Anak Penyihir

1926 Kata
Loto akhirnya menanyakan sesuatu yang sangat ingin ia tanyakan sedari tadi. Sesuatu yang sebenarnya Michah hindari untuk dibahas, yakni kenapa Michah sampai bisa terikat dengan kuda seperti siang tadi. Kenapa Michah tinggal terisolir jauh dari kota dan pemukiman. Dan juga kenapa Michah hanya tinggal sendirian di rumahnya. Semua pertanyaan yang mengusik pikiran Loto itu akhirnya ia tanyakan kepada Michah. Michah menarik nafas panjang lalu membuangnya. Dirinya nampak seperti sedang mempersiapkan diri untuk menjawab semua pertanyaan itu. Sebenarnya Michah enggan untuk bercerita, akan tetapi dia sudah berjanji sebelumnya dan berhutang penjelasan kepada Loto. Michah sudah berjanji akan menceritakan semuanya jika Loto bertanya. Toh bagi Michah Loto sangat bisa dipercaya sebagai lawan bicara ataupun berbagi cerita. Sedari awal dirinya memang ingin menceritakannya kepada Loto. Dan inilah saatnya. "Baiklah Loto, aku akan menceritakannya. Kenapa aku tinggal sendirian disini, dan kenapa aku bisa terseret kuda seperti siang tadi." Ucap Michah. Loto terdiam, fokus mendengarkan. Michah menceritakan bahwa dirinya sudah biasa hidup mandiri dan tinggal sendirian sejak usianya 14 tahun. Hidupnya begitu kelam dan suram untuk diceritakan. Michah mengatakan dia malu kepada Loto. Dia tidak yakin apakah ingin lanjut menceritakannya atau tidak karena itu merupakan aib dan masa lalu yang selalu ingin dia lupakan selama ini. Masa lalu yang menurutnya benar-benar kotor hingga tak bisa dibersihkan. "Ceritakan saja," pinta Loto. "Aku akan mendengarkan. Aku ini pendengar yang baik. Aku juga takkan menghakimimu." Seolah Loto sudah bisa meraba masa lalu seperti apa yang dimaksud oleh Michah. "Katakan apa yang ingin kau katakan, jangan kau pendam. Sekarang kita berdua adalah teman bukan. Tak boleh ada rahasia diantara sesama teman, iya kan?" Michah mengangguk pelan. Dengan ragu dia kembali membuka mulutnya untuk bercerita. Michah menjelaskan bahwa sejak usia 14 tahun dirinya sudah terbiasa hidup sendiri. Di akhir usianya yang ke 13, ibunya meninggal dunia. Sedangkan ayah Michah sudah lebih dulu meninggal atau tewas dalam sebuah tragedi perang di Massachusetts. Ayah Michah merupakan bagian dari pasukan infanteri Cakar Elang Bayonet yang dikemudian hari menjadi pasukan konfederasi terkuat di perang saudara nantinya. Ayahnya tewas atau gugur dalam perang ketika Michah masih dalam kandungan sehingga ia tidak pernah mengenal secara langsung sosok sang ayah. Hanya sebuah foto hitam putih lusuh dan kabur yang ibunya sering perlihatkan kepada Michah yang mengenalkannya pada wajah sang ayah. "Nasib kita sama, aku juga tidak tahu siapa ayah kandungku." Ucap Loto. "Tetapi keberadaan Nihima sudah lebih dari cukup bagiku. Aku tidak peduli siapa ayah kandungku." "Beruntung untukmu, Loto." Sahut Michah. "Tapi tidak untukku. Semenjak ayahku tiada, kehidupanku dan ibuku menjadi tidak menentu. Kami hidup dalam kemiskinan. Ibuku merawat dan membesarkanku sendirian dengan tangannya. Kehidupan kami waktu itu sangat susah." Michah menjelaskan bahwa ibunya seorang pakar botanis tradisional yang mewarisi keahlian serta pengetahuan tentang obat-obatan herbal kuno. Ibunya menguasai banyak sekali keterampilan meramu dan meracik obat atau ramuan. Bahkan ibu Michah memiliki kompilasi buku yang sangat tebal terkait dengan ilmu tanaman dan peracikan ramuan berkhasiat. "Karena keahlian ibuku itu, dia bisa membantu orang banyak. Orang-orang kadang meminta ramuan penyembuh kepadanya ketika mereka sakit, demam, patah tulang, atau berbagai macam penyakit lainnya. Dari sanalah ibuku sering mendapatkan uang." Tutur Michah tersenyum manis ketika mengingat sosok ibunya yang baik hati. "Sejak aku bayi, aku jarang sekali sakit. Itu karena ibuku sering menjaga kesehatan kami dengan rutin mengkonsumsi obat-obatan herbal tradisional. Tiap pagi dan sore sewaktu kecil aku sering diminta ibu untuk meminum ramuan buatannya. Sesuatu yang ibu sebut sebagai 'Jamu', yakni racikan herbal dari tempat yang sangat jauh di Nusantara, pulau Jawa. Ibu bilang itu sangat baik untuk menjaga kesehatan tubuhku. Yah, walau rasanya selalu pahit." "Ibumu terdengar seperti orang yang hebat. Memiliki banyak pengetahuan dan keterampilan yang dipergunakan untuk membantu orang banyak. Hampir sama seperti Nihima." "Andai saja semua orang bisa berpikir seperti itu Loto." Gumam Michah. "Apa kau tahu? Ibuku tewas dengan sangat mengenaskan. Dia dieksekusi gantung di tempat asal kami di New Hampshire. Jasadnya kemudian dibakar untuk menghilangkan kesialan, begitu anggapan mereka. Itu terjadi tepat di depan mataku." Michah menceritakannya sambil bergidik ngeri. Tubuhnya gemetar. Matanya pucat pasi. Mulutnya meringis menahan amarah dan ketakutan tatkala ia mengingat kembali tragedi memilukan pada hari itu. Loto terkejut mendengarnya. Michah menyimpan cerita kelam yang pasti selalu menghantui dirinya sepanjang hidup. Tak bisa Loto bayangkan bagaimana perasaan Michah. Loto jadi berpikir, penderitaan dirinya yang baru saja kehilangan Nihima tidaklah seberapa jika dibandingkan dengan penderitaan Michah yang kehilangan ibunya dengan cara seperti itu. "Kenapa mereka semua melakukan itu kepada ibumu?" tanya Loto, ikut larut dalam kesedihan dan duka mendalam yang Michah rasakan. "Karena ibuku dianggap sebagai penyihir, Loto." Jawab Michah. "Kemampuan dan keterampilan ibuku disalah pahami oleh masyarakat. Ibuku dianggap sebagai seorang penyihir dan ahli mantra. Ibuku yang tak bersalah, harus meninggal dengan begitu mengenaskan hanya karena tuduhan tak berdasar. Kenapa mereka bisa berpikir ibuku adalah Witcher? Apa salah dia?" Loto kembali terdiam. Dia tahu bahwa salah satu penyakit masyarakat dusun Amerika adalah mudah percaya dan menyimpan phobia terhadap isu-isu penyihir wanita. Dan yang lebih menyedihkannya lagi, banyak keterampilan yang disalahpahami dikarenakan stigma yang salah dari masyarakat terhadap termin penyihir dan ilmu hitam. Kebodohan masyarakat awam yang menurut Loto banyak memberikan mudarat serta penderitaan. "Sejak saat itu, aku hidup sendirian Loto." Lanjut Michah. "Berjuang sendiri untuk dapat menafkahi kehidupanku. Sebagai anak dari seorang penyihir, aku tidak bisa sekolah, dan aku tidak diterima dimanapun. Sulit bagiku mencari pekerjaan dan tempat tinggal. Aku pindah meninggalkan kampung halamanku. Di usiaku beranjak remaja yakni di usia 17 tahun, adalah masa-masa tersulit dan krusialku. Itu saat dimana perang saudara antara pihak konfederasi dan Union meletus. Perang juga berimbas pada kehidupan anak yatim seperti kami. Aku dipaksa harus bekerja jauh lebih keras hanya untuk sesuap roti. Oleh karenanya, mulai di usia tersebut, aku terjerumus ke dalam lembah nista. Lembah yang jauh dari Tuhan. Aku bekerja menjadi pekerja s3ks komersial di usia remaja." Loto merasa sedih. Wanita dengan wajah secantik Michah ternyata adalah mantan pekerja s3ks, seperti yang tadi ia sudah duga. Padahal paras Michah adalah tipikal wajah wanita baik-baik. Loto tidak menyangka sama sekali terkait masa lalu kelam Michah. Dirinya masih terdiam, tidak berkata sepatah katapun dan hanya mendengarkan saja. "Apa kau terkejut Loto? Setelah mendengar semua kisahku. Kau tentu tidak menyangka bukan, aku bukan wanita baik-baik." Michah menundukan kepalanya karena malu. "Tapi itu dulu Loto. Sekarang itu semua sudah menjadi masa lalu yang kukubur dalam-dalam. Aku sudah lama tidak melakukannya sejak usiaku 26 tahun. Aku sudah berhenti dari pekerjaan tercela itu." Loto berdehem, dia tidak tahu harus menjawab apa saat ini. "Kau benar. Aku tidak menyangka itu sama sekali darimu. Karena tampilanmu memberi kesan bahwa dirimu adalah wanita baik-baik. Tapi bukan berarti aku menghakimi pekerjaanmu Michah. Aku takkan berkomentar tentang itu. Apalagi sekarang kau bilang sudah lama berhenti dari dunia kelammu tersebut. Aku senang mendengarnya. Sekarang angkatlah wajahmu. Kau tidak perlu malu dengan masa lalumu Michah. Tak perlu malu kepadaku tentang hal itu." Michah mengangkat sedikit wajahnya dan tersenyum simpul. "Tidak salah ketika aku merasa dapat mempercayaimu dan tanpa ragu langsung mengungkapkan semua masa laluku padamu, Loto. Jarang ada orang yang bisa menerima masa lalu orang lain tanpa penghakiman sepertimu, tidak di negara ini. Kau sedikit dari orang-orang itu. Kau menerimaku apa adanya. Terima kasih mau mendengarkan kisahku, Loto." "Kau belum menyebutkan alasanmu tinggal disini sendirian." Ucap Loto. "Apa karenaaa ... masa lalumu ini, sehingga kau malu? Kenapa kau tidak ingin tinggal bersama komunitas dan di tengah masyarakat Michah? Daripada hidup terisolir seperti ini. Berbahaya untukmu." "Sayangnya tidak semua orang memiliki pikiran seperti dirimu. Banyak dari mereka memandang hina dan rendah diriku karena masa laluku. Mereka menyebutku kotor, ternoda, dan penuh cela. Mereka tidak bisa memandangku layaknya seorang manusia semestinya. Warga kota Reagel Town selatan semuanya agamis. Mereka Kristen yang taat. Sebagian besar mereka mengikuti gereja yang dipimpin oleh Pendeta Isaac. Dan mereka tak ingin aku dekat-dekat dengan mereka. Orang-orang disana mayoritas konservatif puritan. Itulah alasannya kenapa selama ini aku tinggal sendiri di kawasan ini dan tak bisa bergabung jadi bagian dari masyarakat manapun apalagi masyarakat Reagal Town. Dengan alasan itulah selama ini aku tidak pernah ke gereja. Bukan karena aku tidak mau menjadi taat, tapi karena masyarakat yang langsung menolakku. Aku ingin membersihkan diri dari masa laluku. Hanya saja, tidak ada kesempatan bagiku melakukan itu. Mereka semua seketika menolakku." Loto langsung berekspresi marah. "Ini tidak benar!" bentak Loto. "Kristen yang kukenal tidak seperti ini. Kristen sama halnya dengan Islam yang kuanut, merupakan agama yang tidak memandang rendah status dan latar belakang seseorang. Mereka tidak merepresentasikan orang Kristen semestinya. Ini salah. Mereka tidak menjalankan apa yang Yesus Kristus ajarkan. Tidakkah mereka membaca dalam kitab mereka bagaimana Yesus memperlakukan Maria Magdalena?" Ucapan marah Loto, membuat Michah terkesan. "Aku terkejut kau mengenal Yesus dan Maria Magdalena, Loto." Ucap Michah. "Kupikir, karena Biblemu berbeda, kau bukan Kristen seperti kebanyakan. Tapi kau mengenal kisah Yesus dengan sangat baik. Aku tidak menyangkanya." "Walau aku bukan Kristen, tapi aku familiar dengan Bible Michah. Dalam kepercayaanku, kami juga mengimani Yesus dan mencintainya. Dia adalah salah satu dari para utusan yang diutus oleh Tuhan. Aku hanya heran dengan perlakuan segelintir orang yang mengaku mengikuti Yesus tapi salah dalam memperlakukanmu. Apa yang mereka lakukan terhadapmu itu salah. Itu jauh dari nilai-nilai kekristenan yang mereka anut. Tidak seharusnya mereka memperlakukan seorang wanita dengan masa lalu sepertimu secara buruk." "Kau benar-benar menerimaku apa adanya Loto. Baru kali ini aku bertemu dengan orang yang tidak peduli dengan masa laluku. Sikapmu ini, mengingatkanku akan sikap agung Yesus. Dia tidak pernah memandang rendah Maria Magdalena, bahkan memperlakukannya selayaknya seorang manusia dan wanita. Aku merasa seperti Maria Magdalena sekarang, yang bersyukur bisa bertemu dengan sosok hebat seperti Yesus." "Aku masih jauh dari akhlak Yesus, Michah. Jangan kau samakan. Dan kau pun harus mengerti, tidak semua orang akan memandangmu rendah. Banyak diluar sana yang tidak mempedulikan masa lalumu dan menerimamu apa adanya, bukan hanya aku. Hanya saja aku merasa kesal ketika mendengar ada sekelompok kaum beragama yang kolot dalam memperlakukan manusia lainnya. Mereka tersekat dengan batasan semu antara baik dan buruk sehingga melupakan esensi ajaran agama yang sebenarnya yakni cinta dan kasih sayang. Rahmat, begitu Nihima menyebutnya. Ketika kau hanya menabur dan membagi sesuatu yang baik untuk sekitarmu." "Lupakan saja mereka Loto. Sekarang katakan lebih jauh tentang kepercayaan yang kau anut. Aku ingin mengenal lebih dalam lagi apa itu Islam." Ucap Michah tersenyum ke arah Loto. "Jujur saja, saat aku membaca Bible milikmu itu, apa namanya? Qurhan?" "Qur'an," jawab Loto membenarkan. "Iya itu, Qur'an. Ketika tadi aku membaca tiap ayatnya, hatiku tersentuh. Sekarang bisakah kau menjelaskan apa itu Islam? Kepercayaan apa yang kau anut itu Loto? Jelaskan padaku." Sementara tanpa sepengetahuan keduanya, di luar rumah Michah, ada sekitar tiga orang lelaki yang sedang mengintip dan mengawasi rumah Michah dengan diam-diam. Mereka memperhatikan bagaimana Michah dan Loto berbicara. Ketiganya menatap tidak senang. "Damn! Wanita s1alan itu kenapa bisa lolos?" tanya pria yang satu dengan tatapan kesal. "Kita kira dia sudah kita bereskan." Sahut pria satunya. "Wajar saja wanita itu bisa selamat, kita tahu siapa dia. Anak penyihir dan tentu saja juga seorang penyihir. Melenyapkannya sudah pasti tidak semudah itu." Ucap pria berkumis tebal yang lebih rendah dari kedua pria lainnya yang jauh lebih tinggi. "Aku malah kasihan dengan lelaki asing di dalam rumah itu. Dia tidak tahu apa yang dia hadapi." "Benar, paling-paling dia akan dijadikan tumbal wanita itu. Lelaki malang yang hanya tergiur akan mendapatkan kesenangan dari wanita secantik Michah. Padahal kecantikannya hanya menutupi identitas buruknya saja. Apa perlu kita masuk dan memperingatkan lelaki itu?" "Tidak usah. Sebaiknya kita pergi saja. Biar saja lelaki itu, nanti dia juga akan menyesal karena telah mengenal Michah dan terjerat pesonannya. Dia hanya belum tahu saja." Ketiga pria itu pun pergi dari sana setelah cukup lama memantau kondisi rumah Michah dari luar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN