10.

1198 Kata
Hari sudah terlihat gelap ketika Leon berjalan perlahan menyusuri hutan Terlarang dengan seorang balita manusia yang tertidur di atas punggung harimaunya. Pria harimau itu melangkah dalam diam sembari tetap memikirkan apa yang baru saja terjadi seharian ini. Terlebih ketika dirinya secara otomatis melindungi balita yang ada di atas punggungnya ini.   Perasaan simpati terhadi balita itu membuat Leon merasa semakin tidak habis pikir dengan apa yang baru saja dilakukannya tadi. Karena pada dasarnya, Leon merupakan seorang pria berwujud harimau yang tidak akan pernah mengasihani buruannya, sekali pun dia meminta dan mengemis untuk dilepaskan. Ini adalah kali pertama untuk Leon melakukan hal baik pada buruannya selama ini.   Memikirkan hal konyol itu membuat Leon akhirnya menghela napas untuk ke sekian kalinya. Dirinya merasa tidak bisa tenang dengan kebaikannya yang dilakukannya ini. Merasa tubuh balita itu hampir merosot jatuh dari atas punggungnya, dengan malas Leon mengarahkan ekor harimaunya untuk membenarkan posisi balita kecil itu seperti sebelumnya.   Nampaknya balita itu sudah merasa nyaman dengan posisi tidurnya yang tengkurap memeluk punggung harimau Leon, dan membuatnya tertidur lelap tanpa mempedulikan goncangan yang sengaja dilakukan oleh pria harimau itu selama perjalanan mereka.   Leon menoleh ke atas untuk melihat langit hutan Terlarang yang sudah begitu mendung. Dirinya harus cepat sampai menuju markasnya sendiri sebelum rintik hujan berhasil membasahi tubuh harimaunya lagi. Sudah cukup bagi Leon berbasah-basahan untuk hari ini. Dirinya sudah begitu kenyang setelah menghabiskan 2 manusia dewasa, dan 1 ekor ular berukuran sebesar Titanoboa tadi. Semua daging itu sepertinya bisa membuat Leon beristirahat dengan tenang di dalam markasnya untuk beberapa hari ke depan.   Dari langit hutan Terlarang yang begitu gelap dan mendung, Leon mengalihkan mata tajamnya ke arah sekitar di mana jalan menuju markas miliknya terlihat begitu sepi akan pengunjung hutan Terlarang. Ya, tempat yang menjadi markasnya itu merupakan tempat tersembunyi dan cukup jauh dari jarak jangkauan pengunjung hutan Terlarang.   Leon sengaja mencari tempat seperti itu untuk mendapatkan suasana yang tenang. Selain dirinya juga tidak tertarik beramah tamah dengan warga hutan Terlarang yang lain tentunya. Itu hanya sesuatu yang merepotkan dan tidak berguna bagi Leon.   Langkah tegas nan mantap Leon akhirnya tiba di salah satu goa yang selama ini telah menjadi markas kecil pria harimau itu. Leon menatap goa tersebut dalam diam. Dari luar tidak ada yang terlihat menarik untuk goa itu. Penampilannya tidak jauh beda dengan goa-goa biasa yang lainnya. Begitu juga dengan bagian dalamnya.   Gluduk! Gluduk! Suara gluduk di langit malam mengalihkan perhatian Leon pada penampilan goa tempat tinggalnya sendiri. Pria harimau itu kembali menoleh ke arah langit malam yang nampak semakin mendung. Seperti perkiraan pria harimau itu. Sebentar lagi akan turun hujan.   Dan tidak lama setelah memikirkan hal itu, rintik hujan akhirnya benar-benar jatuh menetes tepat di atas wajah harimau Leon. Dengan itu, Leon kembali melanjutkan langkahnya untuk memasuki pintu goa di depannya dan masuk semakin ke dalam. Benar-benar tidak ada yang menarik di dalam goa tersebut.   Lorong goa cukup panjang untuk ditelusuri, dan goa itu juga tidak memiliki cabang jalan yang bisa membingungkan pendatang yang memasukinya. Hanya saja goa itu nampak begitu gelap karena tidak ada pencahayaan apa pun di sana. Namun tempat segelap itu sama sekali tidak menyulitkan penglihatan tajam milik Leon yang sudah terbiasa melakukan perburuan dalam kegelapan.   Mata harimaunya masih bisa memerhatikan dengan jelas tiap detail sesuatu yang ada di sekitarnya. Dan Leon sudah terbiasa dengan kegelapan sejak lama. Pria harimau itu samar-samar mendengar suara derasnya hujan yang jatuh di luar sana, setelah dirinya memasuki goa. Sepertinya badai hujan telah datang. Leon merasa lega dirinya bisa pulang tepat waktu malam ini.   Langkah kaki Leon masih melangkah ke depan tanpa ragu, hingga pria harimau itu sampai di ujung goa. Tempat peristirahatannya yang sebenarnya. Leon menatap lurus tempat yang berisi sebuah sofa panjang untuknya biasa menempatkan diri di sana.   Dengan pancaran cahaya dari sumbu-sumbu api yang berada di sekitarnya. Satu-satunya tempat yang paling terlihat mewah di sana hanyalah sofa lembut berwarna merah tanpa kaki dengan aksen emas pada ukiran-ukiran di sekitarnya.   Nampak begitu biasa dan tidak ada apa-apanya dibanding tempat yang ditinggali oleh teman-teman iblisnya di markas Evan. Namun meski begitu Leon lebih senang tinggal di tempat terpencil dan sangat sederhana itu. Jauh dari keramaian hutan Terlarang, dan bisa membuatnya lebih nyaman dan tenang.   Lagi pula tempat yang ditinggalinya itu sangat bersih. Tidak ada masalah yang berarti bagi Leon. Dan jika ada pengunjung tidak diundang tiba-tiba datang memasuki tempat itu, maka Leon cukup membunuhnya, atau bahkan memakannya saja. Mudah bukan. Leon kembali melanjutkan langkah kakinya menuju sofa yang merupakan tempat singgasananya selama ini. Pria harimau itu berdiri di depan sofa kebesarannya. Kini pria harimau itu merasa bingung akan menempatkan di mana balita yang dibawanya ini. Tidak ada tempat lain yang cukup hangat selain sofa kebanggaannya itu. Leon melirik ke atas tanah di dekat sofa. Dengan ekor panjangnya, Leon meraih tubuh balita yang masih tertidur di atas punggungnya itu dengan perlahan. Leon meletakkan balita kecil itu di atas tanah, tepat di depan sofanya. Terserahlah. Leon tidak ingin memperdulikan lebih jauh mengenai kenyamanan balita kecil itu. Dengan bersikap masa bodoh, Leon menaiki sofa lembutnya dan lalu merebahkan tubuh harimaunya dengan nyaman di sana. Posisi tubuh harimaunya yang merebahkan diri di sana dengan menghadap ke arah depan, membuat Leon langsung berhadapan dengan balita kecil itu ketika membuka kedua matanya lagi. Leon tertegun melihat kondisi balita itu. Tubuh kecilnya nampak sedikit bergetar. Kedua matanya terpejam rapat, dengan bibir mungil yang terbuka lebar. Nampak menggemaskan sekali.   Namun jika melihat rona merah di wajahnya yang telah memudar, dan suhu tubuh balita itu yang sudah mendingin, orang yang menyadari hal itu pasti akan menjadi cemas dan khawatir akan kondisi balita tersebut. Bahkan baju satu-satunya yang dipakai balita itu masih nampak basah.   Kedua kaki kecilnya berposisi terbuka melebar, menunjukkan bagian tubuh bawahnya yang telanjang tanpa memakai kain penghalang apa pun di sana. Balita sekecil itu pasti tidak akan bertahan lama menghadapi dinginnya malam hutan Terlarang, terlebih jika terus dibiarkan tertidur di atas tanah tanpa beralaskan suatu kain.   Memikirkan hal itu membuat Leon menghela napas lelah. Kenapa pikirannya tidak bisa berhenti merasa simpati dengan balita kecil itu. Leon pada akhirnya mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa apa yang dilakukannya setelah ini, merupakan salah satu usahanya yang ingin menyimpan cadangan makanan dengan baik. Dikarenakan kondisi perut harimaunya yang sudah begitu kenyang. Leon tidak bisa membiarkan balita itu mati kedinginan, dan pada akhirnya membuat daging ranumnya menjadi tidak segar lagi karena telah membusuk selama menunggu nafsu makan Leon kembali memuncak.   Dengan membuat alasan seperti itu dalam dirinya sendiri, Leon akhirnya bangkit dari rebahannya untuk mendekati balita kecil itu lagi. Ditatapnya dengan lekat balita itu terlebih dahulu, sebelum kemudian Leon mengarahkan satu cakar tajamnya untuk merobek baju basah milik balita itu, dan membuangnya begitu saja. Membuat balita kecil itu telanjang di tempat. Leon mengangkat kembali balita kecil itu dan membawanya ke atas sofa. Merebahkan tubuh kecilnya di sana, dan lalu Leon menyusul balita itu. Leon merebahkan tubuh harimaunya di dekat balita tersebut, dan sengaja melingkupi tubuh kecil itu tanpa kata. Diam-diam Leon mencoba membuat tubuh balita itu tetap hangat di sekitar tubuhnya yang bersuhu panas. Baik hati, pikiran dan jiwa Leon kini tengah merasa tidak mudah ketika melakukan semua itu. Hal ini seperti bertentangan dengan kebiasaan hidupnya selama ini. Karena itu, Leon memalingkan wajahnya ke arah lain, seakan menolak kehadiran balita itu di sekitarnya.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN