“Pergi Mas, pergi,” usir Alma begitu sudah lebih tenang. Wanita itu duduk di tepi ranjang melihat Ezra yang masih terpukul dengan pemberitaannya.
“Kamu bohong, ‘kan?” tanya Ezra yang masih tak percaya dengan perkataan Alma.
“Lebih baik kamu pergi Mas, aku butuh waktu sendiri saat ini,” pinta Alma.
“Kenapa? Kenapa kamu tega membunuh anak kita?” tanya Ezra yang masih mau bertahan di sana. “Kenapa? Kenapa kamu sejahat itu?” tanya Ezra sambil menatap Alma dengan lekat.
“Kenapa Mas Ezra pergi? Kenapa Mas Ezra juga bohong sama aku tentang siapa Mas Ezra yang sebenarnya? Mas Ezra juga nggak bilang tentang Mas Ezra yang udah menikah dan punya anak? Kenapa Mas?” tanya Alma balik membuat Ezra terdiam. Pria itu bangkit berdiri dan mengusap wajahnya kasar.
“Mas minta maaf, Mas memang salah karena nggak jujur sama kamu. Mas melakukan itu karena nggak mau kamu pergi kalau tahu Mas udah menikah. Rasa nyaman dan rasa sayang yang Mas punya ke kamu benar adanya, alasan itu yang buat Mas nggak mau jujur sama kamu. Karena kalau kamu tahu yang sebenarnya kamu pasti nggak akan mau sama Mas. Cara Mas ke kamu emang salah, Mas terlalu egois. Tapi itu semua Mas lakukan supaya bisa sama kamu. Mas minta jangan pergi, Mas butuh kamu. Mas kasih kamu waktu saat ini, kita sama-sama butuh waktu saat ini untuk menenangkan diri kita.” Ezra mendekat hendak memeluk Alma, namun wanita itu memilih menghindar. Ezra tak memaksa Alma. “Mas pergi,” pamit Ezra keluar dari kamar.
Setelah Ezra pergi Alma hanya bisa menangis, Alma memukul bantal yang ada di atas pangkuannya bertubi-tubi. Hatinya terasa sakit semua fakta yang ada, di saat rasa cinta yang dimilikinya pada Ezra tumbuh. Setelah ini Alma benar-benar tidak tahu harus bagaimana.
***
“Kamu habis dari mana Mas?” tanya Karin, istri dari Ezra.
“Ada kerjaan, kenapa?” tanya Ezra sambil membuka jas miliknya.
“Kerjaan apa? Aku tadi telepon ke kantor kamu, katanya udah pergi dari siang. Kamu pergi ke mana sebenarnya?” desak Karin membuat Ezra menatap istrinya itu dengan tajam.
“Kenapa? Langsung saja, ada apa?” tanya Ezra marah membuat Karin terdiam sebentar.
“Kamu lupa kalau kita ada makan malam keluarga tadi? Aku udah coba hubungi kamu berkali-kali, tapi kamu nggak jawab. Papa kamu tadi marah karena kamu nggak datang, besok kamu coba datang dan minta maaf sama Papa. Bilang aja kalau kamu ada keperluan penting,” kata Karin sambil mendekat hendak membantu Ezra melepaskan dasinya. Ezra membiarkan Karin melakukan hal itu.
“Ya, besok aku akan menemui Papa. Tasya udah tidur?” tanya Ezra.
“Udah Mas, tadi begitu sampai rumah Tasya langsung tidur. Dia senang banget karena bisa sarapan bareng sama kamu Mas,” ujar Karin sambil membuka kancing kemeja Ezra satu persatu dan meloloskannya.
Wanita itu tersenyum penuh arti membuat Ezra menatap istrinya itu. Karin mengelus d**a bidang suaminya yang masih memakai kaos itu. Lalu Karin menarik kaos itu ke atas dan Ezra membantunya dengan menaikkan tangannya ke atas.
Karin menempelkan tubuh keduanya dan tangannya berada di d**a pria itu yang sudah tidak memakai apapun. Karin mencium bibir Ezra dengan cukup liar, tangan kanannya meremas kepunyaan Ezra yang masih terlapisi celana bahan itu.
“Aku kangen sama kamu Mas,” bisik Karin sambil tersenyum nakal. Tangan Ezra kini sudah menyentuh milik Karin karena tuntunan tangan Karin.
“Benarkah?” tanya Ezra dan Karin menganggukkan kepalanya.
Ciuman Karin kini turun pada d**a bidang Ezra untuk menggoda pria itu. Ezra memperhatikan kegiatan Karin yang dilakukan kepadanya. Karin hendak berlutut dan ingin membuka tali pinggang milik Ezra tapi pria itu menahannya.
Ezra menarik Karin lalu mendorong wanita itu ke atas ranjang dengan kasar. Karin tersenyum senang ketika Ezra melakukan itu padanya. Wanita itu langsung saja menekuk kakinya lalu membuka kedua pahanya menggoda Ezra. Pria itu langsung saja menarik celana dalam milik Karin dengan mudah karena memang dari tadi Karin memakai gaun mini tipis.
Karin mengulum bibirnya ketika Ezra melihat miliknya dengan lekat, pria itu mendekat lalu mulai mengelus dengan perlahan. Karin memejamkan matanya dan membusungkan dadanya, tangannya tak tinggal diam. Wanita itu meremas bukit kembar miliknya. Lalu jari Ezra langsung saja masuk membuat Karin membuka mulutnya.
“Ahh Mas Ezra,” desah wanita itu.
Ezra menambah jarinya lagi, kini tiga jari sudah masuk dan semakin mempercepat pompaannya. Pria itu melihat bagaimana wajah istrinya yang sudah sangat b*******h saat ini, Ezra tersenyum melihat wajah Karin seperti itu. Bahkan Karin ikut menggoyangkan pinggulnya.
Pria itu menambah jarinya kembali sehingga empat jari kini sudah berada di dalam. Tangan kiri Ezra memukul paha dalam wanita itu membuat Karin menjerit. Ezra melakukan beberapa kali sampai paha Karin memerah. Sampai akhirnya Karin mendapatkan pelepasannya hanya dengan permainan jari dari Ezra.
“Arghhh Mas Ezra, ahhhh,” erang Karin beberapa kali ketika Ezra juga menyentakkan jarinya berkali-kali. Cairan putih milik Karin keluar dan semakin membasahi jari Ezra.
“Menikmatinya, hm?” tanya Ezra dan Karin tersenyum lebar sambil menganggukkan kepalanya. Matanya masih sayu menahan gejolak gairah yang masih menghampirinya. Ezra tersenyum penuh arti lalu berjalan menjauhi Karin.
“Kamu mau ke mana Mas?” teriak Karin panik sambil bangkit untuk duduk.
“Mandi,” jawab Ezra singkat lalu masuk ke dalam kamar mandi. Karin yang melihat Ezra masuk ke dalam kamar mandi begitu saja membuatnya tak percaya. Wanita itu jelas kesal ditinggalkan seperti itu oleh Ezra. Karin melempar bantal yang ada di dekatnya ke lantai karena kesal.
***
“Hai, kamu udah sehat?” tanya Niken pada Alma yang baru saja datang.
“Mbak, maaf aku mau tanya. Aku mau mundur aja, nggak jadi kerja di sini bisa?” tanya Alma pelan membuat Niken mengernyitkan keningnya.
“Kenapa? Kamu berubah pikiran? Kamu belum baca kontraknya waktu itu? Kalau kamu berhenti sebelum kontrak satu tahun selesai kamu akan dapat pinalti p********n, kamu mau bayar biaya pinaltinya?”
“Ada biaya pinaltinya Mbak?” tanya Alma terkejut. Ia benar-benar tak tahu tentang itu, saat diterima bekerja Alma memang tidak membaca kontraknya lagi karena sudah terlanjur senang.
“Iya ada biaya pinaltinya kalau kamu berhenti sebelum satu tahun. Kamu baru aja mulai satu hari udah mau berhenti aja, kenapa?” tanya Niken. Alma tak bisa menjawab tak mungkin ia mengatakan alasannya yang sebenarnya.
“Pagi,” sapa Ezra yang baru saja datang.
“Selamat pagi Pak,” sapa Niken. Alma membalikkan tubuhnya menghadap Ezra lalu menundukkan kepalanya.
“Selamat pagi Pak,” sapa Alma juga supaya Niken tak curiga. Ezra memperhatikan Alma dengan lekat karena terus menundukkan kepalanya.
“Saya senang lihat kamu sudah sehat, saya harap kamu bisa bekerja dengan baik di sini Alma,” kata Ezra dengan tersenyum. Alma tak menjawab, wanita itu terus saja menundukkan kepalanya.
“Mari Pak, saya akan bacakan kegiatan Bapak hari ini,” kata Niken mencoba mengerti situasi yang ada.
Ezra berjalan ke ruangannya dan Niken mengikutinya dari belakang membuat Alma menghela napasnya kasar ketika mereka sudah pergi. Alma benar-benar bingung sekarang, ia masih tinggal di apartement milik Ezra karena tak punya uang kalau ia pindah sekarang.
Alma tak punya pilihan untuk bertahan di kantor milik Ezra sampai ia bisa mengumpulkan uang kembali agar bisa pergi dari sana. Hanya itu yang bisa Alma lakukan sekarang untuk menyelamatkan dirinya.
***
“Siang ini kamu harus pergi menemani Pak Ezra bertemu dengan klien,” kata Niken memberitahu.
“Tapi Mbak, apa yang harus saya lakukan? Kenapa nggak Mbak Niken saja yang menem..”
“Saya sudah mau keluar Alma, kamu yang akan menggantikan saya. Maka itu kamu harus belajar dari sekarang, kamu lihat saya sudah hamil besar tidak mungkin saya menemani Pak Ezra keluar. Kamu hanya mencatat hasil dari pertemuan saja, lalu nanti saya akan bantu kamu selanjutnya bagaimana harus bagaimana. Kamu hanya perlu mendampingi Pak Ezra dan mencatat saja, segala keperluan yang dibutuhkan saya sudah siapkan kamu tinggal bawa saja,” jelas Niken. Napas Alma tertahan ketika mendapat perintah itu. namun Alma tak punya pilihan lain selain menerima.
“Baik Mbak,” jawab Alma.
Pukul sebelas siang Alma dan Ezra berangkat. Alma duduk di depan bersama dengan supir Ezra, sedangkan pria it uterus saja menatap Alma dari belakang. Alma terus saja menundukkan kepalanya merasa tak enak dengan situasi yang ada.
“Pak Rahmat bisa belikan saya kopi di tempat biasa?” tanya Ezra tiba-tiba ketika mereka dalam perjalanan.
“Bisa Pak,” jawab pria bernama Rahmat itu.
“Kamu saja yang turun karena tahu pesanan saya, kalau Alma yang turun nanti salah,” kata Ezra lagi dan pria itu menganggukkan kepalanya. Tak lama mobil berhenti di parkiran, supir dari Ezra itu turun meninggalkan keduanya.
“Apa kamu sudah bisa diajak bicara?” tanya Ezra lembut.
“Sepertinya tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan Pak,” tegas Alma.
“Jangan memanggilku seperti itu Alma, kita hanya berdua. Bersikaplah seperti biasa di saat kita sedang berdua. Begitu banyak hal yang perlu kita bicarakan saat ini, Mas yakin kalau kamu masih membutuhkan penjelasan ke mana perginya Mas selama ini. Mas akan menjelaskannya sama kamu supaya kamu tidak salah paham. Mas harap kamu masih mau memberikan kesempatan sama Mas untuk menjelaskan semuanya sama kamu.”
“Saya tidak perlu penjelasan lagi Pak, semuanya sudah cukup jelas. Tak ada hubungan apapun di antara kita, saya sudah mengetahui semuanya. Saya pikir semuanya sudah berakhir dengan fakta yang sudah saya tahu. Secepatnya saya akan pergi dari apartement Bapak, saya janji,” kata Alma.
“Tidak perlu, kamu tidak perlu pindah dari sana. Apartement itu milik kamu, alasan Mas membelinya memang ingin memberinya kepada kamu. Silahkan kamu tinggal di sana, karena sertifikat apartement itu juga atas nama kamu. Jadi kamu berhak tinggal di sana,” tegas Ezra.
“Apakah itu sebagai bayaran karena sudah berhasil tidur dengan saya? Apakah itu balasan karena sudah menjadikan saya kekasih gelap anda dan menipu saya?” tanya Alma sarkas.