Subuh hari itu hujan menghiasi langit Malang. Jam sudah menunjukkan pukul setengah 5 pagi, namun Maisha masih berkutat dengan selimut tebalnya didapur, iya didapur, karena sekarang ia sedang memasak air untuk dirinya mandi air hangat. “Nduk kamu kok belum siap sih, katanya mau balik subuh-subuh?” tanya ayahnya sepulang jamaah subuh di masjid kompleks rumahnya. “Masih kepagian pak, nunggu Ferdian abis subuh baru kesini.” geliatnya malas. “Lha wong orangnya udah ada didepan kok, tadi bapak papasan di masjid depan.” Mata Maisha membelalak sempurna, seolah tak percaya bahwa tunangannya itu benar-benar menjemput tepat waktu tak lebih semenitpun. Segera ia berlari ke ruang tamu, sambil menutupi kepalanya dengan selimut kebesarannya selama di Malang. “Fer... kok udah disini aja?” “Kan s