Tatapan Pak Rozi setelah melihat itu langsung menghunus ke arah Raja, sementara Raja sudah meneguk salivanya dengan susah payah.
"Iya, pak saya buat deh," jawab Raja dengan malas, direbutnya ponsel miliknya dari genggaman Elgo, tak lupa ia menarik ponsel itu secara kasar.
Elgo tidak marah, ia hanya menggelengkan kepalanya, lalu selanjutnya ia melihat wajah cemberut Raja yang terlihat dengan jelas.
Dengan cekatan, Raja mengutak-atik ponselnya, menekan menu pengaturan dan mulai memasang sandi diponselnya. Bisa dilihat sendiri, tingkah guru satu ini sangatlah aneh. Sebenarnya guru matematika itu tidak ada berhak untuk mengatur ponsel milik Raja, memang dia tuan benda itu? Enggan, kan? Sudahlah, Raja pasrah dan menurut saja.
Tak lama, Raja sudah selesai, lalu dengan malasnya ia menyerahkan ponselnya kepada pak Rozi, "ini udah pak," katanya sembari melempar bola matanya dengan malas.
"Sandi-nya apa?" tanya Pak Rozi setelah melihat layar ponsel milik Raja.
"Itu, kan, udah nyala. Ngapain tanya sandi segala?"
"Bapak cuma tanya, di sini bapak adalah guru kalo kamu lupa."
Pak Rozi tidak mau kalah, menuding Raja habis-habisan. Memang apa hubungannya dengan guru dan sandi ponsel? Aneh sekali guru satu ini.
Tak mau kalah, Raja segera menjawab, "di sini saya yang punya hape kalo bapak lupa."
"Loh, bapak nggak pelupa lho, bapak juga ingat nama-nama anak bandel di kelas ini!"
Lihat itu, bagaimana tidak emosi coba? Guru satu ini sungguh membuat lava yang berada diubun-ubun kepala seketika saja langsung mendidih. Semua siswa dan siswi yang mendengar itu hanya membuang napasnya secara kasar. Sudahlah, memang ini sudah menjadi hukum alam. Guru selalu benar dan murid selalu salah. Dan oleh karena itu, semua siswa bertekad menerjang teori menyebalkan itu.
"Hei buruan, apa susahnya sih!" Gertak Pak Rozi lebih keras, tak sampai disitu, beliau juga menggebrak meja dihadapan Raja sampai cowok itu terlihat kaget.
"Lho, kok bapak ngegas sih, ya terserah saya lah pak mau kasih tau bapak atau enggak. Ini kan hape punya saya. Lagian nih, ya, ponsel saya itu udah nyala pak, jadi bapak nggak butuh kata sandi untuk membukanya, aneh banget nih bapak!"
Raja sudah muak, emosinya naik pitam, dadanya naik turun menahan amarahnya yang siap menyemprot keluar.
"Udah Ja, tinggal jawab aja. Biar kelar nih masalah," bisik Elgo disampingnya, Raja yang mendengar itu mengangguk mengiyakan. Pak Rozi benar-benar guru paling aneh.
"Sandi ponsel saya satu sampai sembilan," balas Raja cuek, tak mau berurusan dengan Pak Rozi lagi.
"Nah, gitu dari tadi, kan, enak sih."
Guru matematika itu seketika mematikan layar ponsel milik Raja, dan tak lama kemudian ia mulai menyalakannya lagi, benar saja, Raja sudah memberi sandi di ponselnya. Karena sudah tahu, Pak Rozi langsung mengetik sandi sesuai apa yang Raja katakan. Ish, kurang kerjaan banget guru itu.
"Lho, kok salah. Jangan coba bohongin saya kamu Raja!"
Raja langsung menatap Pak Rozi dengan sangar, nyebelin emang nih guru, mengomel mulu kerjaannya. Lagian, Raja berkata sesuai fakta, memang sandinya seperti itu, mungkin guru itu saja yang salah ketik. Main protes aja kerjaannya!
"Salah ketik kali pak, coba lagi tuh," celetuk Elgo kemudian, ia hanya inisiatif karena melihat Raja yang sudah mengembungkan pipinya frustrasi.
Guru matematika itu menurut, lalu mulai mengetik sandi lagi. Dan sampai percobaan kelima masih saja gagal. Dan tekad beliau sudah bulat, pasti Raja sudah membohonginya.
"Ini kamu lihat, coba lagi dalam tiga puluh detik. Apa-apaan ini, jangan coba-coba ngibulin bapak, ya kamu!" Dengan mata yang melotot tajam dan hampir keluar dari tempatnya, Pak Rozi berseru lagi. Kali ini lebih kencang.
"Nah, buat apa saya nipu bapak, lebih untung nipu emak sayalah dapat duit," cetus Raja begitu santai, memang berhak ia sesantai itu, karena ia sendiri sadar kalau kesalahan tidak terletak pada dirinya.
"Ya udah apa tadi sandinya?"
"Satu sampai sembilan, bapak! Ya Allah, paling gitu aja direpotkan segala sih, susah bener dah."
Tak mau mengurus ucapan Raja, Pak Rozi masih sibuk menyalin sandi, dan hasilnya masih saja tampak salah. Ah sudah, emosi Pak Rozi sudah tidak bisa ditampung lagi, sedetik kemudian amarahnya langsung keluar begitu saja.
"Kamu ini, berani-beraninya nipu saja, nih akibat buat kamu!"
Setelah kalimat paling mengesalkan itu bercampur dengan udara sekitar, satu jitatan keras mendarat dikepala Raja.
Tak mungkiri, Raja sudah kesal setengah mati, dirinya yang tidak salah, tapi kenapa malah ia sendiri yang terkena batunya? Ini sungguh sangat menyebalkan, Raja sudah merapalkan segala doa, berharap agar Sang Maha Kuasa memberikan kekuatan lahir dan batin.
Raja kemudian menghela napas, dan mulai berkata, "coba bapak ulangi, biar saya lihat," putus Raja akhirnya.
Anggukan kepala muncul dari Pak Rozi, beliau menurut begitu saja, dan mulai mengetik sandi lagi. Entah sudah kali ke berapa Pak Rozi melakukan hal itu. Dasar guru matematika tidak punya kerjaan.
Setelah melihat Pak Rozi mengetikkan sandi, Raja lantas menghela napas berat sambil menepuk jidatnya. Pantas saja selalu salah, orang sandi yang diketik salah melulu. Ingatkan Raja bahwa nanti ia harus membawa Pak Rozi ke pengadilan negara agar dijatuhkan hukum yang berat karena sudah menuduh yang tidak-tidak.
"Orang bapak sendiri yang ngetiknya salah, kenapa malah salahin saya. Introspeksi diri napa sih pak!" kata Raja, ekor matanya menatap Pak Rozi dengan muak.
"Lah katanya satu sampai sembilan, ini saya usah tulis benar loh."
"Iya emang bener, tapi nggak pakek huruf bapak!" Raja menggelutukkan giginya kesal, ingin sekali menonjok muka Pak Rozi kalau Raja tidak ingat siapa orang dihadapannya ini.
"Lah terus gimana?"
"Pakai angka bapakku sayang, ketik satu sampai sembilan. Bapak sekarang paham?"
Guru berumur kepala empat itu asik memandangi layar ponsel Raja digenggaman tangannya, lalu mengetikkan angka sesuai perintah dari anak didiknya itu. Raja jadi bingung sendiri, sejak kapan guru matematika itu menjadi t***l seperti itu?
"Oh iya, berhasil nih. Hehehe." Cengiran khasnya baru saja muncul dari sepasang sudut bibir Pak Rozi, beliau terkekeh sembari menepuk-nepuk pundak Raja. Sementara Raja yang mendapati hal seperti itu hanya mendengkus kasar. Namun, ia sedikit lega. Akhirnya masalah yang menguras emosi ini bisa selesai juga.
"Ya udah, nih cari!" Ponsel itu diserahkan kembali kepada Elgo.
Elgo tidak bertanya lagi apa perintah dari gurunya itu, ia sendiri sudah tahu. Seluruh siswa dan siswi di kelas ini sudah tahu. Kebiasaan guru itu yaitu menagih ponsel setiap siswa untuk melakukan hal itu. Hal yang membuat siapa saja geli untuk melakukannya. Sebenarnya pak Rozi itu cocok untuk guru seperti apa? Bedah hape?
Benar-benar tidak habis pikir.
"Ini pak sudah, buruan sini!" Elgo berkata sambil mengayunkan tangannya, mengisyaratkan agar Pak Rozi segera mendekat ke arahnya.
Setelah menurut, guru itu mulai mencondongkan mukanya, menatap layar ponsel secara seksama. Semua siswa dan siswi yang melihat itu mulai terkikik geli, kali ini giliran Elgo yang harus berselfie dengan Pak Rozi. Dan hal yang lebih sialnya lagi, foto itu tidak boleh dihapus sampai kelulusan nanti.
"Kok pakek kamera bawaan sih?" Tatapan Pak Rozi beralih menatap Elgo dengan dahi berkerut.
"Jangan tanya sama saya pak, yang punya hape kan bukan saya, ini punya Raja," ucap Elgo tersenyum cerah, jari tangannya menunjuk sahabarnya yang terduduk dengan tegap disampingnya.
"Eh, kamu nggak punya aplikasi kamera beauty plus sama B612, ya?!" tanya guru itu dengan tatapan tak suka.
Dengan percaya diri seraya d**a tegap condong ke depan, Raja mulai berseru, "maaf pak, saya bukan cewek yang punya aplikasi gituan, kalo saya punya, saya banci dong?"
"Lah tapi kamera b***k begini, nanti ketampanan saya ancur lebur saat selfie pakek hape kamu," balas guru itu tak kalah sengit.
"Terserah bapak mau ngomong apa, kalo nggak mau pakek hape saya juga nggak pa-pa, kok!" balas Raja begitu cuek, saking cueknya ia bahkan melipat sepasang tangannya didepan d**a sembari melempar tatapan ke arah lain.
"Udah, daripada ribut-ribut, donlot aja gih buruan!"
"Siap lapan enam pak!" jawab Elgo begitu tegas, ia mengangkat tangannya dan memberi hormat kepada Pak Rozi.
"Daripada bingung, kamu donlot dua-duanya aja, ya?" Guru matematika itu menepuk pundak Elgo satu kali dan disambut acungan jempol dari Elgo.
"Eh, kuota gue udah karatan, ya! Jangan pakek buat donlot, lagian hape gue juga kapasitas tuh, mana cukup buat nyimpen aplikasi nggak guna gitu!" celetuk Raja kepada Elgo.
"Ah bohong lo ketauan banget, orang ruang penyimpanan masih satu giga lebih nih," balas Elgo sembari menunjukkan layar ponsel kepada Pak Rozi dan Raja secara bergantian.
Sialan emang nih Elgo, rasanya Raja ingin mematahkan lehernya saja agar tahu rasa. Tinggal iyain aja apa susahnya, sih? Elgo benar-benar tidak setia kawan. Lihat aja nanti, Raja akan balas perbuatannya sohibnya itu.
"Udah buruan donlot, jangan dengerin omongan dedemit ini, nggak penting. Buang ke tong sampah aja juga beres kok!"
Ucapan yang terlontar dari mulut tukang nyiyir milik Pak Rozi sungguh membuat ginjal Raja terasa seperti diremas, diinjak dan disiksa hidup-hidup. Dasar mulutnya itu! Nyebelin sekali itu guru sampai ngomong seperti itu. Ah, apalagi telinga Raja sudah hampir meledak mendengar teman-teman kelasnya yang tertawa dengan keras.
"Terserah bapak deh mau ngatain saya apa, saya nyerah. Mau bapak apain itu hape milik saya, saya juga nggak peduli lagi!" cetus Raja pada akhirnya.
Pak Rozi tidak membalasnya, ia sekarang malah menyuruh Elgo untuk cepat-cepat donlot aplikasi Beauty plus dan B612.
"Ini pak udah, mau pakek yang mana dulu nih?" Elgo menatap datar ke arah Pak Rozi, meminta jawaban darinya.
"Terserah kamu ajalah, yang paling bagus apa?"
"Saya nggak tahu, tanya aja sama yang cewek cewek, mereka pasti punya kok aplikasi ginian!" ucap Elgo sembari menatap teman cewek di kelasnya. Ekspresi mereka semua berubah gelisah, bukan karena takut, melainkan mereka hanya malas menjawab jika Pak Rozi bertanya.
"Beauty plus dulu aja, biar muka saya jadi glowing," pinta Pak Rozi, lalu mulai mendekat ke arah Elgo yang sudah siap siaga membuka kamera itu.
Tak lama kemudian, guru itu menyuruh Elgo untuk bergabung berfoto, Elgo tidak menolak sama sekali, memang setiap jam pelajaran guru matematika ini pasti ada sesi seperti ini. Menyebalkan memang, tapi tak apalah, daripada berpikir menghitung rumus yang membuat otak menjadi mengepul.
"Siap pak? Satu, dua, tiga, cekrek!"
Tidak hanya satu foto yang berhasil di lambil Elgo. Ingat! Itu bukan kemauan dirinya, tetapi didesak oleh Pak Rozi, sudah puluhan foto yang dipotret dengan berbeda gaya. Mereka semua yang melihat ekspresi Pak Rozi bergidik ngeri. Bagaimana tidak? Guru matematika aneh itu memasang raut wajah menjijikan seperti menjulurkan lidah, cemberut, atau mengangkat dua jari tangannya ke udara. Muak sekali melihat tingkah konyol seperti itu.
"Udah kan, pak?"
"Belum lah, kita pindah ke aplikasi sebelah," ujarnya keras sembari menepuk pundak Elgo satu kali. Elgo menjawabnya dengan anggukan kepala, lalu mulai melaksanan perintahnya.
"Buset dah, kenapa hape gue yang jadi korban buat nyimpen foto-foto alay Pak Rozi sama Elgo," desis Raja, otomatis suaranya tidak terdengar oleh pak Rozi, guru itu sedang sibuk mengambil foto dengan Elgo. Raja hanya bisa mencibir sembari memangku dagunya.
"Udahlah, bapak capek, balikin tuh hape kentang ke yang punya, nggak guna banget, saya mah punya sepuluh model kek gitu di rumah," celetuk Pak Rozi hingga Raja kembali memaki lagi, dalam hati pastinya.
Bukannya terima kasih, malah mengatai nggak jelas pula, dasar guru nggak tahu di untung. Lebih baik tadi Raja tidak usah meminjamkan ponselnya sekalian.
Sebelum Elgo menyerahkan ponselnya, Raja sudah merampasnya terlebih dahulu, dan tentu saja ekspresi garang ia tunjukan.
Raja langsung berdecak lagi, ponselnya sudah melebihi kapasitas, galeri yang ada diponsel sampai tidak bisa dibuka. Semua ini gara-gara aplikasi pembawa petaka dan Pak Rozi. Lihat saja, Raja akan balas perbuatannya, tidak sudi ia menyimpan foto-foto alay mereka. Lebih baik setiap jam pelajaran guru matematika itu, dirinya tidak membawa ponsel. Bukan tanpa alasan, kejadian seperti ini agar tidak terulang lagi.
Tak menunggu waktu lama lagi, dua aplikasi itu Raja uninstall, dasar tidak berguna. Bisa-bisa Raja diejek mamanya kalau mamanya itu tahu dirinya menyimpan aplikasi khusus untuk cewek satu ini.
Raja sudah bernapas lega, ponselnya kembali normal, tinggal membersihkan noda-noda digaleri ponselnya.
Mulut Raja kembali mengeluarkan gerutuan frustrasi, alay sekali foto-foto Pak Rozi dan Elgo. Dasar menjijikan, rasanya Raja ingin menceburkan Pak Rozi ke kolam yang berisi banyak ikan piranha.
Andai saja Raja tidak ingat siapa laki-laki itu, mungkin sudah sejak tadi ia melancarkan aksinya. Keputusan Raja sekarang sudah bulat seperti bakso, dlia tidak ingin membawa ponsel ketika pelajaran guru matematika super somplak bin menyebalkan bin s****n itu. Tidak akan pernah lagi!