5. BCA - Pelakor

1409 Kata
“Apa maksud dari pertanyaan kamu? Mas nggak pernah menganggap kamu sebagai kekasih gelap. Mas nggak punya niat main-main sama kamu, Mas serius sama kamu. Mas cinta sama kamu,” tegas Ezra. “Mas nggak pernah anggap kamu wanita yang bisa dibayar, Mas beli apartement itu emang karena mau kasih kamu supaya kamu bisa hidup layak hanya itu. Mas nggak suka lihat kamu tinggal di rumah gang sempit itu,” tegas Ezra. “Mas bohong, kalau Mas cinta nggak seharusnya Mas jujur. Harusnya Mas jujur kalau Mas itu udah punya anak dan istri, bukan je…” “Kalau Mas jujur apa kamu bisa terima Mas? Kamu jelas menjauh dan nggak mau sama Mas. Caranya memang salah, tapi tolong percaya kalau Mas melakukan itu bukan karena mau menjebak kamu. Mas benar-benar jatuh cinta sama kamu, Mas benaran sayang sama kamu. Kalau kamu mau, Mas bisa nikahin kamu sekarang kalau emang mau.” “Lalu bagaimana dengan anak kamu sama istri kamu Mas? Mas Ezra nggak pikirkan perasaan mereka gimana? Kalau Mas cinta sama aku, gimana sama istrinya Mas Ezra? Emangnya Mas Ezra nggak cinta? Kenapa Mas harus lakukan ini?” tanya Alma marah. “Kalau Mas bilang tidak mencintai istri Mas, apa kamu bisa percaya? Mas dapat cinta itu dari kamu, bukan dari dia. Dari awal menikah sampai sekarang Mas nggak pernah cinta sama dia, kamu bisa terima?” tanya Ezra membuat Alma mengernyitkan keningnya bingung. “Bagaimana bisa Mas nikah sama orang yang nggak Mas cintai?” tanya Alma. “Kenapa nggak bisa? Semuanya bisa Alma, Mas sama dia itu nikahnya kare…” Pintu tiba-tiba terbuka membuat Ezra akhirnya terdiam. Alma langsung saja mengalihkan pandangannya melihat keluar. “Ini pak kopinya,” kata Rahmat sambil memberikan kopi yang baru saja dibelinya itu. “Terima kasih Rahmat.” Mereka kembali melanjutkan perjalanan tanpa selesai bicara. Tak butuh waktu lama mereka tiba di tempat pertemuan, Ezra dan Alma langsung saja masuk ke dalam ruangan tersebut. Mereka langsung saja memulai rapat itu karena mereka sudah ditunggu. Alma melakukan tugasnya seperti yang disampaikan Niken padanya. Setelah pertemuan itu selesai, mereka makan siang bersama sebelum berpisah. “Terima kasih atas pertemuan hari ini Pak,” kata Ezra sambil mengulurkan tangannya pada rekan kerjanya itu. “Sama-sama Pak, senang bekerja sama dengan Bapak. Saya harap rencana ini berhasil dan bisa menguntungkan banyak hal untuk kita.” Rekan kerja Ezra itu akhirnya berpamitan untuk pergi terlebih dahulu. “Ayo kita bahas lagi tentang yang belum selesai tadi,” kata Ezra kembali duduk. “Sudah seharusnya kita kembali ke kantor Pak. Mbak Niken pasti sudah menunggu di kantor, ada Pak Rahmat juga yang sudah menunggu di depan. Saya tidak mau menimbulkan hal yang nggak baik nantinya, kalau terlalu lama keluar Pak,” kata Alma. Wanita itu bangkit berdiri dan hendak meninggalkan Ezra, hampir saja ia terjatuh karena kursi menghalangi kakinya. Ezra dengan sigap menahan Alma hal itu membuat Alma kesal. “Bapak jangan mengambil kesempatan sama saya, jangan seperti ini,” kata Alma kesal sambil melepaskan tangan Ezra darinya. “Mas hanya mau menolong kamu, tadi kamu mau jatuh. Kalau kamu jatuh bagaimana?” Alma berdecak dan meninggalkan Ezra. Pria itu menghela napasnya kasar dan menyusul Alma yang sudah jalan terlebih dahulu. *** Alma baru saja selesai mandi dan keluar dari kamar mandi terkejut melihat Ezra sudah berada di kamarnya. Pria itu sudah melepaskan pakaian kerja yang dipakainya tadi, menyisakan kaos dalam serta celana pendek yang digunakannya. Alma terkejut melihat Ezra, pria itu melihat Alma yang sudah memakai gaun tidur miliknya membuat pria itu tersenyum. “Kamu mau ngapain ke sini Mas? Pergi!” usir Alma. “Kita perlu bicara, Mas mau kita bahas pembahasan yang tertunda tadi,” tegas Ezra mencoba mendekat. “Pergi Mas, kamu pulang. Aku nggak mau istri kamu curiga, jadi tolong pergi dari sini. Aku nggak mau bahas apapun lagi sama kamu.” Alma berusaha menghindari Ezra dengan bergerak mundur. Namun Ezra mencekal tangan Alma menahan wanita itu. “Enggak, kita perlu bicara. Mas juga kangen banget sama kamu,” lirih Ezra sambil menarik Alma lalu memeluk wanita itu. Alma berusaha melepaskan diri. “Lepas Mas, jangan kayak gini.” Ezra tak mendengarkan penolakan Alma, pria itu terus saja memeluk Alma. Bahkan Ezra mencium Alma, wanita itu berusaha memberontak namun tenaga yang dimiliknya tak sekuat Ezra. Bahkan Alma sudah berbaring di atas ranjang karena Ezra, ciuman pria itu mulai turun di lehernya. Tangannya juga sudah tak tinggal diam. Alma terus saja memukul Ezra dan meminta dilepaskan. Bahkan Alma sampai menangis, namun Ezra tetap tak peduli. Tangis Alma semakin keras saat Ezra hendak melepaskan bajunya membuat pria itu akhirnya berhenti. Ezra mengusap wajahnya kasar lalu duduk di tepi ranjang. Alma melipat kakinya meringukuk seperti bayi sambil menangis. “Mas minta maaf, Mas berlebihan. Mas salah, Mas selalu nggak bisa menahan diri kalau udah sama kamu,” lirih Ezra menyesal. Alma tak menjawab, wanita itu masih saja menangis. Ezra menoleh ke belakang, lalu naik ke atas tempat tidur dan berbaring di samping Alma. Pria itu memeluk Alma dari belakang dan mencium puncak kepala Alma berkali-kali. Awalnya Alma menolak, namun menolak akan percuma karena Ezra akan tetap melakukannya. Ezra menarik Alma agar ke sisinya, menjadikan tangannya sebagai bantal untuk kepala Alma. Ezra meletakkan tangannya diperut Alma dan mengelusnya. “Jujur Mas kecewa sama kamu, kenapa kamu harus menggugurkan anak kita? Andai aja kamu bersabar sebentar lagi, Mas pasti akan menemui kamu,” lirih Ezra. “Mas ingin punya anak dari kamu, dari wanita yang Mas cintai. Mas sangat senang saat tahu kamu hamil, Mas berani bersumpah untuk itu. Tapi kenapa kamu membunuh bayi kita?” tanya Ezra lagi dengan sedih. “Aku nggak siap menanggung semuanya sendiri Mas tanpa kamu,” lirih Alma. “Kamu nggak sendiri, ada Mas yang akan menemani kamu. Mas udah bilang akan bertanggung jawab sama kamu, ta..” “Mas Ezra menghilang, aku nggak punya pilihan lain. Mas pikir aku mau melakukan hal itu? Jelas aku nggak mau, aku akan menjadi orang jahat! Tapi aku harus melakukannya, setidaknya demi menyelamatkan diriku sendiri. Kamu yang jahat Mas, karena pergi tinggalin aku,” sindir Alma. “Mas punya alasan untuk itu, Mas nggak pergi meninggalkan kamu. Setelah kita pulang dari rumah sakit dan Mas antar kamu, Mas kecelakaan. Handphone Mas hilang, keadaan Mas saat itu nggak baik-baik aja. Lebih dari seminggu Mas berada di rumah sakit. Mas nggak bisa menghubungi kamu, jujur Mas lupa nomor telepon kamu. Mas nggak bisa keluar, selama ini Mas ditahan sampai benar-benar sembuh. Kamu jelas lihat ada bekas perban di kening Mas, kalau kamu lihat di bagian belakang juga masih ada bekas lukanya. Mas baru keluar kemarin saat pertemuan kita di kantor, setelah itu Mas ingin datangi kamu dan beli handphone baru. Tapi sebelum Mas melakukan itu, Mas udah ketemu sama kamu di kantor. Mas benar-benar terkejut lihat kamu waktu itu. Mas berani bersumpah Alma, Mas nggak pergi meninggalkan kamu,” tegas Ezra. “Kamu bisa lihat ini bekas lukanya,” kata Ezra sambil bangkit untuk duduk lalu membuka kaos yang digunakannya. Alma menoleh ke belakang untuk melihat. Bahwa benar ada bekas luka di punggung pria itu. Alma bangkit untuk duduk lalu memegangnya perlahan membuat Ezra meringis. “Maaf,” lirih Alma sambil menarik tangannya. Ezra berbalik dan menatap Alma, pria itu menarik Alma agar semakin mendekat ke sisinya. Ezra menatapnya dalam, tangannya terulur menghapus sisa air mata yang membasahi pipi Alma. “Pernikahan Mas sama Karin tidak seperti yang terlihat, Mas menikah sama Karin karena dijodohkan bukan karena cinta. Mas cintanya sama kamu, makanya alasan Mas nggak jujur karena takut kamu nggak aakn bisa terima. Maaf kalau Mas jahat, Mas memang egois. Tapi Mas benar-benar serius sama perasaan Mas ke kamu.” “Tetap saja, aku nggak bisa Mas. Aku akan menjadi orang ketiga di antara kamu sama istri kamu Mas. Siapapun yang ditanya pasti akan menyalahkan aku karena hadir di antara kalian. Aku nggak mau menyakiti siapapun di sini. Kamu nggak bisa kayak gini Mas, kamu harus balik sama istri kamu.” Alma menghindar, turun dari tempat tidur hendak keluar dari kamar. “Lalu bagaimana dengan Mas? Apa kamu nggak memikirkan perasaan Mas sedikit saja?” tanya Ezra sendu sambil menatap Alma. Wanita itu terdiam di tempatnya sejenak, tak lama Alma berbalik. “Lalu Mas Ezra akan membiarkanku menjadi selingkuhan? Kamu mau aku jadi pelakor Mas?” tanya Alma balik membuat Ezra turun dari tempat tidur lalu mendekati Alma dan menggenggam tangannya. “Mari kita menikah,” ajak Ezra dengan tegas membuat Alma membelakkan matanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN