata Samuel. "Iya, kita anterin aja" kata Jose. "Iya. Lo pikir tadi lo gue tungguin di parkiran gara-gara apa?" kata Rafli. "Terserah lah" kataku. . . . . . . . "Tuh kan, ketemu Danial" kata Samuel sambil menyenggol bahuku pelan. Danial dan beberapa temannya berjalan ke arah kami, kemudian dia berhenti tepat di depan kami. Tapi ada yang berbeda dari Danial hari ini. Dia tidak menunjukkan wajah sombongnya, dia malah tersenyum menjengkelkan dan menepuk bahuku kemudian berjalan melewati kami. Aku malah risih dengan perlakuannya itu. "Kenapa tuh orang?" kata Rafli. "Apa dia udah tau kalo lo udah putus dari Manda?" tanya Jose. Ya, 'musuh' yang disebut Tedi tadi, maksudnya adalah si Danial ini. Masalah ku dengan Danial adalah dia tidak suka saat aku pacaran dengan Manda. Manda adalah teman SMA Danial. Danial menyukai Manda dan berusaha mendekatinya. Masalahnya aku tidak tahu hal tersebut sampai aku sudah jadian dengan Manda. Ah udah lah. Manda lagi, Manda lagi. "Gak tau lah. Bodo amat" kataku. "Yah, salah lu. Anaknya rektor di lawan, gebetannya ditikung" kata Tedi. "Bukan salah Ian kali" kata Samuel membelaku. "Tapi untung, lho. Kalau dia mau, dia bisa aja minta bokapnya ngeluarin lo" kata Jose. "Udah lah, gak usah dibahas. Gak perlu dikawal lagi kan gue. Risih gue tadi jalan rame-rame kayak boyband aja" kataku sambil berjalan duluan. "Eh, jangan lupa. Kenalin sama saudara lo, Dri" teriak Rafli. "Ogah" teriakku. "Oh iya, sabtu lo dateng gak?" teriak Rafli lagi. . . . . . . . . . Sesampainya di rumah aku langsung... tidur. Ya, itulah urusan urgent, aku butuh tidur. Yang lama sih kalau bisa. Tapi apa, aku malah terbangun 1 jam kemudian. Lumayan? Iya lumayan kalau tadi malam aku tidur tepat waktu. Aku begadang mengerjakan tugas, padahal tugasnya selesai jam 11 kurang. Berhubung mood lagi bagus karena Jerman kalah. (Haha, rasakan!) Dan juga belum ngantuk, lanjut nonton pertandingan selanjutnya. Jadi aku tidur sekitar jam 3 tapi bangun jam 7. Biar gak ketahuan Shani kalau aku begadang. Total tidur cuma 5 jam. Gak sehat. Jangan ditiru, ya. Karena aku tidak bisa tidur lagi setelah mencoba berkali-kali. Aku akhirnya memutuskan untuk marathon anime. Kenapa marathon? Karena anime ini 'tidak bisa' kutonton saat memasuki bulan ramadhan. (Kalian pasti tau anime apa yang ku maksud). Saat tengah asik menonton, tiba-tiba Bel Sekolah Adalah Love Song, eh maksudnya Bell Terakhir Telah Berbunyi, apa sih. bel rumah yang bunyi. "Paket!!" terdengar suara dari luar. Aku langsung menuju ke depan dan melihat seonggok makhluk berjaket hijau memakai helm yang juga berwarna hijau. Kita sebut dia sebagai abang Gojek "Ada apa ya, mas?" tanyaku saat sudah membuka pagar untuk menemui si abang Gojek. "Maaf, mas" sapa si abang Gojek. "Apa benar ini rumahnya saudara Adriansyah?" tanyanya kemudian. "Bukan, mas" jawabku. "Lho, ini alamatnya sesuai kok mas" katanya. "Mana? Coba lihat" kataku. Si abang Gojek menunjukkan aplikasi di handphone nya dan tertera alamatku disana. (Maaf tidak kusebutkan alamatku disini. Nanti kalian datang minta tandatangan sama foto bareng lagi ). "Iya, bener. Disini kok alamatnya. Tapi ini bukan rumah saudara Adriansyah, Adriansyah gak punya saudara, ini rumah orang tua nya" kataku. "Oh, gitu ya. Ya udah deh, mas. Permisi" si abang Gojek lalu berbalik hendak pergi. "Ehh, tunggu mas" katanya berbalik lagi. Kayaknya udah sadar nih orang, batinku. "Mas nya namanya siapa?" tanyanya. "Saya Adriansyah" jawabku polos. Ekspresi si abang Gojek langsung berubah dari yang tadi awal aku temui terlihat sangat ramah kini berubah menjadi seperti anak SMA ngajak tawuran, tapi yang ini anak SMA nya gak lulus-lulus alias sudah tua. "Nih!" kata si abang Gojek sambil menyerahkan paket yang dia bawa kepadaku. "Dari siapa ini, mas?" tanyaku. Dia hanya diam dan melengos. Sumpah, ekspresinya sangat menjijikkan saat itu. "Mas, kalo gak sopan, nanti saya suruh orang yang order mas-nya ngasih bintang setengah, lho" kataku. Dia hanya melirikku dengan tatapan yang... menjijikkan, lebih menjijikkan dari yang tadi. Geli, kalo diinget-inget. Rasanya pengen muntah. Cowok kok judes!, batinku "Ini udah dibayar belum, mas?" tanyaku lagi. "Ehh,.. belum aja deh, mas" katanya dengan wajah yang 'kembali' ramah sambil cengengesan. "Oh, udah berarti" kataku sambil menutup pagar dan masuk ke dalam rumah. "Pelit!!" teriaknya saat aku berjalan masuk. Saat ku toleh si abang Gojek sudah melaju kencang dengan motornya. . . . . . "Paket dari siapa, ya? Apa jangan-jangan ini uang bulanannya?" gumamku. Maaf yah, Ayah. Anakmu ini sudah suudzon. Saat kubuka paket tersebut, ternyata isinya tiket Handshake dan sebuah surat. Ternyata tidak salah jika aku suudzon. Setelah dipikir, ngapain juga uang bulanannya dikirim lewat paket. "Dateng ke event HS besok lusa ya" isi surat tersebut. Singkat dan jelas. "Tapi siapa yang ngirim?" tanyaku pada diri sendiri. Pertanyaanku itu langsung terjawab saat Hp-ku berbunyi, ada chat masuk dari Stefi. "Udah nyampe paketnya" Huft~ Sepertinya masalah dengan Stefi masih belum selesai.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN