09. DUA SEJOLI

2198 Kata
"Seperti dua kutub magnet, wajah dan tingkahku sungguh terlihat sangat kontras." *** Istirahat kedua menjadi ajang bagi Sia, ia memutuskan untuk meminta maaf kepada Elgo. Tekadnya sudah bulat. Melihat tingkah Elgo dengan mata kepalanya sendiri tadi pagi sungguh meracuni otak Sia. Sia sudah tidak mau berurusan dengan cowok itu lagi, ya walaupun hanya bertemu satu kali saja. Tetapi ia sungguh tidak mau, bisa-bisa nantinya ia sendiri yang terkena keusilan cowok itu. Tak lama setelah itu, Sia menerima pandangan tak mengenakan lagi, ini seperti tindakan serupa tadi pagi. Hanya berbeda objek saja. Ish, menyebalkan sekali, kenapa cowok itu ada di mana-mana dengan sifat buruknya yang selalu dibawa-bawa? Dari sini, Sia terus memandangi dua sejoli itu, keisengan apa lagi yang akan mereka perbuat? "Go, susah nih pake ini, lo panjat aja deh." Raja, teman Elgo sedang berdiri tepat di bawah pohon mangga sembari memegang galah. Sia tahu dua cowok itu mau maling mangga milik sekolah. Aneh sekali tingkah dua cowok itu, mereka seolah tidak peduli jika diberi tatapan aneh dari siswa lain. Elgo yang sedang berkacak pinggang sembari mendongak ke atas, mencari mangga yang sudah matang, seketika langsung beralih menatap Raja dengan dahi bergelombang. "Gue? Kenapa nggak lo aja?" "Lah gue mana bisa manjat nih pohon, orang badan pohon cungkring gitu, pas kayak lo lah." Elgo berdecak sebal, bisa-bisanya Raja mengatai tubuhnya cungkring dan disamakan dengan pohon mangga. Elgo tidak terima dengan ini, padahal tubuhnya, kan, atletis seperti pemain bad minton, perutnya juga menyerupai roti sobek. "Bilang aja lo nggak bisa manjat, pakek suruh gue segala lagi. Lo aja sana sekalian latihan." Elgo tak mau kalah, ia bukannya tidak bisa melakukannya, hanya saja ia sedang malas. "Gue takut Go, lo mah nggak kasihan sama gue. Padahal nih mangga, kan, buat kita makan bareng," ucap Raja dengan tampang memelas, ia kemudian membuang galah yang masih melekat ditangannya. "Lembek banget sih lo, cewek atau cowok bang? Dasar mental tempe!" Setelah mengatai itu, Elgo dengan terpaksa mengambil alih tugas Raja. Sebelumnya, ia melepas sepatunya agar memudahkan dirinya untuk menaiki pohon mangga. Tak butuh lama, Elgo sudah beralih dari dahan satu ke dahan yang lain, benar-benar secepat kilat. Raja yang melihat itu hanya melongo, sedikit membuka mulutnya. Elgo bak orang utan yang sudah terbiasa memanjat pohon. Tak sampai lima menit, Elgo sudah berada di dekat buah mangga yang akan dipetik. Sebelum mengambil, Elgo menengok ke bawah, hanya memastikan apakah sohibnya itu melihat aksinya atau tidak. "Ja, gue keren nggak manjatnya?" teriak Elgo dari atas sana, wajahnya menatap Raja dengan kedua alis yang dinaikiturunkan. Terlihat gestur muka Raja yang berbinar, lalu sedetik kemudian ia mengangkat dua jempol tangannya tinggi-tinggi ke udara. "Keren banget sumpah, kok lo bisa kayak gitu sih?" Kini Raja berkacak pinggang, kepalanya masih mendongak ke atas. "Ya jelas dong, gue gitu lho. Dari kecil udah biasa soalnya, mangga tetangga gede-gede tuh." Di atas dahan mangga yang kokoh, Elgo tertawa terbahak. "Gue nggak nyangka banget," kata Raja sembari menggelengkan kepalanya. "Kenapa?" "Lo mirip monyet, soalnya sama-sama ahli manjat pohon," kata Raja dengan lancangnya, hingga akhirnya ia terbahak setelah mengucapkan kata itu. "Setan lo!" Elgo menggerutu di tempatnya, lihat saja nanti, Elgo akan memberi cowok s****n itu hukuman. Kalo bisa, hukuman mati sekalipun, begitu entengnya Raja berbicara seperti itu kepada dirinya. Elgo sungguh tidak terima disamakan dengan monyet. Menyebalkan sekali! Saat Elgo dengan cekatan memanjat pohon, Sia sedikit terkejut melihatnya. Kenapa cowok itu nekat sekali? Padahal letak pohon ini berada di lapangan utama, disamping lapangan basket lebih tepatnya. Tetapi, hal itu tidak menyurutkan niat Sia untuk berterima kasih kepada cowok itu. Ya, Sia harus mengucapkannya sekarang, ia tidak mau mengulur waktu. Lebih cepat lebih baik, kan? Setelah masalah ini sudah selesai, Sia ingin menghindar dari cowok itu jauh-jauh. Sia tidak ingin kecipratan ulahnya. Sia melangkah maju, ia memutuskan menunggu Elgo tidak jauh dari sana, agar setelah kakak kelasnya itu turun dari pohon, dirinya bisa langsung mengungkapkan semuanya. Ya, Sia terasa itu adalah ide yang sangat brilian. "Ja, gue lempar sekarang, ya?" Setelah dengan mudah memetik buah mangga, Elgo berseru agar Raja bersiap-siap menangkap lemparannya ini. "Yoi Go, yang benar lo lemparnya, gue nggak mau ya mangga yang lo lempar kena kepala gue, bisa jadi remahan kalo kena," ujar Raja mewanti-wanti. Elgo itu sangat usil, tidak salah jika Raja mengatakan hal seperti itu. Ia hanya waspada dan mewanti-wanti Elgo. Setelah Elgo mengangguk setuju, dengan segera Raja mengambil ancang-ancang, kedua tangannya sudah tersodor ke atas. Pohon mangga itu tidak terlalu tinggi, tentu saja hal itu memudahkan Raja untuk menangkapnya. "Siap Ja, gue lempar sekarang. Hitungan ketiga, ya? Satu, dua, tiga." Tepat setelah itu, Elgo melempar mangga. Dan ... Hap! Tak lama setelah mangga melayang di udara, sekarang tangan besar milik Raja berhasil menangkapnya. Senyumannya mengembang setelah berhasil. "Auuw!" Raja menyerngitkan keningnya, mangga ini tidak mengenal orang lain dan sekarang tepat berada di telapak tangannya. Tetapi, kenapa telinganya mendengar rintihan orang menahan sakit? Setelah ia mencari suara itu berasal, kemudian ekor matanya menemukan seorang gadis yang sedang menyentuh kepalanya, tapi tunggu. Kenapa dirinya tidak menyadari cewek itu berada disampingnya? Ah, lupakan. "Oi Go, turun lo." Raja memfokuskan meneliti cewek di sampingnya ini, setelah dilihat sekeliling. Ia menemukan mangga lain yang tergeletak tak jauh dari si cewek berdiri. Ah, Raja sudah menebak dengan pasti bahwa kepala cewek ini terkena ulah dari Elgo. Setelah Elgo sudah turun dengan sempurna, dengan gerakan cepat cowok itu berlari ke hadapan Raja. "Kenapa?" "Lo gimana sih, gara-gara lo mangga tadi kena nih cewek," tuding Raja pada Elgo. "Nah, kok lo malah nyalahin gue sih. Ya elo yang seharusnya tanggung jawab atas jatuhnya mangga ini. Tadi katanya lo udah siap, ya gue lempar lah." Raja mendengkus kasar, lalu memutar bola matanya, dan selang beberapa detik ia mulai berkata, "ya gue mana tau lo lempar dua mangga sekaligus, lagian lo kenapa nggak ngomong sih?" "Yaudah terus lo mau apa?" Dihadapan Raja, Elgo berkacak pinggang. Mengangkat dagunya tinggi-tinggi. "Minta maaf lah, malah tanya lagi. Hidup gue kok gini amat, ya? Punya sahabat bloon banget. Berasa pingin nendang b****g lo gue nih Go." Elgo berdesis, matanya tiba-tiba memerah dan menyorot dengan nyalang ke arah Raja. Seketika Raja menelan salivanya, Elgo benar-benar sudah berubah menjadi macan tutul, apakah Raja harus kabur sekarang dari tempat ini sebelum diterkam oleh Elgo? Kepala Sia masih merasakan denyutan yang keras, tak dimungkiri, Sia sudah merasakan pusing. Benar-benar s**l. Sia hanya menundukkan kepalanya, rambutnya yang sedikit menutupi wajahnya membuat Elgo maupun Raja susah melihat gestur wajah cantiknya. "Gue minta maaf, lo nggak pa-pa, kan? Mana yang sakit? Kepala lo bolong nggak? Kalo bolong, yuk cepetan gue jahitin sini mumpung gue bawa jarum sama benang tuh di tas. Atau otak lo pecah? Waduh gue nggak punya cadangan otak lagi. Tapi kalo otak lo cuma retak sedikit dan butuh ditambal, gue sih bisa bantu." Ya ampun, kepala Sia hampir meledak mendengar perkataan konyol itu. Kenapa Elgo menyebalkan begini? Mulutnya sungguh minta diberi lem perekat, hal itu membuat telinga Sia sakit mendengar cerocosan dari mulutnya. Sia menahan napasnya sesaat, lalu membuangnya dengan kasar. "Terima kasih kak," ucap Sia begitu tulus, ia kemudian memberanikan diri menatap wajah kedua cowok itu. "Alamak, ngimpi apa gue semalam sampai ketemu bidadari yang nyasar ke sini? Eh, pasti selendangnya udah di ambil orang, ya? jadi lo nggak bisa kembali ke khayangan. Yuk, Abang bakal bantu cariin deh," celetuk Raja begitu berbinar, pandangannya tidak mau lepas dari wajah cantik Sia. Sia hanya menanggapi dengan senyuman geli, aneh banget tingkah kedua cowok dihadapannya ini. Sia akui jika mereka sangat tampan, tetapi kalau sudah menyadari sifatnya. Ya ampun, rasanya ingin buang mereka ke air got. "Bidadari kepala lo gepeng!" Elgo langsung memberi jitakan keras di kepala Raja sampai cowok itu mengaduh kesakitan. "Eh, tadi apa lo bilang, makasih? Gue terima deh. Jadi gue nggak perlu minta maaf, kan?" Apa-apaan ini? Kenapa tingkah Elgo sangat absurd sekali? Sia sudah menahan amarahnya. Ia tidak boleh emosi dihadapan mereka. Seharusnya sudah seharusnya Elgo meminta maaf karena sudah berbuat salah. Sia lalu tersenyum getir, "iya, makasih soal yang kemarin kak." Sia bernapas dengan lega, ia memejamkan matanya sekejap, akhirnya ia sudah mengucapkan kata itu. Setelah ini, ia sudah tidak ada urusan lagi dengan Elgo. "Kemarin? Lo kayaknya baru ketemu sama gue deh." Alis Elgo memicing, sementara Sia menghela napasnya. Bagaimana Elgo lupa dengan itu? Tak apa lah, Sia bisa menjelaskan, lagipula Elgo itu siapa dan Sia itu siapa? Elgo tidak salah jika dia tidak mengingat Sia. Mereka memang tidak mengenal satu sama lain sebelumnya. "Iya, soal di kantin. Kakak udah nolongin aku dari geng kak Sashi." Sia dapat melihat Elgo yang berpikir, dahinya tampak bergelombang, Sia berharap Elgo akan segera ingat dan Sia juga dapat segera pergi dari hadapannya. "Oh yang itu, iya gue ingat. Nama lo siapa?" "Sia kak," jawab Sia sedikit menundukkan kepalanya, canggung sekali berbicara dengan Elgo. Setelah ada jeda diantara mereka, Sia mengembuskan napas pelan lalu mulai berkata kembali, "ya udah, aku mau balik ke kelas dulu kak." Setelah Sia memutar tubuhnya dan hendak melangkah menjauh, suara Elgo yang memanggil namanya membuat niat Sia seketika urung. Tak lama kemudian Sia berbalik badan sembari melempar tatapan bingung. "Kepala lo masih sakit nggak?" tanya Elgo menatap lurus ke arah Sia, dan hadiahi gelengan kepala dari Sia. "Berarti kalo lo nggak pa-pa, gue nggak usah minta maaf, kan? Elo, kan, nggak lecet sedikutpun." Sia tersenyum secara terpaksa, padahal Elgo sudah berbicara seperti itu sebelumnya. Ajaib sekali tingkah cowok itu, tetapi di sisi lain sangat menyebalkan. Apalagi ketika Sia melihat Raja yang menganggukkan kepala dan turut setuju akan ucapan Elgo. Ish, Sia sudah ngedumel di dalam hati. Akhirnya, Sia hanya tersenyum kecil, agar semuanya cepat selesai. Ia hanya mengangguk mengiyakan. Dan Sia bertekad, ini adalah ketemuan terakhir dengan dua makhluk aneh itu. Sia tidak bisa membayangkan jika setiap hari bertemu mereka, membayangkannya saja sudah membuat bulu kuduk Sia seketika saja langsung meremang. Tak lama setelah itu, Sia menyeret kakinya menjauh, tetapi telinganya masih saja menangkap suara aneh dari kedua kakak kelasnya itu. Beritahu Sia kalau sepasang telinganya tertinggal di tempat itu! "Ja, lo beli masako atau minta garam deh di kantin. Cepetan sono!" "Kok gue? Lagian, kan, elo yang pingin dicocol garam, gue mah nggak mau." Elgo mendengus kesal, tingkah Raja sudah membuat kepalanya sakit. "Gue udah manjat pohon, sekarang gantian elo lah yang beli. Enak banget idup lo, tinggal makan doang. Lah gue? Udah ngorbanin banyak tenaga buat panjat tuh pohon. Banyak semut merahnya lagi." Raja yang mendengar itu lantas terkekeh, ia sekarang percaya dengan ucapan Elgo, cowok itu memang dikerubungi semut merah. Terlihat dari kulitnya yang merah- merah. Rasanya Raja ingin sekali menyemburkan tawa. Tetapi disisi lain ia juga prihatin, sahabatnya itu masih saja menggaruk-garuk bagian kulit yang gatal. "Emang seberapa banyak lo ngorbanin diri lo buat manjat pohon ini?" Raja melipat kedua tangannya didepan dadanya. "Enam puluh persen dari tenaga gue udah terkuras, otot di kaki gue, otot tangan gue, belum otot-otot bagian tubuh yang lain, mata tajam gue, segala doa juga udah gue panjatkan. Nah, kan? Banyak banget pengorbanan gue. Emang elo yang duduk duduk santai sambil lihat video nggak bermutu!" Raja mendengkus pasrah, ia tidak boleh marah karena ia sendiri sudah tahu sikap sahabatnya ini, absurd sekali. "Oh yang paling penting, gue udah ngorbanin perasaan gue. Kurang apa lagi coba?" "Kok tiba-tiba pindah ke perasaan? Aneh banget!" Raja memutar bola matanya malas sementara Elgo tersenyum sinis. "Nah, kalo nggak pake perasaan, apa jadinya nanti? Gue nggak bisa manjat pohon mangga ini dong? Apapun kegiatan yang sedang lo lakukan, lo harus pakai perasaan. Gimana sih lo, udah sekolah tiga tahun nggak ngerti-ngerti juga." Elgo menggelengkan kepalanya sambil menghela napas kasar, ia rasa sahabatnya ini sangat bodoh. "Kok tiga tahun? Dua belas tahun ini lah." Raja yang tak terima langsung menjawab dengan tegas. "Tiga tahun b**o, punya otak itu dipake, bukan sebagai pajangan doang. Makanya nggak bisa buat mikir, otak lo butuh di bersihin, banyak kotoran cacingnya itu!" Kepala Raja hampir meledak rasanya, kenapa Elgo bisa seperti itu? Emosi Raja hampir saja terpancing kalau saja ia tidak teringat satu hal. Ya, tingkahnya. "Terserah lo aja deh Go, gue pusing. Tiga tahun dari mananya dodol?!" "Gue mau tanya sama lo sekarang, Lo mau kuliah nggak?" Anggukan kepala terlontar dari Raja, dan itu artinya ia memang mau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. "Nah, kalo lo mau kuliah, yang dibutukan ijazah apa?" Elgo berkacak pinggang, menunggu jawaban dari Raja yang terlihat masih berpikir. "Ijazah SMA lah, emang mau pakai apa? Ijazah SD?" Raja menggerutu sebal, pertanyaan dari Elgo menurutnya sangat bodoh. "Berati ijazah SD sama SMP nggak dibutuhkan, kan?" "Iya, nggak butuh," jawab Raja malas, ia sudah tidak tertarik dengan obrolan nggak penting ini. "Jadi, lo sekolah tiga tahun lah. Kan, yang sekarang lo butuhkan cuma ijazah SMA, sekarang lo paham?" Elgo menepuk pundak Raja satu kali. "NGGAK!" jawab Raja begitu tegas dan keras, bola matanya ia putar, Elgo sudah merenggut emosinya. Hanya karena berdebat tentang siapa yang beli garam dan masako di kantin, mereka berdua malah ribut sampai bahas hal-hal yang tidak berguna sama sekali. Sia yang sedari tadi bersembunyi di balik tembok, memilih untuk mendengar pembicaraan absrud dua sejoli itu, kali ini Sia menggelengkan kepalanya. Senyuman miring tercetak disepasang ujung bibirnya. Tetapi, Sia sedikit terhibur dengan itu, Elgo terkadang lucu dan menggemaskan, wajahnya juga kelewat ganteng, sangat terlihat kontras dengan sifatnya yang seperti itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN