9. Rahasia

1790 Kata
Akhirnya sampai juga di rumah. Li Mei berterima kasih pada Chen yang baik dan murah hati mengantarkannya pulang. "Sama-sama. Lain kali jangan menyebarkan hubungan palsu ini. Aku sama sekali tidak mencintaimu Li Mei. Ingat itu!" kemudian Chen menutup kaca mobilnya. Pergi dari kediaman Li Mei. Apa? Tidak mencintainya? Li Mei menghembuskan nafas gusarnya. Lalu, hari kemarin itu Chen yang lain? Menjadi romantis dan peduli dalam satu waktu, Li Mei merasa di spesialkan. Wajar saja kalau hatinya mulai berharap lebih pada pria kaya raya itu. "Terserah. Mau cinta atau tidak, biarlah waktu yang menjawabnya," Li Mei tampak tidak peduli. Ia tak memikirkannya terlalu jauh. Berharap setinggi langit akan jatuh juga. *** Chen sangat lelah hari ini. Mengistirahatkan dirinya di ranjang. Li Mei membuatnya capek akhir-akhir ini, gadis itu sungguh merepotkannya! Namun apa boleh buat kalau sisi hati yang lembutnya itu bereaksi berbuat kebajikan. "Kasihan sekali, Li Mei di sakiti oleh laki-laki yang tidak bersyukur," Chen bermonolog sendiri. Menatap langit kamarnya yang putih polos tanpa ada motif ukiran apapun. Seketika pikirannya teringat dengan Fang Yi, kekasihnya sendiri. Chen mengambil ponselnya di atas nakas. Menanyakan kabar Fang Yi, meskipun cuman bentuk pesan tapi Chen berusaha untuk selalu peduli dan mempeehatikan Fang Yi. Me Kamu sedang apa? Dan dimana?" Chen mengetiknya dengan ragu-ragu, bertanya hal klasik dan membosankan yang biasanya pria kebanyakan di gunakan. Apakah ia terlalu penasaran? Tak lama kemudian Fang Yi mengetik. Kekasihku Aku makan, di rumah. Cuaca hujan seperti ini membuatku sulit keluar sayang. Nanti sakit, ah tapi kalau denganmu aku ingin. Kalau tak keberatan. Chen mengukir senyumannya. Apapun untuk Fang Yi, penat ataupun sakit ia akan menuruti keinginan Fang Yi asalkan kekasihnya itu selalu bahagia, bukan bertengkar seperti minggu lalu karena kesalahpahaman-nya dengan Li Mei. Chen bergegas meraih kunci mobilnya, ia akan menjemput Fang Yi. *** Li Mei sedang mengalami kesulitan yang luar biasa, mengerjakan soal latihan aljabar rumit itu membuat kepalanya mulai pusing berkunang-kunang. Li Mei mengerang kesal. "Argh! Kenapa sulit sekali memecahkan jawabannya? Bahkan semua rumusnya aku coba sampai yang mengarang pun. Huft! Tapi hasilnya tidak sama!" Li Mei menatap buku tulis matematikanya dengan tatapan tajam, matanya seperti mengeluarkan api ingin membakar soal-soal itu. Tapi sisi hatinya yang baik berbisik sebuah nama legendaris karena sifat dinginnya, siapa lagi kalau bukan Tuan Chen yang mulia? Li Mei menghubungi Chen. Pria itu harus segera sampai di rumahnya! "Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan, silahkan coba beberapa saat lagi." Wah! Berani sekali suara operator itu mempermainkannya. Hati Li Mei di selimuti lahar panas yang ingin menelan Chen hidup-hidup. Apa yang di lakukan pria itu saat ini sih? Sampai nomor saja tidak aktif. Li Mei tak akan putus asa dan menyerah begitu saja. Ia mencoba menghubungi Chen lagi. Sampai akhirnya... "Panggilanmu sedang di alihkan. Silahkan tunggu. The number call is you forward please try again." Li Mei melemparkan ponselnya kesal. Apa-apaan ini? Chen menjadikannya mainan atau manusia? Tidak aktif, di alihkan. Lalu apalagi? Sedang bersama wanita lain? Hati Li Mei merasa tidak tenang, bisa di artikan ia mengamuk memendam amarahnya. Ini harus balas dendam atas apa yang Chen lalukan hari ini. Disaat hatinya sedang uring-uringan, Li Mei mendapatkan kesialan lagi. Lampu padam! Apakah malam ini Dewi Fortuna tak bisa memihaknya? Belajar dalam waktu singkat saja, Li Mei ingin bisa menghitung angka seperti Chen. Tapi apalah daya kalau malam ini tak mengizinkannya untuk berkutat dengan buku-buku pelajaran. "KAKAK! KELUARLAH! KEMARI DAN BERKUMPUL DI RUANG TAMU" suara Xiao Mei yang berteriak kencang itu membuat Li Mei terpaksa harus menyeret kakinya menuju ruang tamu. Pasti lilin sudah di nyalakan. Saat Li Mei melihat kedua orang tuanya dan sang adik, mereka dengan santainya menikmati mie instan hangat disaat lampu mati begini. "Kakak? Kemarilah bergabung. Jangan belajar terus. Ini mie buatanku untukmu," Xiao Mei memberikan mie lezat itu pada kakaknya. Wajah yang tadinya emosional menjadi kalem. Amarah kakaknya mereda. 'Meskipun aku tak memiliki selera makan karena Chen, lebih baik aku melupakan pria itu. Huh, apakah nasibku selalu begini? Semua laki-laki menjauh tanpa sebab bahkan menghilang?' batinnya terus berkata dengan sedih. Li Mei kembali murung, senyumannya luntur mengingat Chen kembali. Hanya Chen yang mengertinya. Xiao Mei sedikit bingung dengan kakaknya yang terkadang bahagia lalu sedih lagi. "Kakak ada masalah? Ceritalah." "Benar apa yang di katakan adikmu. Hari ini kau berbeda dari biasanya," ujar Lien Hua ikut nimbrung. "Cinta?" tebak Jiazen, Li Mei masih diam. "Sudah ayah pikirkan. Janganlah mengejar cinta dulu sebelum sekolahmu tamat. Kalau masih tetap keras kepala dan tak mau menuruti kata-kata ayah, jangan menyalahkan diri sendiri kalau kau sakit hati kakak," Jiazen hanya ingin yang terbaik untuk Li Mei. Anak-anaknya sekalu ceria, sehari pun kesedihan itu tak pernah hinggap. Xiao Mei memeluk kakaknya. "Percayalah padaku kalau nanti pasti kakak akan menikah dengan pemuda yang baik dan menyayangi kakak. Peduli tinggi dan rasa cintanya tak tertandingi," Xiao Mei berpuisi, pas sekali kiasannya sampai Li Mei terkekeh. "Kakak tertawa? Ayah! Ibu! Aku berhasil membuatnya bahagia!" Xiao Mei menatap Lien Hua dan Jiazen bergantian. Malam itu, Li Mei bahagia dengan caranya sendiri. Masih ada orang yang peduli dengannya, siapa lagi kalau bukan orang tua dan adiknya yang cerewet itu? *** Di kelas, Chu Yinyin mengeluh terus-terusan dan bercerita bagaimana horor-nya kemarin malam saat lampu mati, Xia Er sampai merinding dan ketakutan setiap Chu Yinyin menakutinya dengan embel-embel hantu Xia Er berteriak. "Kenapa? Hanya hantu saja kau takut!" "Mau saja kau di bohongi Chu Yinyin." Beberapa sahutan suara dari teman sebangkunya itu membuat Xia Er tenang, ada benarnya juga ya. "Bagaimana dengan malam kemarin di rumahmu? Apa hantu juga mengunjungi kamarmu?" Chu Yinyin mengintrogasi Li Mei yang bertopang dagu dan melamun. Selama 5 detik tak ada jawaban, Chu Yinyin kesal karena di abaikan sampai ia mengharuskan memukul meja sampai Li Mei mengumpat kesal. "Apa? Jangan bertanya padaku. Tak ada jawabannya!" "Kalian tidak tau kalau Li Mei sedang cemburu," suara Li Bai yang tiba-tiba menyahut itu membuat seisi kelas meperhatikannya termasuk Li Mei. "Cemburu dengan siapa?" "Oh, cowok ganteng yang kemarin jemput dengan mobil itu ya?" Li Bai mengangguk. "Karena Chen kemarin ke rumah Fang Yi. Tentu saja menginap, Fang Yi takut gelap. Makannya tadi Fang Yi bercerita senang Chen akhirnya menginap begitu," Li Bai menjelaskannya santai, tak peduli dengan Li Mei yang sudah memendam api marahnya siap melahap Li Bai saat ini juga! Menginap? Pantas saja nomornya tidak aktif! Ternyata Chen sibuk berdua dengan Fang Yi dan mengabaikan dirinya yang kesulitan menghitung luas aljabar. "Bagaimana Li Mei ku sayang? Apakah kau masih percaya dengan Chen pacar bohonganmu itu? Kalau di pikir-pikir ya," Li Bai mondar-mandir di depan bangku Li Mei ingin membuat hati mantannya itu kebakaran sampai akar-akarnya. "Jika Chen menginap di rumah Fang Yi, kemungkinan pasti terjadi. Oh! Apa jangan-jangan Chen telah-" "CUKUP! AKU MUAK DENGAMU!" Li Mei beranjak dari duduknya dan melangkah pergi meninggalkan kelas. "Hei! Berani sekali kau membuat Li Mei marah," Chu Yinyin maju satu langkah menunjuk Li Bai, tak apa pendek hanya sebahunya saja tapi keberanian Chu Yinyin melebihi tinggi Li Bai! "Mau apa? Menyingkirlah!" Li Bai mendorong Chu Yinyin yang hampir saja terjungkal kalau Xia Er tidak menangkapnya tepat waktu. *** Chen sedikit gelisah saat mengecek ponselnya yang ada pemberitahuan 29 panggilan dan 4 pesan dari Li Mei. Ada apa dengan gadis itu yang berani spam notifikasi tengah malam? Chen ingin tau, maka dari itu sekarang mobilnya sampai di sekolah Qinteng International High School. Chen segers turun dari mobilnya. Ia harus mencari Li Mei. Dengan keberaniannya, Chen pun bertanya pada siswa. Mereka hanya menjawab tidak tau. "Sedang mencari Li Mei ya?" Ah! Suara itu terdengar familiar di telinga Chen. Saat menoleh ke belakang, ternyata Li Bai. Apakah cowok itu tau keberadaan Li Mei? "Dimana Li Mei? Apakah dia baik-baik saja?" Chen sangat khawatir sekarang. Semoga saja gadis itu tidak melakukan hal di luar nalar manusia lagi seperti bulan lalu. "Dia pergi. Entahlah kemana, yang jelas dia sedang marah denganmu," Li Bai menjawabnya dan tersenyum jahat. Rasakan itu Chen! serunya dalam hati. Chen pun mempercepat langkahnya, ia harus bertemu Li Mei hari ini juga. Apa yang membuat gadis itu marah? Karena ia mengabaikannya? Huh, Chen sangat sulit mengerti wanita mereka selali ingin di perhatikan. *** Li Mei menatap hamparan sungai yang mengalir deras, tempat ini adalah kenangan yang tak pernah ia lupakan saat hubungannya dengan Li Bai berakhir begitu saja. Andai waktu itu Chen tidaklah datang dan membiarkannya terjun bebas hingga mati. Li Mei menghela nafasnya. "Kenapa pria seperti dia menjadi malaikat penyelamat sekaligus memberi luka? Aku kira tuan Chen itu menjadi penyembuh rasa sakit hatiku. Haha, tapi tidak!" Li Mei seperti orang gila di pinggir jalan raya dekat jembatan gantung. Chen yang kuwalahan mencari Li Mei sampai melacak nomornya pun gagal, ia menyerah. Tapi jalan raya hari ini macet secara tiba-tiba. Chen mengerang kesal, padahal rambu lalu lintas tak menunjukkan tanda lampu merah. Lalu apa penyebabnya? "Kau tau? Disana ada siswi yang ingin meloncat dari jembatan." "Wah? Benarkah? Pasti dia karena putus cinta." "Bukan. Karena orang yang bernama Chen itu tak peduli. Makannya dia jadi begitu." Suara-suara para penggosip pengendara yang terdengar begitu jelas itu membuat Chen langsung turun dari mobilnya. Ini tidaklah benar! Itu bukan Li Mei. Saat Chen sudah sampai di jembatan gantung, telat 4 detik saja Chen kehilangan Li Mei selamanya. Gadis gila itu sudah hampir meloncatkan dirinya dari ketinggian 180 meter. "JANGAN MELOMPAT! AKU TAKUT KAMU PERGI!" suara Chen bergetar menahan tangisannya, memeluk erat Li Mei yang hanya diam. Padahak gadis itu bukanlah siapa-siapa, tapi Chen merasa berarti. Li Mei menjauhkan dirinya dari Chen. Menatap pilu pria jahat menyakiti perasaannya. "Apakah benar kau menginap di rumah Fang Yi dan melakukan- emm! Lepas!" Karena Chen tidak ingin Li Mei mencari keributan di jalan raya, Chen membungkam mulut gadis rewel itu. Ia dan Li Mei menjadi pusat perhatian sekarang. "Ingat baik-baik. Kamu harus tetap ada, karena aku tidak ingin dan enggan kehilangan sosok Li Mei yang cerewet. Bagaimana bisa seorang Chen yang monoton hidupnya menjadi lebih berwarna karena-aduh! Kakiku jangan di injak!" belum usai Chen menjelaskan suasana hati melankolosnya, Li Mei yang kejam itu menginjak kakinya. Li Mei mendesis. "Rasakan saja! Aku kemarin menghubungimu berkali-kali tapi nomormu yang laknat itu tidak aktif dan di alihkan. Dasar tidak punya perasaan pada wanita! Dimana setitik kebaikanmu ha?" Li Mei memarahi Chen habis-habisan. Apakah Chen akan menjadi orang yang sama melukai hatinya lagi? Li Mei tak habis pikir dengan pria di zaman sekarang, mementingkan kesibukannya sendiri sampai melupakan yang spesial-tunggu apa? Dirinya tidak spesial, kekasih hanya pura-pura. Li Mei tak berharap lebih, sudah cukup ia di jatuhkan dari langit ke tujuh menuju Bumi yang kering kemarau ini. "Aku pulang sendiri. Dasar pria tidak peka! Huh," Li Mei memalingkan wajahnya dari Chen, menenteng kedua sepatunya dan berjalan tanpa alas kaki. Chen yang melihat itu hanya melongo, Li Mei masih dalam keadaan normal kan? Kenapa gadis itu merajuknya berlebihan? ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN