Michah nampak begitu tertarik dengan keyakinan yang Loto anut. Dirinya ingin sekali mendengar banyak tentang Islam dari Loto. Melihat ketulusan Michah ingin mengenal Islam lebih dekat, maka Loto menjelaskannya. Loto mulai menjelaskan dari yang dasar, terkait apa-apa saja rukun iman dalam Islam seperti mengimani Allah sebagai satu-satunya Tuhan semesta alam. Mengimani para Nabi dan Rasul yang diutus. Mengimani kitab-kitabnya. Mengimani para malaikat. Mengimani akhir zaman atau hari penghakiman, dan yang terakhir mengimani kadar nasib buruk dan baik atau takdir yang berjalan.
"Dari yang kucerna, iman Islam tidak jauh berbeda dengan iman Kristen. Percaya kepada para Nabi, malaikat, kitab-kitab, dan juga hari akhir atau hari penghakiman." Ucap Michah.
"Bisa dikatakan seperti itu Michah, memang sama. Oleh karenanya aku juga mengenal Yesus."
Loto kemudian beralih menjelaskan tentang rukun Islam itu sendiri yang berbeda dengan rukun iman. Rukun Islam yang terdiri dari liturgi maupun ibadah-ibadah yang dijalankan atau harus dan wajib dikerjakan oleh mereka yang menganut Islam semisal bersaksi dalam syahadat pengakuan, menjalankan shalat, berpuasa, berzakat, dan berhaji ke kota suci Mekkah.
"Apa yang kau lihat tadi, merupakan Sholahah atau liturgi harianku." Tutur Loto. "Kami orang Islam beribadah lima kali dalam sehari. Bisa kau anggap kami pergi ke gereja pribadi kami tiap lima kali dalam sehari, dan itu bisa dilakukan dimanapun. Bagi kami tempat sujud (masjid) dan menyembah bisa dimanapun asal bersih, itu kata Nihima. Jadi gereja kami bisa dimana saja."
"Terdengar menarik dan luar biasa Loto." Sahut Michah.
"Kami juga memiliki ibadah puasa. Selain puasa harian seperti puasa Senin dan Kamis yang sering sekali dikerjakan Nihima, ada satu bulan tertentu dalam setahun kami berpuasa penuh selama satu bulan itu. Namanya bulan Ramadhan. Kami wajib berpuasa pada bulan itu dari waktu pagi hari mulai naik, sampai peralihan antara senja dan malam hari."
"Emm, itu terdengar sangat berat Loto." Gumam Michah. "Sementara puasa sendiri aku tahu ada beberapa orang Kristen yang juga menjalankannya."
"Benar. Selain Sholahah dan Nehopi atau puasa tadi, kami juga diajarkan untuk senantiasa memberikan sebagian kecil dari harta yang kami miliki atau peroleh untuk mereka yang membutuhkan, namanya zakat. Dalam Islam, kami diajarkan bahwa dalam harta kami, ada hak yang bukan milik kami, tetapi hak milik kaum miskin dan mereka yang kesusahan."
"Seperti sepersepuluh dalam Kristen?" tanya Michah.
"Benar, sama seperti itu. 2,5% dari penghasilan kami."
Semakin Michah mendengarkan ajaran-ajaran Islam, semakin ia mulai tertarik dengannya.
"Selain itu, kami juga dituntut untuk pergi berhaji ke Mekkah." Lanjut Loto. "Yah, walaupun dituntut, tetapi untuk perkara yang satu ini Islam tidak membebankan para penganutnya dengan kewajiban yang sama dengan Sholahah ataupun puasa. Sebab berhaji ke negeri yang jauh tidak semua orang bisa melakukannya. Jadi Islam kami adalah agama yang ringan lagi meringankan."
"Mekkah? Dimana itu Loto? Apakah jauh? Dan kenapa harus ke Mekkah?"
"Mekkah itu kota suci bagi kami. Disanalah tempat lahirnya Huvori Ehu (Baginda Nabi Muhammad) sekaligus tempat dimana Ka'bah suci berada. Kota suci kami yang lainnya adalah Madinah, tempat Huvori Ehu dimakamkan dan disemayamkan. Kedua kota suci itu letaknya berada di negeri Arab. Di negeri Daulah Ottoman."
"Oh, jadi keyakinan yang kau anut ini berasal dari Arab? Aku tahu Arab. Ibuku dan aku banyak menguasai tentang pengobatan tradisional dari Arab. Ramuan herbal dan pengobatan mereka juga memang terkenal, sama seperti negeri India dan China."
"Benar Michah. Aku ingin sekali sewaktu-waktu bisa pergi kesana, ke kota suci Mekkah dan melaksanakan ibadah haji disana. Setidaknya sekali dalam seumur hidupku, aku ingin kesana. Ayahku Nihima beruntung, di usianya yang ke 32 tahun dulu, Nihima berkesempatan pergi kesana. Selama dua tahun lamanya dia tinggal di kota Mekkah. Itu terjadi jauh sebelum aku lahir. Lebih tepatnya ketika ayahku Nihima masih sangat muda yaitu sebelum Nihima menemukanku." Gumam Loto tertunduk sedih.
"Kau pasti bisa pergi kesana Loto. Aku yakin suatu hari nanti kau akan bisa ke Mekkah." Michah memberi semangat dan optimisme kepada Loto.
"Kalau bisa, aku ingin pergi kesana ketika sudah berkeluarga. Aku akan mengajak istri serta anakku kesana. Mereka harus tahu betapa indah dan agungnya kota suci itu."
"Suatu hari itu akan terwujud Loto, yakinlah." Sahut Michah.
Loto kembali menjelaskan semua nilai-nilai keislaman yang dianutnya pada Michah. Tentang kasih sayang Tuhan, tentang keesaan dan ketauhidan Tuhan, dan tentang kebesaran Tuhan. Loto menjelaskannya kepada Michah begitu ringan. Mungkin karena melihat ketulusan Michah yang begitu ingin mengenal Islam, maka Loto dengan sangat terbuka menjelaskannya. Mudzakarah. Itulah istilah bagi mereka yang saling membicarakan ilmu-ilmu agama. Dahulu Nihima sering menempa Loto dengan pelajaran-pelajaran Islam yang mengakar sehingga Loto tumbuh menjadi pribadi yang taat, menerima Islam dengan keridhaan, sama seperti Nihima.
"Semakin aku mendengarkan tentang Islam ini, semakin membuatku tertarik Loto. Aku tidak tahu ada keyakinan seindah ini di dunia. Sosok ayahmu Nihima yang sering kau bicarakan itu pun terdengar begitu luar biasa. Terlihat sekali bahwa nilai-nilai Islam benar-benar dianut dan dijalankan olehnya. Kau pun sama Loto. Kau mengikuti jalan Nihima dengan sangat baik."
"Tidak Michah. Aku menganut Islam bukan karena Islam adalah keyakinan yang dianut oleh ayahku Nihima. Bukan pula karena sedari kecil aku dididik olehnya dengan Islam. Tetapi karena hatiku menerimanya. Akal, pikiran, hati dan seluruh tubuhku menerima keyakinan ini. Perkara pertama dalam rukun Islam seseorang adalah syahadat, yakni penyaksian. Mengakui dan bersaksi dengan sepenuh hati bahwa Allah adalah Tuhan, dialah satu-satunya Tuhan. Dan bersaksi bahwa Huvori Ehu adalah Nabi-Nya, kekasih-Nya dan manusia agung yang diutus."
"Aku mengerti Loto. Apa Biblemu itu bisa kupinta?" tanya Michah tiba-tiba.
"Apa maksudmu Michah? Kau lupa dengan apa yang baru saja kukatakan? Kitab suci Al-Qur'an milikku ini ditulis tangan sendiri oleh Ayahku Nihima. Hanya ada satu, aku tidak bisa memberikan itu padamu. Itu satu-satunya benda berharga yang Nihima wariskan untukku. Satu-satunya benda yang masih menghubungkanku dengan Nihima dan mengingatkanku padanya."
"Ma—maaf, Loto. Aku tidak ingat. Aku tahu itu sangat berharga untukmu,"
"Lebih dari nyawaku sendiri." Sela Loto.
"Kau benar, sungguh maafkan aku. Aku benar-benar jatuh cinta dengan kitab itu. Baru beberapa menit aku membacanya, tapi rasanya aku ingin membacanya lagi. Isinya begitu indah dan penuh kekuatan. Itu benar-benar rangkaian firman Tuhan yang menggetarkan hati." Tutur Michah.
"Aku senang jika kau menyukai Al-Qur'an Michah. Itu artinya suara Tuhan dan kalam-Nya sudah menyatu dengan hatimu. Fitrahmu sebagai manusia menerimanya sebagai sebuah kebenaran. Maaf jika aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu. Aku tidak bisa memberikan Qur'an milikku padamu. Mungkin nanti akan kucarikan kitab Al-Qur'an lain untukmu. Sayangnya setahuku tidak ada yang menyertakan bahasa Inggris. Mungkin ada di daerah timur, di kota New York. Tapi nanti jika suatu saat kutemukan satu, pasti akan kubawakan itu untukmu."
"Kau baik sekali mau melakukan itu." Michah tersenyum. "Terima kasih Loto."
Loto tiba-tiba saja tertawa geli, seakan ia terkenang akan sesuatu. "Dulu sekali ... aku mengenal seorang wanita. Bisa dikatakan dia adalah pacarku. Pacar pertamaku. Namanya Zeta. Dia juga mengatakan suka dengan kitab yang sering k****a itu. Zeta sering menyebut kitabku sebagai Bible Arab. Dia juga sama sepertimu, mengatakan kalau Al-Qur'an berisi ayat-ayat yang indah."
"Jadi kau pernah punya pacar Loto?"
"Iya. Dulu sekali. Saat usiaku masih 19 tahun. Aku pernah dua kali merantau keluar Vehaaruio. Pertama saat usiaku menginjak 17 tahun. Aku diminta meninggalkan kawasan negara bagian Nevada oleh Nihima untuk pergi merantau sebagai pembuktian seorang Acahualpa yang beranjak dewasa. Ini semacam tradisi peralihan Acahualpa yang harus dilalui oleh semua remaja lelaki Acahualpa yang baru menginjak tahap kedewasaan. Kami dipaksa meninggalkan desa dan orangtua selama satu tahun untuk membuktikan diri kami bisa bertahan di dunia luar. Saat itulah aku bertemu dengan Zeta dan menjalin hubungan dengannya. Dia putri seorang pengusaha tekstil dan industrialis kaya di Liberty Hills, California. Itu sudah lama sekali."
"Jadi ... sekarang kau sudah lama putus dengannya?"
"Sudah sangat lama. Kami bahkan sudah kehilangan kontak dan tidak pernah berkomunikasi lagi satu sama lain. Kami tak pernah bertemu lagi. Tapi baru saja kemarin, rasanya aku seperti melihatnya lagi di kota Memento. Aku lantas mengejarnya tapi aku malah kehilangan jejaknya."
"Kau masih menyimpan perasaan untuknya, Loto?" tanya Michah menekuk bibirnya.
"Entahlah. Itu hanya cinta anak muda yang baru menginjak dewasa saja," jawab Loto. "Aku hanya ingin bilang dia juga sama denganmu, suka dengan ayat-ayat Qur'an yang sering k****a ketika berada di dekatnya. Soal Qur'an itu, akan kuusahakan untukmu. Akan kucari yang memiliki terjemahan Inggrisnya. Tapi jika aku tidak menemukannya, aku minta maaf. Pasti sangat sulit menemukan Qur'an berbahasa Inggris. Punyaku, mungkin adalah satu-satunya."
"Terima kasih, Loto. Tidak apa-apa jika kau tidak menemukannya. Aku hanya benar-benar ingin membacanya lagi. Kurasa kitab itu bisa membimbingku." Ucap Michah. "Aku ingin mengenal lebih jauh Islam selama kau masih ada disini. Aku sungguh tertarik dengan Islam-mu ini."
"Kau mengatakan ini bukan karena perasaanmu, 'kan? Atau hanya karena aku baru saja menyelamatkan hidupmu? Kau baru saja mengatakan kalau kau menyukaiku."
"Tentu saja tidak Loto. Bedakan antara perasaanku padamu, rasa terima kasihku karena telah menyelamatkan nyawaku, dan ketertarikanku dengan Islam. Ketiganya adalah hal yang berbeda, Loto. Satu telah kubayar semampuku, dengan jamuanku malam ini, kuharap aku bisa melakukan sesuatu untuk membalas kebaikanmu yang sudah menyelamatkan hidupku. Walau aku tahu aku takkan pernah bisa membayar kebaikanmu ini."
"Ini saja sudah cukup. Kau tidak perlu memikirkan itu. Sudah menjadi takdirmu untuk bertemu denganku. Emmm ... maksudku bukan begitu, maksudku adalah ... Tuhan tidak mentakdirkanmu mati hari ini. Nyawamu masih dikasihi sehingga aku kebetulan lewat dan bisa menyelamatkanmu tepat waktu. Kau bersyukur saja pada Tuhan."
"Itu pasti Loto." Michah kembali tersenyum.
"Ngomong-ngomong, kita sudah bicara panjang lebar dan saling berbagi cerita, tapi kau belum mengatakan padaku kenapa kau bisa sampai terjerat di kuda itu? Dan kenapa tinggal sendirian disini? Kupikir kau bisa tinggal di kota. Daripada tinggal sendirian disini, itu cukup berbahaya."
Michah tersadar Loto akhirnya meminta jawaban. Topik yang Michah hindari selama bicara dengan Loto. "Eh, coba lihat, ini sudah larut malam. Tak terasa ya, kita bicara panjang lebar dan kau juga sudah menjelaskan semua tentangmu dan keyakinanmu, tapi kupikir kau mau ke kota sekarang." Michah sengaja mengalihkan topik pertanyaan Loto.
"Astagfirullah! Kau benar. Aku terlalu larut disini, sampai lupa kalau kita berdua bukan muhrim. Tidak baik bagiku berada di dalam rumah seorang wanita apalagi sampai tengah malam begini." Loto bergegas hendak pergi. "Aku harus segera pergi ke Reagel Town. Besok pagi atau siang hari, aku harus kembali melanjutkan perjalananku. Terima kasih sekali lagi jamuannya."
Michah mengangguk dengan ekspresi sedih.
"Loto, apa kita akan bisa bertemu lagi?" gumamnya bertanya, seraya Loto mengepak semua perbekalan yang Michah minta untuk ia bawa.
"Siapa yang tahu Michah. Orang bilang dunia ini seperti daun kelor. Mungkin saja kita akan berjumpa kembali. Lagipula aku kan sudah berjanji, jika aku menemukan Qur'an lain yang berbahasa Inggris, akan kuberikan itu padamu. Baiklah, aku harus segera pamit dan mencari penginapan di kota. Kau wanita yang baik Michah. Perhatikan saranku. Sebaiknya carilah rumah yang dekat dengan kota. Agar kau bisa lebih aman. Daripada tinggal disini sendirian."
Loto keluar rumah Michah dan mulai menaiki kudanya.
"Aku pergi dulu, sampai jumpa. Terima kasih sekali lagi." Ucap Loto tersenyum.
"Tidak, aku yang berterima kasih padamu." Sahut Michah.
"Ayo El-Doramu, ini sudah larut malam. Kita harus ke Reagel Town segera." Loto melajukan kudanya meninggalkan kediaman Michah.
Michah menatap punggung Loto yang semakin menjauh dengan kudanya.
"Tidak Loto. Aku malah lebih aman jika tinggal sendirian. Jauh dari orang-orang disana. Maaf jika aku tidak mengatakan semuanya padamu." Gumam Michah.