19. KELELAWAR BERKEPALA MANUSIA

1329 Kata
Tidak ada yang sangat spesial pada hari ini, pikiran Sia semenjak jam pertama di mulai masih saja kosong, tatapannya yang begitu sendu terus terarah ke arah mejanya, Elin yang sudah menyadari akan hal itu tampak merasa cemas sendiri. Berbagai macam cara sudah ia coba, seperti membujuk Sia untuk pergi ke kantin, memberi lelucon yang lucu agar Sia tertarik, ataupun bercerita tentang cowok-cowok ganteng di sekolah ini. Semua itu tidak ada yang manjur, Sia terlihat sangat lemas. "Sia, lo kenapa sih? Dari tadi pagi diem mulu, nggak gatel tuh bibir lo? Ayolah lo cerita kalo ada masalah, jangan pendem sendiri, bagi rasa sakit lo, mungkin akan lebih baik setelah gue dengerin," cicit Elin begitu resah, ia tidak suka Sia seperti sekarang ini, kemudian tangannya terulur dan jatuh dipunggung Sia, menciptakan gerakan naik turun yang lembut dan menangkan, Elin berharap, hal itu dapat mengurangi penderitaan yang masih bergelut ditubuh sahabatnya itu. Elin kembali mendesah berat, Sia masih saja memilih membungkamkan mulutnya, sekadar membalas tatapan dirinya saja tidak ia lakukan. Kali ini, kesabaran Elin benar-benar sedang diuji dengan hebat. "Lo kenapa? Kak Sashi gangguin lo, ya?" Bertanya seperti itu, memang bukan tanpa alasan, Elin hanya memastikan kalau kemarin Sashi tidak benar-benar menghajar Sia. Dilihatnya wajah Sia sekali lagi, dan masih sama. Ekspresi yang tertunjuk sama sekali tidak ada perubahan, datar-datar saja. Sampai pada akhirnya, Sia pun angkat suara. "Gue mau cabut ke perpus dulu ya Lin," ujarnya. "Gue ikut lo." "Nggak Lin, gue sendiri aja." Elin, cewek itu mendengkus berat, ia sebetulnya tidak mau mengijinkan Sia untuk pergi sendiri, namun dengan alasan gadis itu ingin pergi tanpa siapapun yang mengikutinya membuat Elin menurut. Elin membiarkan Sia untuk pergi ke perpustakaan, Elin tahu, sahabatnya itu masih ada pikiran yang bergentayangan di otaknya. Ekspresi yang ditunjukkan sudah sangat jelas, dan Elin tidak mungkin salah mendeskripsikan tentang itu. Di antara langkah kakinya yang lemah, tanpa sengaja ekor mata Sia menunjukkan sesuatu. Karena penasaran, ia menghentikan gerakan langkah kakinya, menatap dua orang remaja yang berjarak lima meter dari dirinya berdiri. Sia masih memandangi dua remaja itu, suaranya yang keras dapat Sia tangkap dengan mudah. "Elgo, gue ikut lo, jangan cepet-cepet dong jalannya," raung Sashi semakin menampilkan mimik cemberut, sebisa mungkin ia menyeimbangi langkah kakinya dengan langkah kaki milik Elgo yang terkesan sangat cepat. Berulang kali Sashi menyentuh lengan kekar Elgo, namun secara mentah-mentah ditepis oleh cowok itu dengan kasar. Namun ketika mendapati perlakuan kasar seperti tadi, hal itu tidak menyurutkan niat Sashi untuk gencar mengejar Elgo. Baginya, Elgo merupakan cowok satu-satunya di sekolah ini yang paling cocok dengannya, yang paling menonjol diantara kalangan siswa, dan yang paling utama dan pasti, Elgo sangat tampan dengan raut muka yang sangat rupawan. "Gue mau nikahin Bu gendut, lo nggak usah ikut, gue mau bikin semua orang cemburu, sana lo pergi!" Elgo mengusir, menghempaskan tangan Sashi yang lagi-lagi bergelantung dengan manja dilengannya yang terisi otot-otot keras. "Ih Elgo, jangan becanda mulu dong." "Gue nggak becanda, gue emang mau nikahin Bu gendut kok," sanggah Elgo secepat kilat. Sedikit informasi, Bu gendut adalah ibu-ibu penjual gorengan di kantin, sudah mengabdi sebagai penjual kantin sejak sekolah pertama dididirikan. Tak ayal, semua warga sekolah tahu siapa gerangan wanita berbadan gempal tersebut, gorengan yang dijualnya juga terbilang enak, dan yang paling penting dan lebih utama, harganya sangat miring, sesuai isi dompet para remaja. "Terus apa hubungannya sama semua orang?" "Ya biar cemburu," celetuk Elgo asal. Menyadari Sashi yang masih mengikutinya membuat ia berdecak frustrasi. Elgo layaknya seperti anjing yang dikawal oleh sang majikan. "Gue mau pergi sendiri, lo nggak usah ikut, nanti gue ngompol di sini, sana lo minggat!" "Ih Elgo, jangan kasar-kasar sama pacar sendiri dong, dan lo jangan ngaco ngomong sembarangan kayak gitu, mana mungkin lo itu ngompol, nggak lucu tau!" Sashi ikut berhenti secara mendadak saat Elgo mengerem langkah kakinya, cowok itu melempar tatapan tajam, menyorot begitu tajam sampai menancap dimanik mata legam milik Sashi. "Apa lo bilang, pacar? Orang gue mau nikah sama Bu gendut juga, gue nggak mau selingkuh, ya!" Selepas berkata dengan kecaman, Elgo segera melanjutkan jalan kakinya, sedari tadi ia memang tidak punya arah tujuan ke mana dirinya akan berlalu, yang paling penting sekarang, dirinya terhindar dari cewek disampingnya ini. "Ih Elgo, gue itu jodoh lo tahu, gue percaya kok lama-lama Lo juga sayang sama gue, cinta itu datangnya karena terbiasa. Oleh karena itu, gue bakal selalu biasakan deket-deket sama lo," titah Sashi secara gamblang, sampai Elgo yang mendengarnya merasa pusing dan sakit di bagian telinganya. Untuk kali kedua, Elgo memberhentikan kedua kakinya, dan tentu saja membuat Sashi mengikuti pergerakannya. Setelah berhenti selama lima detik, Elgo membuang napas kasar, lalu meletakkan kedua tangannya dipinggang, sementara ekor matanya menatap Sashi. "Yakin mau ikut gue?" Anggukan antusias bercampur dengan senyuman cerah sudah menjadi bukti kuat kalau Sashi setuju tawaran itu, tangannya bergerak lincah, merasa sangat senang mendapatkan hal kecil seperti itu dari Elgo. "Mau ke mana? Kantin, kan? Gue mau kencan sama elo Elgo, ayo!" Sashi melompat kegirangan, namun ketika menyadari Elgo tanpa pegerakan dengan bola mata yang terarah ke atas membuat Sashi mencebikkan bibirnya kesal. "Ih Elgo, ayo buruan!" Masih tidak merespons, bola mata Elgo masih sama besar seperti yang tadi. Merasa bingung sendiri, Sashi memanggil nama Elgo sebanyak tiga kali. Dan, Elgo masih juga tak kunjung menjawabnya. "Elgo, lo itu lihatin apa sih? Kenapa melotot begitu? Jangan bikin gue takut dong!" Sashi merengek manja, lalu ia mengaitkan lengannya ditangan kekar Elgo. "Lo nggak lihat itu?" "Lihat apa? Gue bilang jangan nakuitin gitu, ayo kita pergi!" "Itu ke-kelelawar berkepala ... Manusia." Cicitan Elgo masih dapat Sashi cerna dengan baik, ia memekik, melotot tajam kepada Elgo. "APA?! mana?" Sebetulnya takut, namun karena penasaran, Sashi memutuskan untuk mendongak mengikuti arah pandangan Elgo. Ragu, cewek itu masih mencoba mencari keberadaan kelelawar berkepala manusia seperti apa yang Elgo katakan barusan. Gagal, Sashi mengerucutkan bibirnya, lalu ia kembali menengok ke samping. Ekor matanya tidak kalah membola seperti beberapa menit yang lalu, berulang kali ia mengerjap. Elgo tidak ada di sampingnya. "Elgo, jangan tinggalin gue!" Sashi berlari sekuat tenaga, ia dapat melihat Elgo yang semakin menjauh. Kesal? Sudah pasti. Menit berikutnya Sashi sudah menyerah, langkah kakinya melemah, tidak lagi mengejar Elgo. Percuma saja, kaki panjang milik Elgo tidak dapat disejajarkan. Butuh tenaga ekstra kuat untuk menyeimbanginya. "Elgo jahat banget, berani sekali tuh cieok bohong sama gue, mana ada kelelawar berkepala manusia?!" rutuk Sashi kesal. *** Sekarang pikiran Sia memang sepenuhnya sadar, melihat Sashi yang ngebet banget ingin menjadi pacar Elgo barusan membuat Sia paham. Paham arti sebuah perjuangan dan kegigihan. Sia tahu, dari cara bicara dan sorot matanya, Elgo tidak mencintai Sashi, namun berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Sashi, cewek itu malah ingin jadi satu-satunya perempuan yang Elgo dambakan. Tak ayal jika kemarin Sashi bersikap sangat marah dan kasar kepada Sia, cewek itu tidak rela Elgo pergi dengan cewek lain, apalagi ini Sia, adik kelasnya sendiri. Setelah menerawang kejadian kemarin, Sia tiba-tiba sadar kembali, lalu tak lama setelahnya ia langsung berjalan menyusuri koridor, dan berakhir di perpustakaan. Tungkai kakinya ia ayunkan, berjalan menyusuri lorong demi lorong yang diisikan berbagai macam buku, Sia meneliti satu persatu benda persegi itu, sesekali membaca blurb-nya. Pilihan Sia jatuh pada sebuah novel bergenre fiksi remaja. Tanpa menunggunya lagi, gadis itu berjalan ke arah bangku untuk melepas penat dengan bahan bacaan ringan. Hampir sepuluh menit pertama Sia larut dalam kata demi kata yang berbaris rapi membentuk kalimat yang indah yang berada dibuku itu. Pandangannya semakin fokus, wajahnya semakin condong ke arah buku itu, sampai pada menit berikutnya kegiatan itu harus buyar. Telinga yang masih berfungsi dengan baik mampu menangkap suara berisik yang tengah terjadi di perpustakaan, tepatnya di tempat penjaga perpustakaan yang jaraknya setengah meter dari pintu utama ruangan ini. Dahi Sia tampak bergelombang, masih mencoba mengatur napasnya yang mendadak berderu dengan kencang. Ekor matanya masih saja lurus ke arah depan, entah kenapa objek di depan sana seolah lebih enak di pandang dari sebuah buku di hadapannya. Keributan kecil itu tak lain dan tak bukan adalah Elgo, ya siapa lagi kalau bukan cowok super aneh yang memiliki sifat plin-plan itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN