4. Kencan Buta

1238 Kata
"Kenapa kau diam? Panggil aku sekarang Tuan Chen," dengan sedikit penegasan dan nada tajamnya Chen menggertak Li Mei, karena ia merasa paling mulia dan perlu dihormati oleh semua orang. Li Mei menghela nafasnya. Chen membuat darahnya mendidih sekarang. "Tuan Chen," ucap Li Mei tanpa minat bahkan terdengar lesu dan tidak bersemangat. "Rumahmu dimana?" Chen tidak ingin berdebat lebih panjang dengan gadis menyebalkan seperti Li Mei. "Memangnya kalau kau sudah tau rumahku akan berkunjung juga kan?" Li Mei menatap Chen tajam, pasti Chen berlaku baik seperti ini ada maunya. Lihat saja nanti, Li Mei tebak pasti akan terjadi entah kapan. "Percaya diri sekali," Chen terkekeh. Sepertinya Li Mei berharap dirinya mampir ke rumah gadis itu yang ada membuang waktu emasnya. Li Mei memukul lengan Chen dengan kesal. "Menyebalkan! Memang semua pria itu sama saja!" seru Li Mei menggebu dan menyalahkan Chen padahal pria itu sama sekali tak membuat sebuah kesalahan yang sama seperti Li Bai. "Aku minta nomor ponselmu," sekarang Chen seperti memohon pada Li Mei, bukan karena ada hal lain melainkan hanya berkomunikasi saja. Li Mei terkekeh, apa? Meminta nomor? Enak saja, semua itu tidak bisa di dapatkan dengan mudahnya. Li Mei berpikir sejenak, hingga sebuah ide muncul. Pasti Chen akan sangat terpaksa menuruti syaratnya ini. "Tapi ada syaratnya," Li Mei melirik angkuh Chen, pria itu tidak akan sanggup dan menolak pastinya. "Apa? Aku sanggup asalkan syaratmu itu tidak rendah dan murahan," ujar Chen ketus, gadis seperti Li Mei pasti meminta sejumlah uang besar sebagai imbalannya. Chen tau betul gadis zaman sekarang ada harta melimpah sedikit saja sudah terbuai. "Jadi pacarku. Tapi pacar bohongan ya," Li Mei memberikan penjelasan tambahan sebelum Chen salah paham. "Karena aku tidak mau di anggap wanita yang paling tersakiti karena cinta. Jadi sebagai gantinya, kau menjadi pacar bohonganku." Mobil Chen seketika berhenti, kata-kata 'Pacar' itu membuat telinga Chen sensitif. Ya, bagaimana tidak? Ia sendiri sudah memiliki seorang kekasih yang bernama Fang Yin. "Tapi aku-" ucapan Chen tersela saat Li Mei mendekat dan mengecup pipinya lalu disusul flash kamera yang menjepret moment ini. Chen semakin terkejut dengan apa yang Li Mei lakukan baru saja. Gadis itu berani menciumnya? Dan untungnya bukan bibir. "Kau!" gertak Chen penuh amarah, Li Mei tersenyum puas dan menunjukkan foto itu. "Jadi bukti kalau aku sudah memiliki pengganti yang kaya raya dan tampan sepertimu Tuan Chen," di akhir ucapannya Li Mei memanggil nama Chen dengan malas. Idenya ini memang tidak masuk di akal, tapi demi menutupi rasa sakit hatinya terhadap Li Bai terpaksa Li Mei menjadikan Chen kekasih pengganti. Benar sesuai dugaan Chen, Li Mei juga sama tak jauh berbeda dengan Fang Yin yang mencintainya karena harta. Tapi Chen tulus mencintai Fang Yin bukan karena kecantikannya melainkan benar-benar cinta yang serius. Chen juga ingin menikah dengan Fang Yin. "Hapus foto itu sekarang juga!" dengan penuh emosi Chen berkata itu, jarinya menunjuk ponsel Li Mei yang di jauhkan dari jangkauan-nya. Takut ia rampas. Li Mei menggeleng kuat. Karena foto itu juga akan ia tunjukkan kepada Li Bai bahwa penggantinya jauh lebih baik dan mendekati kata sempurna. "Kenapa harus di hapus?" tanya Li Mei pura-pura sok polos padahal ia tau pasti Chen tidak mau memiliki hubungan dengan seorang anak yang masih bersekolah. Chen mana mau dengan gadis remaja, pria itu kan sudah tua. Apa? Tua? Li Mei salah menyebutnya, Chen terlihat masih muda bahkan seperti seumuran dengannya. Wajah Chen terlalu babyface untuk seukuran pria yang sudah bekerja dengan karir suksesnya sampai menjadi seorang miliarder. Li Mei tau merk mobil yang di gunakan Chen ini memiliki harga yang bikin pingsan berhari-hari. "Kau ini keras kepala kalau aku perintah ya. Hapus saja, atau kamu butuh uang sebagai imbalannya?" tanya Chen sedikit meremehkan, gadis seperti Li Mei jika ditawari uang pasti akan mudah tergiur. Li Mei menggeleng. "No!" serunya menggebu. Chen menghela nafasnya. Baiklah kalau itu memang keinginan Li Mei, Chen tidak mau memperumitnya. "Itu ada kedai mie, belok saja. Rumah yang bercat merah muda itu punyaku," Li Mei menjelaskan detail rumahnya pada Chen. "Kenapa wanita suka merah muda?" gumam Chen heran, bahkan kekasihnya Fang Yin juga menyukai warna itu. Li Mei yang masih mendengar itu pun tersenyum simpul. "Karena warna merah muda itu menunjukkan sisi feminim wanita. Juga manis, misalnya aku," Li Mei mengedip imut. Wajahnya sedikit miring memandang Chen. "Itu rumahmu?" Li Mei menatap ke depan. Benar saja itu rumahnya. "Terima kasih tuan Chen," Li Mei pergi begitu saja. Sedangkan Chen ingin memarahi gadis itu lagi, berterima kasih macam apa itu? Tidak ada rasa tulusnya sama sekali. *** Baru saja sampai di rumah, ponsel Chen berbunyi. Sebuah pesan dari Fang Yin. Kekasihku Sayang nanti kita dinner yuk. Tapi di restoran bintang enam ya? Dengan cepat Chen membalasnya. Anda Iya. Aku akan menjemputmu Kekasihku Jangan sayang, kamu tunggu aja disana ya? Anda Iya. Love you Hanya dibaca, Fang Yin tak membalas ungkapan rasa cintanya. Tapi Chen tak mempermasalahkan hal itu karena baginya Fang Yin masih mencintainya. Saat memasuki rumah, dua penjaga yang bertugas mengawasi dari area utama itu membungkuk memberikan salam hormat kepada tuan muda Chen. "Selamat datang tuan muda Chen," ujar mereka kompak dengan senyuman ramahnya. Chen mengangguk, ia kembali melanjutkan langkahnya. Matanya terasa berat ingin istirahat terlebih dahulu sebelum bersiap dinner dengan Fang Yin kekasihnya. Jam 7:00 pm. Chen baru bagun karena alarm yang sudah diatur jam-nya. Membasuh muka dan memakai pakaian formal seperti biasa, menyisir rambut dan menyemprotkan parfum. Selesai, Chen siap makan malam dengan Fang Yin. Sedangkan di restoran bintang enam, Fang Yin duduk sendirian menunggu kedatangan Chen. "Kenapa lama sekali? Tidak tepat waktu," Fang Yin menggerutu kesal. Tak lama kemudian suara berat dan seksi itu menyapu telinga Fang Yin dengan terpaan nafas mint yang memabukkan. Ketika Fang Yin menoleh ternyata itu Chen. Fang Yin mengembangkan senyumnya. "Kau ini kampungan sekali. Bagaimana bisa steak itu dimakan langsung dengan tangan Li Mei?" Chen merasa terpanggil saat nama Li Mei di sebutkan. Telinganya tidak salah mendengar pasti gadis itu ada. Pandangan Chen menelisik sekitarnya yang dekat, ternyata di sebelah tempat duduknya. Dan yang dilakukan Li Mei memakan steak itu dengan tangan tanpa ada pisau dan garpu yang berfungsi memotong daging itu menjadi asimetris, ah bukan. Pikiran Chen terlalu ngawur. Bukankah Li Mei dari kalangan bawah? Bagaimana bisa gadis itu sanggup membayar menu makanan termahal di restoran bintang enam ini. "Sayang? Kamu liatin apa sih? Perempuan itu?" Fang Yin menunjuk Li Mei dengan tampilan sederhana, pakaian yang digunakan pun sama sekali tak berkelas memiliki tingkat nilai terendah menurutnya. "Maaf aku terlambat sedikit," Chen tak menjawab pertanyaan Fang Yin yang nantinya akan membuat keributan perkara Li Mei. Fang Yin sebisa mungkin tersenyum paksa. "Tidak apa sayangku. Kita kan baru kali ini dinner. Jadi romantis." Li Mei yang masih mengunyah steak dengan santainya itu mendengar suara berat yang tak asing di telinganya. Apa itu Chen? Li Mei menoleh ke samping menurut sumber suara yang ia ingat. Oh benar, pria itu sedang bersama kekasihnya karena tadi ada kata sayangku. "Hai Fang Yin! Apa kabarmu sudah lama kita tak bertemu!" sapa Li Bai dengan ramah. Li Mei terbelalak tak percaya. Jadi keduanya kenal? Kenapa dunia ini sangat sempit? Chen menatap Li Bai penuh kebencian. Mata coklat madunya mengkilat sinis. "Jangan menjadi pengganggu di antara kita," peringatnya tajam. Chen tidak suka pengganggu, terutama pria yang dulunya masih mengenal Fang Yin. Chen jelas cemburu. Li Bai tergelak. "Pengganggu maksudmu? Hei ingatlah! Fang Yin ini mantan pertamaku saat masih sekolah dasar dulu. Cinta pertamaku. Benar kan Fang Yin?" Perempuan itu mengangguk. Bahkan sama sekali tak terganggu dengan kehadiran Li Bai. Li Mei yang mendengar semua itu tak percaya, ternyata selama ini kata-kata Li Bai yang hanya semanis madu itu pahitnya mengalahkan ampas kopi. Dirinya bukan cinta pertama, sebelumnya Li Bai merayu penuh cinta bahwa ia pertama kali suka dan menaruh rasa padanya. Omong kosong! "Dan aku cinta kedua?" Li Mei ikut campur. Seketika ketiganya menoleh dengan tatapan penuh tanya dan kebingungan. Pasti tak akan ada yang mudah percaya. "Ingat ya Li Bai, kamu belum memutuskan hubungan ini. Jadi kita berdua masih menjalin kasih sebagai pacar," Li Mei melontarkan kata-kata sinis dan tegas tak mau kalah dari Li Bai. Fang Yin menatap Li Mei jijik. "Cinta kedua? Kau bermimpi! Li Bai tak akan mau dengan perempuan kampungan sepertimu! Mengiris steak saja tidak bisa," cibir Fang Yin yang tadinya mendengar omongan itu. Xia Er menunjuk Fang Yin dengan garpu. "Hei! Jangan mengejek Li Mei! Beraninya kau!" "Jangan diladeni. Dia sok cantik. Kita pergi saja," Li Mei juga tidak nyaman dalam satu lingkungan dengan orang yang paling dibencinya. "Tunggu," Chen tiba-tiba berujar. Li Mei menatapnya malas. Apalagi permintaan pria itu? "Ada apa? Urus saja pacarmu itu. Dan aku bukan siapa-siapamu!" Chen tersenyum miring. "Lalu foto tadi siang? Bukankah kau sendiri yang bilang untuk bukti bahwa kau memiliki kekasih baru yaitu aku? Sebagai buktinya saja agar Li Bai jera telah menyia-nyiakanmu," Chen menjelaskan dengan terperinci rencana jahat Li Mei, gadis itu terdiam seribu bahasa pasti tak sanggup merangkai kosa kata yang tepat untuk menyangkal-nya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN