5. Alergi Kucing

1384 Kata
Li Mei terdiam. Terbongkar sudah rencana liciknya. Lihatlah Li Bai, laki-laki itu justru tersenyum puas telah mengetahui aksi konyolnya. Mungkin sedikit berani mengenai Chen hanya bermodalkan adu mulut saja. "Kenapa kau hanya diam? Ayo coba katakan. Gadis pembohong," cibir Chen sinis, lama-lama ia muak dengan sikap Li Mei yang seenaknya itu. Mengklaim dirinya sebagai seorang kekasih settingan bukanlah hal baik, dan Chen masih memikirkan bagaimana perasaan Fang Yi jika mengetahui hal itu pasti akan sangat kecewa. Tapi alangkah baiknya harus terbongkar sekarang sebelum menjadi benang merah yang rumit. Xia Er ingin menolong tapi hati kecilnya menciut melihat aura gelap Chen yang memancar. "Katakan saja," bisik Xia Er lirih. Li Mei menghela nafasnya, baiklah Chen menjadi pemenangnya dan ia kalah. "Ya, karena menurutku kau jauh lebih baik daripada kebanyakan pria lainnya. Karena aku sudah nyaman dan jatuh cinta kepadamu Tuan Chen," Li Mei mengatakan secara gamblang dengan tersenyum nakal, ia merasa puas ketika raut wajah Chen yang tadinya angkuh dan sombong itu panik. Di cintai dua wanita? Tidak, hati Chen hanya untuk Fang Yi sampai kapan pun. "Omong kosong apa yang kau katakan?" Chen beranjak dari duduknya dan mendekati Li Mei. Suaranya tegas penuh ancaman. "Memang begitu," jawab Li Mei dengan nada riang. Cup. Li Mei mencium pipi Chen, dan tentu saja di hadapan kekasih Tuan Muda sombong itu sendiri. Chen mati kutu. Berani sekali Li Mei melayangkan bibir lembutnya itu di pipi mulusnya? Lembut? Apa baru saja ia terbuai sedikit? "Aku membencimu!" tekan Chen dengan amarah tertahan, kalau saja Li Mei bukan seorang wanita sudah di pastikan habis sekarang juga. Fang Yi menangis. "Kau selingkuh dariku! Tega sekali. Dan seleramu adalah wanita kampungan seperti dia. Li Bai, ayo kita pulang," perasaan Fang Yi benar-benar hancur di remukkan oleh Chen. Selama ini ia sangat mempercayai pria kaya raya nomor satu di tirai bambu itu. Chen menyusul langkah Fang Yi. Ia harus menjelaskan bahwa Li Mei bukanlah kekasihnya. Dasar gadis itu benar-benar merepotkannya. Chen mempercepat langkahnya, sebelum Fang Yi memasuki mobil ia berhasil meraih tangan Fang Yi dan menahan gadisnya itu. "Dengarkan aku. Dia itu hanya-" "Apa?! Sudah jelas tadi itu pacar barumu. Apa aku kurang cantik? Sehingga dia kamu pilih?" Fang Yi menggeleng pelan, tak habis pikir dengan Chen yang begitu mudahnya berpaling dalam sekejap saja. Padahal selama ini hubungannya selalu baik-baik saja tanpa adanya orang baru yang mengganggu. "Sudahlah, Chen itu tidak pantas untumu Fang Yi. Dia berani selingkuh dan tidak mau menepati janjinya," Li Bai tau begitu banyak tentang Chen, karena Fang Yi selalu menceritakannya. "Percayalah," Chen sangat memohon, dan baru kali ini ia menjatuhkan gengsi-nya untuk seorang wanita dan itu Fang Yi. "Dan aku tidak pernah mencium-" belum usai Fang Yi mengatakan ucapannya. Chen langsung mencium pipinya. "Itu, aku mencium kamu," Chen sedikit malu, mengenai ia tak bisa romantsi dengan Fang Yi. Dan hanya wanita itu yang lebih mendominasi tersenyum dan ceria di bandingkan dirinya yang pendiam dan dingin. "Percuma. Dia lebih dulu mencium kamu di bandingkan aku yang tidak ada apa-apanya," suara Fang Yi bergetar, kedua matanya berkaca-kaca. "Lebih baik kita sendiri saja. Pikirkan perasaanku. Kalau kamu sekali lagi bohong, lebih baik aku mati saja," Fang Yi sangat putus asa. Tapi ia terpaksa melakukan drama ini demi memikat hati Chen lagi, rasanya tidak rela ketika gadis kampungan itu mendapatkan Chen dengan mudahnya tanpa perlu perawatan mahal seperti dirinya. Chen hanya menatap kepergian Fang Yi dengan perasaan sedih. Ternyata mencintai setulus itu beresiko menyakiti hati satu orang hanya dengan kebohongan kecil yang berujung air mata. Dan ia merasa gagal ketika melihat Fang Yi menangis untuk pertama kalinya dan itu karena dirinya sendiri. *** Siang ini, pembagian tugas kelompok mata pelajaran berkarya. Dan akhir dari tugas ini ketika dua hari ke depan harus selesai, jika ada alasan tertentu nilai tetap kosong. Li Mei selalu satu kelompok dengan Xia Er dan Chu Yinyin. Xia Er berpikir, tangannya bertopang dagu. Akan berkerja kelompok di rumah siapa yang cocok. "Rumah kau saja lah. Lebih nyaman dan ada camilan banyak," Chu Yinyin memutuskan, menunjuk Xia Er tapi reaksi cewek itu tidak setuju. "Enak saja! Kau mau menghabiskan camilan di kulkas ku?" tanya Xia Er kejam dan jahat, jika makanan-nya di sentuh Chu Yinyin pasti sudah habis tak tersisa melebihi debu yang tersapu oleh angin. "Sudahlah jangan berselisih. Telingaku panas!" seru Li Mei kesal, rasanya jengah dan membosankan mendengar perdebatan Xia Er dan Chu Yinyin. "Ok. Di rumahku saja. Tapi pulangnya jangan terlalu sore. Kau mau di ambil hantu?" Xia Er menakut-nakuti Chu Yinyin agar tak terlalu lama betah di rumahnya karena makanan. Chu Yinyin menggeleng takut. Hantu sangat ia hindari karena bisa mempengaruhi mimpinya menjadi buruk. Xia Er tersenyum senang, akhirnya mudah juga mengelabui Chu Yinyin dengan rumor hantu. *** Sudah selama 1 jam lamanya akhirnya tugas itu selesai. Chu Yinyin meminta makan sore begitu katanya karena jam makan siang sudah terlewat. Xia Er dengan tidak ikhlasnya mengambilkan roti selai kacang untuk Chu Yinyin. "Sudah, kau diam saja kalau makan. Jangan banyak protes," Xia Er duduk dan menonton TV. Akhirnya lelah itu terbayarkan dengan bersantai. "Semoga kita dapat nilai yang bagus dari yang lain," ucap Xia Er penuh harap. Selain mendapatkan nilai ini juga bersaing siapa yang paling unggul dalam suatu kelas di Qinteng. "Ya!" seru Chu Yinyin bersemangat. "Terutama saingan kita, Xu Konglin yang cerdas. Jangan sampai dia menggeser nilai tugas kita!" Chu Yinyin tidak menyukai Xu Konglin yang selalu unggul dalam mata pelajaran apapun bahkan Li Mei terkadang berada di posisi kedua setelahnya. "Apapun nilainya semua itu juga usaha kita selama belajar," sahut Li Mei. Tak perlu menuntut nilai, setinggi apapun prestasinya yang terpenting kedua orang tuanya senang dan bangga. Ya, demi menambah masa beasiswanya selama 6 bulan ke depan di kelas 12 ini. "Betah disini? Atau pulang?" tanya Xia Er, tatapannya datar dengan Chu Yinyin. Gadis itu sangat lahap menghabiskan roti selai kacangnya. "Oh, baiklah. Aku juga mau pulang, lagipula sudah sore. Kau antarkan saja Chu Yinyin pulang ya?" Li Mei beranjak pergi, Xia Er yang sempat ingin protes mengurungkan niatnya ketika Chu Yinyin menarik tangannya. Benar-benar tak sabaran. Li Mei jalan kaki, meskipun hanya sekitar 10 menit dari apartemen Xia Er. Olahraga sedikit juga agar berat badannya seimbang. Suara meong-an kucing kecil itu membuat Li Mei antusias menatap sekitarnya, dimana makhluk mungil yang menggemaskan itu? Sampai akhirnya Li Mei menemukannya di pinggir tong sampah. Tidak ada sampah yang berserakan, semuanya rapi dan bersih sekaligus asri untuk Guangzhou. Li Mei membawa kucing kecil itu dalam dekapan dan mengelusnya penuh sayang. "Boleh di bawa pulang. Lumayan untuk menemaniku saat kesepian tak ada Xiao Mei. Hm, namanya-" Li Mei berdecak kesal, ia menepi sedikit agar mobil itu tak menabraknya. Namun mobil itu berhenti dan saat kacanya terbuka, ada Chen dengan wajah angkuhnya. Pria itu lagi. Li Mei harus ekstra sabar, pasti modus lagi mengantarkan pulang. "Apa?" tanya Li Mei tanpa minat, nadanya penuh kemalasan seolah Chen bukanlah penyemangatnya. "Ayo naik. Kau akan aku antar pulang," jawab Chen dingin. Gadis seperti Li Mei sama sekali tidak memiliki kepekaan. Chen jadi susah dan repot sendiri. Li Mei mengangguk, menarik juga tawaran Chen. Mengantarkannya pulang tapi pergi begitu saja tanpa mau mampir dan bertamu. "Tapi kau meminum teh hijau di rumahku sebentar saja. Memangnya gerimis yang membuat kota Guangzhou menjadi dingin dan menggigil kau sanggup pulang begitu saja lalu masuk angin?" Li Mei merangkai kata-kata seperti rayuan maut untuk mengajak Chen duduk sebentar di rumahnya. Tapi Chen menghela nafasnya, Li Mei malah membuatnya harus berpikir kritis dan keras. "Baiklah, aku akan mampir. Tapi hanya sebentar, aku tak mau berlama-lama. Nanti orang tuamu akan salah faham bahwa gadis sekolah sepertimu membawa pria dewasa ke rumah." Li Mei tertawa renyah, memangnya ada apa? Apakah ada yang salah? Lagipula penampilan Chen itu seperti anak SMA kelas akhir atau lebih tepatnya mahasiswa baru saja. Wajah yang sangat muda dan babyface itu pasti akan membuat semua orang Chen masih remaja. Chen merasa kesal di tertawakan oleh Li Mei. Menurutnya tidak ada hal lucu yang perlu menjadi lelucon dan bahagia saat bersamaan. "Segera naik atau aku tinggal. Jangan memohon lagi. Karena tawaranku tak bisa datang dua kali. Ini adalah emas berharga melebihi ribuan perak koin peninggalan zaman dahulu," Chen menegaskan, seketika tawa Li Mei pudar dan luntur. Baiklah, Li Mei pun masuk ke dalam mobil mewah Chen dan duduk di sebelah pria angkuh itu. Dengan menggendong kucing imut oranye yang terus mengeong lembut. Chen bersin. Seketika hidungnya gatal dan pilek. Li Mei jadi khawatir. Apakah Chen telah di guyur gerimis kecil sampai mempengaruhi kesehatannya hingga flu? "Kau sakit? Kalau kemana-mana jangan lupa bawa jas hujan. Jangan sok kuat dengan gerimis dan hujan kalau pada akhirnya kau berujung sakit seperti ini," Li Mei menatap Chen penuh rasa kasihan. Chen menoleh. Ia memang kuat dan akan selalu seperti itu. "Aku tidak lemah, dan di kursi belakang itu juga ada jas hujan yang sudah aku pakai. Dan satu hal lagi, tolong jauhkan makhluk berbulu itu dariku," Chen menatap kucing kecil itu jijik, ia menggeser sedikit duduknya menjauhi Li Mei meskipun jarak yang dekat tetap menyatukannya dengan kucing itu. Li Mei tertawa lagi. Lihatlah gadis itu dalam satu waktu berubah menjadi ceria seperti sinar pelangi yang turun setelah di biaskan oleh air hujan dan matahari. "Hahaha, jadi kau alergi kucing dan takut dengan bayi kucing yang menggemaskan ini? Oh, ayolah Tuan Chen dia ini imut dan lucu. Bisa kau bayangkan jika tangan lembutmu itu menyentuh bulu-bulunya ini? Wah, sudah di pastikan kau akan terbuai dan merasa tenang," Li Mei mendeskripsikan bagaimana perasan setelah menyentuh kucing kecil untuk Chen si penakut dan menderita alerginya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN