Kini Randy mulai mengambil kotak p3k yang tersedia disana seraya mengompres luka Tania dengan alkohol dengan begitu pelan.
"Ssh awwh.." erang Tania dan Randy berusaha untuk membuatnya tak merasa sakit.
"Sorry ya Tan ditahan sebentar sakitnya," ucap Rabdy dan Tania hanya mengangguk setuju.
Kini Randy mulai memasangkan plester dikening Tania. Setelahnya Randy pun tersenyum manis memandangi luka Tania yang telah terobati. Dan Randy pun berharap jika luka dihati Tania juga turut terobati. Sebab ia tak ingin Tania akan semakin membencinya dan akan sulit baginya untuk mengajaknya bekerjasama dalam hal apapun itu.
"Thanks ya Ran," ucap Tania seraya tersenyum tipis.
"Iya Tan sama-sama. Yaudah gue mau istirahat dulu ya. Kalo lo mau kita bisa tidur seranjang. Nanti malam gue janji bakal siapin kamar yang lebih bagus buat lo," jelas Randy.
"Okkay Ran thanks. Lo istirahat aja gak apa-apa. Gue masih ada urusan sama Jennie," jawab Tania santai.
"Okkay, duluan ya," ucap Randy dan Tania hanya mengangguk seraya tersenyum.
'Dasar laki-laki aneh. Kadang baik, kadang galak, kadang childish, kadang dewasa. Gak ketebak banget sih jadi orang! Tapi yang jelas, tetep aja hobinya bikin gue marah dengan setiap sikap nyebelin yang mendarah daging dalam dirinya itu!' Gumam Tania dalam hati. Seraya terus memandangi punggung Randy hingga tak terlihat lagi.
***
Kini Tania dan Randy sudah kembali berkendara menuju apartemen Randy. Namun sebelum itu mereka lebih dulu pergi ke sebuah mall, berbelanja kebutuhan sehari-hari mereka untuk satu bulan kedepan. Dengan cekatan Tania mulai mengambil semua bahan makanan baik yang pokok atau pun sekedar untuk camilan. Randy yang melihatnya pun cukup merasa kagum. Sebab Randy mengira jika Tania adalah seorang perempuan yang manja dan tak bisa apa-apa tanpa bantuan dari orang lain.
"Sabu-sabun udah, s**u udah, sayuran udah, buah udah, roti gandum udah, minyak udah, lauk pauk udah, snacknya juga udah banyak. Apa lagi nih Ran yang kurang?" tanya Tania yang mulai mengabsen semua bahan makanan yang telah ia beli.
"Udah semua kayaknya Tan," jawab Randy singkat. Sebab ia sudah terbiasa makan diluar ranpa sekali pun berbelanja makan makanan seperti saat ini.
"Gak ada barang atau apa gitu yang kepengin lo beli?" tanya Tania lagi berusaha memastikan.
"Eum, ice cream. I want it," jawab Randy.
"Okkay. I want it too. Tapi itu sih nanti aja sekalian bayar. Oh iya credit card lo mana?" ucap Tania seraya menjulurkan tangannya. Dengan segera Randy merogoh kantong celananya dan segera memberikan credit card itu kepada Tania.
Randy mengajak Tania untuk menikmati ice cream yang baru saja ia beli disebuah time zone. Randy mulai memakannya dengan begitu bersemangat, sebab memang ice cream berperisa coklat adalah kesukaan Randy. Sedangkan Tania lebih suka strawberry. Melihat mulut Randy yang mulai belepotan dengan ice cream membuat Tania terkekeh seraya mengambil sehelai tissue dari tasnya lalu mengelapinya dengan perlahan. Hal itu membuat Randy merasa senang karena Tania yang begitu perhatian padanya.
Setelahnya mereka segera kembali pulang. Sebab adzan magrib yang sebentar lagi akan segera dikumandangkan. Tania yang merasa cukup lelah kembali tertidur dimobil Randy. Sebab memang siang tadi ia tak sempat untuk tidur siang. Tanpa Tania sadari kini kepalanya tengah bersandar dilengan kokoh Randy. Dan Randy pun tetap membiarkannya begitu karena ia tak ingin jika Tania akan terganggu karenanya.
***
Kini mereka baru saja tiba didepan apartemen Randy. Hujan cukup deras mengguyur California sore ini. Dengan segera Randy berusaha membangunkan Tania. Namun karena ia merasa begitu nyaman juga mengantuk, membuat Tania begitu sulit untuk terbangun dari tidurnya. Jika Randy menggendongnya hingga kamar mereka, itu tak memungkinkan bagi Randy. Sebab memang banyaknya belanjaan yang sudah mereka beli akan lebih susah lagi terangkutnya. Hingga kini Randy mulai meneriaki Tania ditelinganya dan membuat Tania hampir saja terbentur stir mobilnya.
"Ya ampun Raaaan! Bangunin gue sih bangunin gue! Tapi gak segitunya juga kaliiii!" bantah Tania sebab keterkejutannya.
"Iya iya sorry. Abisnya lo kebo banget sih dari tadi gue bangunin gak bangun-bangun!" pungkas Randy seraya mencebikan bibirnya.
"Sengaja kan lo pengin bikin kepala gue pusing!" tuduh Tania.
Randy putar bola matanya jengah seraya tersenyum miring pada Tania. "Terserah lo deh mau mikir apa! Udah sana bawain tuh belanjaan semua dasar tukang tidur!"
Tania menggeleng kuat seraya menatap tajam kearah Randy. "Ya bagi dua lah! Ya masa belanjaan segitu banyaknya gue bawa sendirian!"
Randy tak mengindahkan perkataan Tania sama sekali seraya meninggalkannya begitu saja. "Selamat jadi upik abu Tania sayaaang," ejek Randy seraya melambaikan tangannya tanpa membalikan tubuhnya.
"Iiiiih ngeselin banget sih tuh orang! Baru aja sehari hidup bareng sama dia otak gue udah mendidih rasanya! Gimana lima tahun kedepan cobaaaa!" umpat Tania seraya mulai mengambil semua barang belanjaannya.
Tania cukup kesulitan berjalan sebab ditangan kanan dan kirinya sudah tercangking dua kantung besar belanjaan. Dan lagi-lagi, airmatanya tak dapat terbendung lagi ketika ia berada didepan kamar Jack yang hingga kini tak ada kabarnya. Entah dimana keberadaannya, dan entah apakah Jack masih mengingatnya
Sebab kedua tangannya dipenuhi belanjaan Tania mengetuk pintu kamar Randy menggunakan kakinya. Berkali-kali Tania menendangnya Namun Randy tak kunjung membukakannya. Kini ia tengah tergelak dari dalam kamar seraya memandangi wajah kesal Tania dari monitor pintu kamarnya.
"Raaaan bukain cepetaaaan ini tuh beraaaaat!" pekik Tania yang membuat Randy iba. Dan kini ia mulai membukanya.
"Lelet banget sih lo! Dari tadi gue tungguin gak nyampe-nyampe!" maki Randy.
Tania tak mengatakan apapun seraya meletakan semua belanjaannya dengan kasar. Sebab kini kedua jemarinya mulai memerah sebab menahan beban yang terlalu berat. Randy baru saja menyadari jika saat ini Tania tengah menangis memandangi kedua jemarinya. Randy dongakan dagu Tania agar menatapnya, namun dengan kasar Tania melepaskannya.
"Lo nangis Tan?" tanya Randy hati-hati.
"Dimana kamar gue?!" Tania balik bertanya dengan sinisnya.
"Cengeng banget sih lo! Cuma disuruh bawa belanjaan gitu aja udah nangis!" ucap Randy seenak hatinya.
"Gue tanya dimana kamar gue? Semuanya udah gue bawain lo mau apa lagi? Apa masih ada yang kurang? Okkay, biar lo puas bakal gue rapihin semuanya sekarang juga. Dimana dapur lo?" tanya Tania lagi dengan serius seraya memunguti semua barang belanjaannya.
"Itu disebelah sana," jawab Randy seraya menunjuk kearah dapur. Namun sebenarnya ia tak mengerti mengapa Tania bisa semarah ini jika hanya karena Randy memintanya untuk membawa semua belanjaan mereka.