07-Justin and Delon

1064 Kata
Happy ReadingDengan cemas, Nay menunggu Delon yang katanya akan datang 3 jam lagi saat Nay akan pulang tadi. Seharusnya satu jam lagi dari sekarang Delon sudah menemuinya. Nay benar-benar khawatir jika sesuatu terjadi pada kekasihnya itu. Waktu menunjukkan pukul 10 malam dan Nay sama sekali belum mengantuk. Jika Delon sudah di perjalanan menuju rumahnya, Nay berharap ada pesan dulu dari Delon supaya perasaannya lebih tenang. Ketukan pintu membuat Nay cepat-cepat membuka pintu rumahnya. Berharap memang Delon yang datang dan dengan keadaan baik-baik saja. Saat melihat pemuda yang kini berdiri di depan pintu, Nay langsung berhambur ke pelukannya. Delon membalas pelukan kekasihnya sama eratnya. Ia sangat tahu bagaimana perasaan Nay saat ini yang sedang mengkhawatirkannya. Delon menahan napasnya dalam saat punggungnya mendapat tekanan. "Aku takut terjadi sesuatu padamu," ucap Nay dengan isakan pelan. "Ssttt ... Nay, jangan menangis. Aku baik-baik saja." Nay melepaskan pelukannya dan mendongak untuk menatap wajah Delon. Beruntung Nay tak menemukan luka sedikit pun di wajah Delon. Delon merangkul Nay menuju sofa di depan televisi. "Aku tahu ini pasti sangat mengganggumu, Nay," ucap Delon memulai dengan tatapan serius. "Aku memang bukan pria baik. Aku anggota sebuah gangster besar dan banyak musuh," jelas Delon dengan jujur tanpa diminta. "Tapi Nay, aku bersumpah perasaanku padamu bukan main-main. Aku serius mencintaimu. Aku tidak ingin kamu terlibat dalam hal ini karena sangat berbahaya. Tapi aku tak bisa kehilanganmu, Nay. Jadi aku merahasiakan ini darimu." "Delon." Nay menangkup wajah Delon agar pemuda itu lebih tenang lalu berucap, "Aku beberapa kali pernah dengar kamu memang anggota gangster tapi aku tak peduli karena aku tidak melihatnya sendiri. Tapi sekarang saat aku melihatnya sendiri dan mendengar penjelasanmu, aku egois dan masih tak ingin kehilanganmu. Tak peduli apa pun latar belakangmu, aku mencintaimu. Mencintai Delon yang juga tulus mencintaiku. Bukan rasa benci yang datang ketika aku tahu kamu berbohong tentang ini. Tapi rasa takut. Aku takut keselamatanmu akan terancam. Aku takut kamu terluka." Delon menarik Nay ke dekapannya. Ia merasa sangat lega mendengar Nay masih menerimanya walaupun ia telah berbohong besar. Bahkan Nay tak takut padanya, gadis itu hanya takut Delon terluka. "Maafkan aku, Nay. Maafkan aku." Nay semakin menenggelamkan wajahnya di d**a Delon. Ia tak sadar sedari tadi Delon meringis saat tangan mungilnya menyentuh punggung Delon. Nay melepaskan pelukan mereka. "Pulanglah. Kamu harus istirahat." Nay berharap Delon melupakan kenapa dirinya juga ada di sana tadi. Ia tak tahu Justin dan Delon musuh atau teman. Keduanya adalah hal yang sama-sama buruk. Jadi Nay memilih menyembunyikan hal ini dari Delon. "Masuklah ke kamarmu. Biar aku yang mengunci pintunya dari luar." Nay mengangguk kemudian masuk ke kamarnya sedangkan Delon meninggalkan rumah Nay dengan mengunci pintu. Memang Delon juga membawa kunci rumah Nay. Hubungan mereka sudah sangat serius, jadi Nay mempercayakan banyak hal pada Delon. Delon memasuki mobilnya dengan meringis pelan. Sedari tadi ia menahan rasa sakit di punggungnya karena ia sempat terkena tendangan di punggung, juga tulang keringnya terluka. Delon hanya tak mau Nay khawatir padanya jadi Delon terus menahan rasa sakitnya saat Nay memeluknya dan sempat menekan lukanya. *** Pagi menjelang, sinar matahari yang menerobos tirai jendela kamarnya membuat Nay terjaga dari tidurnya. Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia melihat seorang pria sedang menatapnya dan tidur miring menghadap padanya. Nay berbaring sempurna. Ia mencoba lebih sadar lagi dan kembali menoleh. Gadis itu menjerit heboh mendapati Justin ada di ranjang yang sama dengannya. Ia juga langsung duduk dengan menarik selimut hingga leher. Justin tersenyum kalem lalu juga berbaring sempurna menatap langit-langit kamar Nay. "Baru kali ini aku melihat seorang gadis menjerit ketakutan saat melihat pria tampan. Kukira mereka hanya akan menjerit ketika bertemu hantu." Justin menambah lengannya untuk bantalan kepala. "Ya! Apa yang kaulakukan! Kenapa kamu selalu bisa seenaknya masuk ke rumahku! Kenapa kamu tidur di sini! Apa yang kaulakukan padaku?" teriak Nay benar-benar shock. "Hey, apa enaknya menyentuh orang yang sedang tertidur?" dengus Justin tak terima dengan tuduhan tak langsung dari Nay. Nay melihat ke balik selimutnya. Pakaiannya masih lengkap dan Nay tak merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. "Apa maumu sebenarnya?" tanya Nay frustrasi. "Entahlah, aku hanya ingin melihatmu." "Itu tidak masuk akal. Kita tidak saling mengenal. Kumohon berhentilah menggangguku." "Aku juga ingin sekali bisa melakukannya. Kurang kerjaan sekali aku di sini hanya untuk melihatmu. Tapi aku tak tahu kenapa ini terasa sangat menyenangkan," jawab Justin pura-pura ikut heran. "Kau gila! Bagaimana kau bisa masuk ke rumahku!" "Bisakah kau berhenti berteriak? Telingaku sakit mendengarnya," omel Justin sembari mengusap telinganya sebal. "Aku tidak peduli! Pergi sekarang juga!" usir Nay kasar dan tak tahan lagi menghadapi makhluk menyebalkan seperti Justin. "Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja. Dan Nayna, peringatan keras dan ini terakhir kalinya untukmu, jangan pernah pergi dariku saat aku belum mengizinkannya seperti semalam-" "Memangnya kau siapa!" tukas Nay tak terima. "Aku sudah mengatakannya semalam. Kau milikku. Apa kau lupa?" Justin tersenyum miring. "Bisa-bisanya kau mengklaimku sebagai milikmu begitu saja! Aku punya kehidupan sendiri. Aku punya orang tua dan aku masih berkuliah tahu! Ahh, aku tak mau tahu, pergi dari rumahku sekarang juga!" "Aku menganggap kalimat panjangmu tadi tak pernah kudengar. Yang kutahu, kau adalah milikku. Tak ada negosiasi apalagi penolakan." Justin bangkit dari ranjang Nay dan merapikan rambutnya di depan cermin. "Aku harus pergi sekarang. Tapi karena kemarin kita tidak jadi pergi, nanti aku akan kembali menjemputmu. Dan ...," Justin memutar tubuhnya untuk menatap Nay yang masih betah duduk di ranjangnya, "Jangan mencoba pulang terlambat atau bahkan tidak pulang. Karena aku akan menjemputmu di manapun kau berada." "Kau seperti seorang teroris," cibir Nay. "Aku tidak mau ikut denganmu." "Sudah kubilang aku tidak menerima penolakan." Justin kemudian berjalan menuju pintu kamar Nay. "Justin," panggil Nay saat Justin sudah membuka pintu kamarnya. Nay teringat sesuatu. Pria itu menoleh untuk mendengar apa yang ingin Nay katakan. "Sudah merindukanku?" tanyanya jahil. Nay turun dari ranjang dan mendekati Justin. Justin mengernyit saat Nay menatap wajahnya dengan lekat. "Kau baru ingin mengakui ketampananku?" Nay memutar matanya jengah lantas mundur beberapa langkah. "Pergilah!" Justin mengangkat kedua bahunya tak mau tahu lalu keluar dari kamar Nay. Nay memikirkan sesuatu. Delon dan Justin ada di pertarungan itu semalam tapi Nay tak menemukan luka di tubuh Delon maupun Justin. Tidak mungkin 2 gangster yang sedang berkelahi menang semua. Pasti ada salah satu yang kalah. Apa Justin dan Delon berteman? Nay menggeleng cepat. "Bagaimana jika Delon tahu temannya berbuat seperti ini padaku?" lirih Nay frustrasi dan khawatir. "Ahh, entahlah!" Gadis itu segera masuk ke kamar mandi untuk bersiap berangkat kuliah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN