06-Who is He

1085 Kata
Happy readingDengan langkah kesal, Nay masuk ke dalam rumahnya. Ia baru saja pulang kuliah. Sebenarnya tadi Delon mengajaknya jalan, tapi sudah 1 jam menunggu dan Delon tak kunjung datang. Lalu tiba-tiba Delon mengirimkan pesan permintaan maaf karena ada urusan mendadak. Tentu saja itu membuat Nay kesal setengah mati. Tahu begitu Nay pasti akan ikut Nadia pergi ke pasar malam bersama Nathan! Ck! Mengingat Nadia dan Nathan membuat darah Nay kembali mendidih. Ia paling benci ketika Nadia dengan mudah memaafkan Nathan meski itu bukan kesalahan pertamanya. "Oh!" Nay menjerit kecil ketika melihat ada seseorang yang sedari tadi mengawasinya dari sofa. "Bagaimana kau bisa masuk?" pekik Nay terkejut melihat Justin ada di dalam rumahnya sedangkan pintunya tadi masih terkunci. "Kuberi waktu 15 menit untuk berganti baju," ucap Justin santai sembari melipat kedua tangannya. "Memangnya siapa dirimu bisa menyuruhku seenaknya begitu!" Nay berkacak pinggang menatap Justin. "Lebih baik kamu pergi sekarang atau aku akan berteriak minta tolong!" "Lakukan saja," jawab Justin enteng. Nay geram. Ia berjalan cepat menghampiri Justin dan menarik tangan pria itu agar segera pergi dari rumahnya. Tapi Justin malah balik menarik tangan Nay hingga gadis itu jatuh ke pangkuannya. Nay tersentak dan ingin bangun tapi Justin menahan pinggangnya dengan erat. "Lepaskan!" ucap Nay tajam. "Jangan buang waktuku, Nayna. Ganti bajumu sekarang atau aku yang akan menggantikannya?" "Dasar m***m kurang ajar! Aku tidak mau ikut denganmu!" "Sepertinya kau harus diberi pelajaran dulu." Justin mengubah posisi mereka dengan cepat hingga kini Nay tertindih di sofa. Nay membulatkan matanya terkejut dan menahan d**a Justin agar tak semakin menindihnya. Justin tersenyum sinis lalu berucap remeh. "Mulai sekarang, kau milikku. Tidak ada bantahan atau aku akan memberikan peringatan tegas padamu." "Kau gila!" umpat Nay. "Kurasa begitu. Banyak pekerjaan yang menantiku tapi aku selalu berakhir memikirkanmu, Nayna. Sepertinya aku memang gila karenamu." Justin mengangkat tubuhnya dan Nay langsung duduk dengan merapikan pakaiannya. "Cepat ganti bajumu!" kesal Justin. Nay kemudian berjalan dengan menghentakkan kaki ke lantai menuju kamarnya. Tak lupa menutup pintu kamarnya dengan bantingan yang begitu keras. Nay rasa percuma membantah pria tukang perintah seperti Justin. Nay hanya mencuci wajahnya dan berganti baju. Ia segera keluar dari kamarnya untuk menemui Justin. Gadis itu begitu terkejut saat Justin sudah ada di depan kamarnya dan menarik tangannya untuk keluar dari rumah. Justin menghentikan taksi yang baru saja lewat dan mendorong Nay untuk masuk kemudian ia duduk di sebelahnya. Nay mencibir. Justin sangat kasar. "Kita akan ke mana?" tanya Nay memecah keheningan. Nay juga bingung ketika si sopir taksi tidak bertanya ke mana mereka akan pergi. Taksi ini berjalan seperti sudah tahu tujuannya. "Justin-" "Diamlah. Kau berisik sekali!" ucap Justin ketus. Nay memutar bola matanya malas dan membalas, "Kamu ingin menculikku?" "Kalau iya, memangnya apa yang bisa kamu lakukan sekarang?" Nay memegangi pintu taksi. "Aku bisa melompat sekarang atau berteriak minta tolong. Katakan kita akan ke mana!" ancam Nay. Justin menyentak lengan Nay hingga gadis itu menubruk tubuhnya. "Diam." Justin merangkul bahu Nay agar Nay tak bisa melakukan hal-hal aneh. "Lepaskan! Aku tidak ingin ikut denganmu!" Justin meraih dagu Nay dan dengan cepat menciumnya. "Hey!" Nay refleks mendorong d**a Justin agar menjauh lalu mengusap bibirnya dengan kasar. Pria itu malah terkekeh sinting melihat Nay mendelik tajam padanya. "Sialan sekali bibirmu lebih nikmat dari apa yang kubayangkan sebelumnya." "Beraninya kau- " "Kalau kau tidak bisa diam, aku yang akan membuatmu diam. Percayalah, aku ingin kamu kembali berisik agar aku bisa membungkam bibir manismu." Nay langsung menutupi mulutnya dengan kedua tangan. Justin mendekatkan wajahnya, berbisik pada Nay dengan nada pelan. "Jangan memancingku karena sebenarnya aku masih menaruh minat besar pada tubuhmu, Nayna." Nay kembali mendorong tubuh Justin dengan satu tangannya agar tak dekat-dekat. Di tengah perjalanan, Justin mendapat sebuah telepon dari Vero yang membuatnya harus mengurungkan niat ke tempat awal tujuannya. Ia pergi ke tempat Vero yang ternyata di sebuah bangunan tua yang sudah tak terpakai. Taksi berhenti di sana. Di depan bangunan itu terdapat beberapa mobil yang terparkir dengan 2 kubu gangster yang sedang bertarung. Mereka bertarung dengan tangan kosong. Tapi darah dari luka-luka di tubuh mereka tak bisa dikatakan biasa. Sepertinya kedua gangster itu memang sama-sama kuat dan musuh lama. Nay refleks menahan lengan Justin saat Justin membuka pintu taksi. "Tolong jangan tinggalkan aku di sini." Justin tersenyum tipis. "Hanya sebentar. Aku akan segera kembali." Justin melepaskan tangan Nay dari lengannya kemudian ikut ke dalam kerumunan itu. Nay menggigiti ujung jarinya karena ngeri melihat pertarungan itu. Tak jelas di mana Justin berada karena mereka semua memakai pakaian hitam khas gangster juga jaket hitam. Seperti Justin tadi. Nay bukan khawatir pada Justin, ia hanya takut jika salah satu dari mereka mendatangi taksi ini dan menculiknya. Nay bergidik ngeri memikirkan hal itu. Apa sebaiknya Nay pergi sekarang juga? Ya, sepertinya itu ide terbaik. Saat Nay akan membuka pintunya, tak sengaja di kerumunan orang itu Nay melihat orang yang sangat ia kenal. Reza, teman satu band Delon. "Reza?" Nay bergumam tak percaya Reza adalah anggota sebuah gangster. "Evan!" Nay lebih terkejut lagi saat satu lagi teman se-band Delon ada di sana juga. Jangan bilang urusan mendadak yang Delon katakan padanya tadi adalah ini! Nay berharap Delon tak ada di sana. Nay segera keluar dari taksi, tak mengindahkan panggilan dari sopir taksi tadi yang mengejarnya. Seseorang dengan pakaian serba hitam keluar dari kerumunan dan berlari menghampiri Nay. Nay terkejut dan segera berbalik ingin pergi, takut jika dia adalah orang jahat. Gadis itu berlari menjauh hingga lengannya ditarik seseorang dari belakang. "Nay!" Nay tak jadi memberikan perlawanan ketika mengenali suara itu. "Delon." Nay memberanikan diri untuk mendongak, memastikan jika orang yang sedang menahan lengannya adalah Delon. Kekasihnya. "Kamu ngapain di sini?" tanya Delon khawatir. "Delon," lirih Nay. Beruntung tak ada luka di wajah Delon, membuat Nay sedikit lega. Nay tersentak ketika Delon menariknya menjauh dari tempat itu dengan berlari. "Delon, jelaskan padaku kenapa kamu berkelahi dengan orang-orang itu!" tuntut Nay di sela acara larinya. "Bukankah aku yang seharusnya bertanya kenapa kamu bisa sampai di sana, Nay?" Delon menghentikan sebuah taksi lalu memasukkan Nay ke sana. "Delon." Nay menarik Delon agar ikut masuk dengannya. "Kamu akan kembali ke sana?" tanya Nay khawatir saat Delon tak ingin masuk bersamanya. "Nay, teman-temanku sedang bertaruh nyawa di sana. Aku tidak mungkin meninggalkan mereka. Kita bicara secepatnya. Pulanglah." "Delon, berjanjilah kamu akan baik-baik saja." "Pasti. 3 jam lagi aku akan ke rumahmu dengan baik-baik saja. Kita saling berhutang penjelasan, Sayang." Delon mencium kening Nay dari luar taksi kemudian menutup pintu taksi agar segera melaju. Nay menoleh ke belakang. Ia melihat Delon kembali ke tempat tadi. Dalam diamnya, Nay berdoa agar Delon selalu baik-baik saja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN