Digoda

1024 Kata
Tanpa berkata lagi Tania mulai membawanya kesana. Membereskannya satu persatu masih dengan isak tangisnya yang terus terdengar. Tak jarang Tania tanpa sengaja menjatuhkan barang-barangnya. Hal itu semakin membuatnya begitu frustrasi hingga kini Tania tersungkur kelantai seraya menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Randy yang sedari tadi memandanginya dari kejauhan pun kini mulai menghampiri Tania seraya membantunya untuk berdiri. Randy cukup terkejut saat mendapati kedua jemari Tania yang memerah. "Aduh tangan lo kenapa sampai merah-merah begini? Bentar-bentar biar gue obatin dulu," ucap Randy seraya hendak beranjak mencari kotak p3k miliknya. "Gak perlu! Gak usah sok peduli lo sama gue! Buat apa lo ngobatin luka gue kalau ujung-ujungnya lo juga yang buat luka itu lagi!" tolak Tania seraya meninggalkan Randy begitu saja. Kini Tania mulai mengambil tas miliknya seraya ingin pergi dari tempat yang sungguh memuakan baginya. Baru saja Tania hendak membuka pintunya, lengan Tania sudah lebih dulu digenggam oleh Randy. Dengan keras Tania berusaha untuk melepaskannya namun lagi-lagi Randy semakin menahannya. "Gak usah lo tahan-tahan gue Ran! Seneng kan lo kalau gue gak ada disini!" "Mau kemana lo? Pergi seenaknya aja," "Bukan urusan lo! Inget perjanjian kita nomor tiga Kalau kita bisa hidup masing-masing bukan layaknya pasangan suami istri," Randy pun hanya terdiam seraya melepaskan lengan Tania. Sebab memabg ia tak mampu lagi untuk menahannya. "Okkay terserah lo. Gue gak akan ngelarang lo lagi juga gak akan urusin hidup lo. But please, jangan pernah bawa-bawa gue kalau emang lo lagi ada masalah," jelas Randy panjang lebar seraya meninggalkan Tania begitu saja. Baru saja Tania hendak melangkahkan kakinya keluar rumah adzan Magrib di alarm ponselnya kini dikumandangkan. Membuat Tania mengurungkan niatnya untuk pergi dan dengan terpaksa kembali menghampiri Randy. "Dimana kamar gue?" tanya Tania sinis. "Kenapa gak jadi pergi? Lo gak punya nyali keluar sendirian?" Randy bertanya balik dengan satu alis yang menaik. "Dimana kamar gue? Gak usah banyak tanya!" tanya Tania lagi dan Randy dengan santainya melemparkan kunci kamar Tania kepadanya. "Kamar lo sampingan sama kamar gue. Kamar itu emang udah jadi milik lo sekarang. Tapi gue minta sama lo untuk jaga baik-baik kamar itu. Karena itu kamar yang biasa Mommy gue pakai kalau Mommy lagi nginep disini," Tania pun hanya mengangguk seraya berjalan gontai meninggalkan Randy. Terlihat keputus asaan diwajah Tania yang entah karena apa. Hingga Randy berusaha mencari tahu dan mendengarkan doa Tania setelah solat kali ini. Benar saja, Tania mulai menangis sesenggukan dikala ia mulai mengangkat kedua tangannya. Dan Randy mulai mendengar Tania menyebut-nyebut nama Jack disana. Kata yang paling jelas Randy dengar adalah ketika Tania mengatakan, "Hamba mohon bantu hamba untuk dapat melupakan semua tentang Jack dari dalam hidup hamba." Setelah Tania menyelesaikan doanya Randy pun mulai meninggalkannya dan pergi keruang tamu seraya memainkan ponselnya. Hingga tak lama kemudian Tania kembali menghampirinya. Dengan malas Tania menghampirinya seraya kembali mengajaknya bicara. "Ran lo udah solat?" "Belum. Kenapa?" jawab Randy yang masih terfokus pada layar ponselnya. "Mama w******p, kita diundang makan malam jam delapan nanti. Mending lo solat dan siap-siap sekarang," jelas Tania masih dengan tatapan sinisnya. "Okkay tunggu ya," jawab Randy yang dengan bersemangat bangkit dari posisi duduknya. Sebab Randy merasa begitu bahagia Tania tak jadi pergi sendiri meninggalkannya. Dan ia tak akan pusing mencari-carinya nanti. Selama berkendara, mata Tania masih saja berkaca-kaca sebab entah mengapa ia tengah begitu teringat dengan setiap kenangan manisnya bersama dengan Jack beberapa tahun belakangan. Jack yang ia kenal selalu tulus menyayangi juga peduli kepadanya, ternyata melakukan semua itu semata-mata hanya menganggapnya sebagai seorang teman. Tak lebih dari itu. Yang membuat Tania menyisakan sebuah luka hati yang teramat dalam hingga saat ini. "Jadi jack nama laki-laki itu? Gue harap sih malam ini lo tetap bisa cheer up didepan kedua orangtua lo. Karena gue gak mau mereka mengira yang enggak-enggak tentang gue kalau mereka liat lo sedang gak baik-baik aja," ucap Randy memecah kesunyian diantara mereka. Spontan Tania memalingkan wajahnya kearah Randy seraya menatapnya tajam. "Tau dari mana lo? Lo nguping ya tadi?" Randy mengangguk. "Ya gue gak sengaja denger waktu lo berdoa. Gue juga sakit hati Tan, gue juga ngerasain gimana sakitnya ditinggalkan. Sampe malam itu gue bener-bener hilang akal dan ngelakui hal buruk yang seharusnya gak pernah gue lakukan sama lo. “Tapi gue akan tetap berusaha untuk melakukan yang terbaik didepan kedua orangtua kita selama lima tahun kedepan. Ya gue harap lo juga begitu," jelas Randy. "Lo tenang aja Ran. Kalau soal itu gue juga akan berusaha ngelakuin yang terbaik. Karena gue juga gak rela ngeliat orangtua gue gak hidup tenang hanya karena laki-laki yang udah gak pernah lagi peduli sama diri, hati, dan perasaan gue," jawab Tania dengan yakin seraya tersenyum tipis. Dan Randy pun mengangguk seraya turut tersenyum. Tak lama kemudian mereka tiba disana. Dengan segera Randy menuruni mobilnya seraya membukakan pintu untuk Tania juga menggandeng tangannya. Sebab saat ini sudah ada Mama yang menunggu kedatangan mereka dengan raut wajah penuh kebahagiaan diteras rumahnya. "Inget Tan senyum, lupain dulu semua masalah lo," ucap Randy setengah berbisik. "Iya Ran udah lo tenang aja. Gue gak selemah itu kok," jawab Tania yang berusaha tersenyum. Tania salami dengan takdzim punggung tangan sang Mama dan kini Mamanya mulai memeluknya dengan begitu hangat juga mengecup keningnya. Begitu pun dengan Randy yang juga melakukan hal yang sama. Sebelum berangkat, Tania sudah lebih dulu melepas plester dikepalanya juga menyamarkan memar dikeningnya dengan make up sehingga tak begitu terlihat. Tak lupa Tania tutupi dengan poninya yang cukup panjang. "Assalamu'alaikum Ma.. good night," salam Tania. "Wa'alaikumussalam, good night sayang. Akhirnya favorite couplenya Mama datang juga. Ayo-ayo masuk, Tristan sama Renata juga sudah ada didalam," ajak Mama dan Tania juga Randy mulai mengekorinya dengan kembali saling bergandengan tangan juga tersenyum sumringah. Sengguh sebuah senyuman sandiwara yang begitu terlihat nyata. Sehingga Mama begitu bahagia setiap melihatnya. Melihat Tania juga Randy yang masih saja terus bergandengan hingga mereka berada didepan meja makan membuat Tristan juga Renata tak tahan ingin menggodanya. "Ekhem, pengantin baru kita ini so seweet selalu yaa," goda Tristan. "Ya harus dong Mas, kan biar cepat dapat momongan. Makin mesra akan semakin baik bukan," imbuh Renata seraya mengedipkan satu matanya kepada Tania. "Ehehehe, kalian ini bisa saja. Tapi Papa juga setuju sih,karena Papa dan Mama sudah gak sabar ingin timang cucu," imbuh Papa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN