08-You're The Killer

1237 Kata
Kangen aku gak? Happy Reading Tinn Tinn Nay tersentak ketika sebuah mobil yang ia kenali berhenti di depannya yang sedang menunggu bus. Nay menoleh pada orang-orang di sekitarnya. Banyak mahasiswa di sini yang tahu hubungannya dengan Delon. Nay takut seseorang akan melaporkan hal ini pada Delon. Nay menghampiri mobil Justin yang jendelanya terbuka. "Cepat masuk," ucap Justin tak sabar. "Kita bertemu di rumah- "Cepat masuk!" potong Justin tajam. "Oke, tunggu aku di minimarket depan sana. Aku akan ke sana dengan bus." "Itu akan lama. Sekarang, Nayna." "Sebentar lagi bus akan lewat" Justin mendengus kemudian melajukan mobilnya. Sedangkan Nay kembali ke bangku tunggu halte untuk menunggu bus. * * * Beberapa saat menunggu, akhirnya sebuah bus menurunkan orang yang ia tunggu. "Kita akan ke mana?" tanya Nay dari jendela. "Masuk saja." "Katakan dulu ke mana," paksa Nay gemas. "Masuk sekarang atau aku yang keluar dan menggendongmu masuk!" ancam Justin. Nay mendengus kemudian masuk ke mobil Justin dengan membanting pintu, "Sudah, katakan kita akan ke mana." Justin tak menjawab. Pria itu langsung menjalankan mobilnya. "Justin. Aku bertanya padamu!" "Kau akan tahu setelah kita sampai," jawabnya enteng. "Kau ingin menculikku?" "Memangnya ada seorang penculik yang menculik korbannya dengan cara seperti ini? Kau sendiri yang masuk ke mobilku. Penculikan yang sama sekali tidak dramatis," balas Justin sengit. "Kau sering menonton drama korea, ya? Tadi pagi membicarakan idol korea, sekarang tentang drama. Ck ck tak ku sangka." "Apa yang sedang kau bicarakan sebenarnya?" Nay menggaruk tengkuknya. "Aku jadi bingung juga," gumamnya. "Ada roti di belakang. Kau belum makan, 'kan?" Nay menoleh ke belakang dan mendapati kantung plastik dengan nama minimarket tempat Justin menunggunya tadi. Nay langsung mengambilnya. Ada 2 buah roti dan sebotol air mineral. "Kamu bisa bersikap baik juga ternyata," puji Nay seraya memakan rotinya. "Kau terlalu percaya diri. Aku hanya iseng tadi masuk ke minimarket itu. Akan aneh jika aku hanya menumpang parkir." Nay mendengus tak terima dengan jawaban Justin. "Terserah kau saja. Tapi sebenarnya kita mau ke mana?" "15 menit lagi- hey! Kau cerewet sekali," tegur Justin yang baru sadar ia terus menanggapi ocehan Nay yang sebenarnya tidak penting itu. "Tapi pertanyaanku yang itu memang belum kamu jawab." Justin kemudian diam. Lelah menanggapi gadis di sebelahnya. "Kamu sudah makan?" "Bukan urusanmu." "Lagipula aku hanya basa-basi," ucap Nay sebal. * * * Sebuah rumah mewah bergaya eropa kini menjadi tempat berhentinya mobil Justin. Mereka masih berdiam diri di dalam mobil. Nay sibuk dengan kekagumannya pada bangunan itu sedangkan Justin tampak berpikir dengan tatapan serius. Nay menoleh ke belakang, menatap pos jaga mansion yang dijaga banyak pria. Mobil Justin masuk tanpa dibukakan pintu, itu artinya gerbangnya hanya akan terbuka jika yang masuk adalah orang-orang yang memang sudah dipersilakan masuk oleh tuan rumahnya karena menggunakan sensor pada mobilnya atau memang dibukakan pintu dari dalam. Hening berkuasa hingga beberapa saat sampai Nay tersadar dan bertanya, "Ini rumah siapa?" Tak ada jawaban. "Kenapa kita ke sini?" Tetap tak ada jawaban. "Justin, aku bertanya padamu." "Bukankah ini sudah menjawab pertanyaanmu yang tadi, kenapa kamu melempar pertanyaan lagi?" tukas Justin kesal. "Pertanyaan yang mana?" "Kita akan ke mana." Nay mendelik sebal pada pria itu. "Ini rumahmu?" Justin membuka pintu mobil dan keluar dari mobilnya diikuti Nay yang mau tak mau harus keluar juga. Nay tersentak ketika Justin menggenggam jemarinya dan membawanya masuk ke dalam rumah mewah itu. Nay mencoba menarik tangannya dari Justin tapi Justin semakin erat menggenggam tangannya. "Justin, ini tempat siapa?" tanya Nay waspada. Gadis itu semakin takut lagi saat melihat beberapa pria berbadan kekar dan wajah sangar menjaga beberapa tempat di sana. Justin tampak tak peduli, seperti itu pemandangan biasa untuknya. Sebuah ruangan di lantai 1 menjadi tujuan langkah Justin. Walau ada 2 orang penjaga di depan ruangan itu, Justin dan Nay bisa masuk ke ruangan itu begitu saja. Justin melepaskan tangan Nay. Seorang pria berbadan gempal berdiri menatap balkon memunggungi mereka lantas berbalik saat merasakan kehadiran orang lain di sana. Pria itu tersenyum pada Justin lalu menatap Nay dengan seringai nakal, "Kedatanganmu membuatku terkejut." Justin tersenyum sinis. "Aku ingin kau segera menurunkan kuasamu padaku," ucap Justin to the point. Kris, pria kelahiran Cina itu tertawa meremehkan dan kembali membalik tubuhnya, "Apa kau akan menukarnya dengan gadis ini?" Nay terkejut dan mundur 2 langkah ke belakang Justin. Ia tampak takut dan memegangi baju belakang Justin. Justin melepaskan tangan Nay tanpa menoleh dan mendekati meja kerja Kris. "Gadis ini tidak setimpal dengan apa yang akan kau berikan, Paman." Nay menutup mulutnya saat Justin meneteskan beberapa cairan bening dari sakunya ke gelas berisi kopi milik Kris. Nay tahu cairan itu adalah racun yang entah apa dampaknya. "Lalu, apa yang akan kau berikan padaku? Aku masih bisa memimpin Draco Rufus." Justin berbalik menatap Nay yang masih terpaku di tempat lalu menghampirinya. "Semua ada di tanganmu," bisik Justin kemudian kembali menatap punggung Kris. "Kau tahu aku bisa saja mendapatkannya walau bukan darimu langsung. Aku meminta baik-baik padamu. Ayolah Paman, ini sangat mudah." Justin tersenyum sinis. Kris terbahak lagi dan menghampiri Justin dengan langkah pelan. Nay semakin bersembunyi di belakang Justin karena tadi bertemu tatap dengan Kris. "Aku tak tahu kenapa kamu membawa Si Cantik ini kemari. Tapi, tinggalkan ruanganku dan gadis ini sekarang. Aku akan memikirkannya." Nay menggeleng cepat dan meremas baju belakang Justin, memohon. Ia tak ingin menjadi bahan tukar Justin di sini. "Kau tahu aku takkan melakukannya," jawab Justin kalem lalu menambahi, "Dia milikku." "Kau dan milikmu adalah milikku!" ucap Kris penuh intimidasi, sepertinya biasanya ketika ia mulai mencium aroma pemberontakan dari Justin. "Benarkah? Kau terlalu tua untuk tetap menjadi b***t dan serahah, Paman." Kris terkekeh mendengar ucapan pedas Justin. "Anak ini. Benar-benar. Kau kurang ajar sekali pada pamanmu, Nak." "Aku mengatakan kenyataan." Kris kembali ke belakang mejanya dan duduk di sana. "Pergilah jika tidak ada yang ingin kau bicarakan lagi." Setelah itu Kris meminum kopinya. Dari balik punggung Justin, Nay seperti ingin mencegahnya tapi sesuatu menahannya. Nay tak bisa melakukan apapun selain menahan napasnya. Justin berjalan mendekati Kris dan duduk di meja kerja pria itu. Kris menatapnya heran, "Kubilang kau bisa pergi sekarang." "Saat kau membunuh ayah dan ibuku di depan mataku, itu adalah kejadian yang paling mengerikan dalam hidupku. Dan sampai sekarang, aku belum tahu dengan alasan apa kau membunuh mereka dengan keji lalu merawatku untuk menjadi Kris Draco selanjutnya," ucap Justin begitu tenang. Kris mendongak, menatap Justin yang duduk di mejanya dengan tidak sopan. "Ku kira kau sudah melupakannya." "Oh, Paman. Apa kau berpikir aku adalah orang yang baik? Kau mendidikku untuk menjadi Kris Draco selanjutnya. Mana mungkin aku melupakan hal seperti itu?" Justin menyeringai. Tiba-tiba Kris memegangi dadanya dan napasnya putus-putus. "A-apa yang k-kau la-ku-kan," ucap Kris tersengal. "Aku tumbuh untuk membalas dendam, Paman. Sebentar lagi kau akan mati dan Draco Rufus akan jatuh ke tanganku. Jika saja kau memberikan alasannya, aku tidak akan melakukan ini. Alih-alih memberitahuku alasanmu, kau malah mengirim Niko untuk membunuhku. Kenapa Paman Kris? Kali ini kau mencium pemberontakan dariku yang berbeda dari biasanya?" Kris ingin meraih ponselnya tapi Justin langsung mengambilnya. "Bang-sat!" Justin terkekeh. "Selamat tinggal, Paman Kris. Semoga kau berdamai dengan ayah dan ibuku." Tak lama kemudian, Kris kehilangan kesadarannya. Justin berbalik, berjalan ke arah Nay yang masih tampak shock di tempatnya melihat Kris yang mungkin sudah tak bernyawa. "Kerja bagus, Nayna." Nay mengalihkan pandangannya pada Justin yang berjalan ke arahnya. Nay refleks mundur perlahan. "K-kau membunuhnya," lirih Nay tak percaya. "Aku, atau kau?" tanya Justin santai dan semakin mendekat. "Kau membunuhnya!" ucap Nay tajam. "Tanpa sadar, kamulah yang sudah membunuhnya Nayna." Plis vommenya gengs
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN