Reagel Town

1948 Kata
Selepas menunaikan segala keperluan ibadah subuhnya, Loto berniat hendak berjalan-jalan dulu di sekitaran Reagel Town. Mungkin siang nanti dia baru akan berangkat meneruskan perjalanan. Loto merasa bahwa kelompok MagniSeven juga mungkin akan berada di Reagel Town. Setidaknya mereka juga pasti akan melewati kota ini karena Reagel Town merupakan satu-satunya kota sebagai jalan masuk atau rute utama jika ingin melewati Churchill dan Mineral County secara memintas, kota yang dihimpit curamnya perbukitan batu Dunnigan. "Aku akan melihat-lihat kota ini dulu sebelum siang, sebelum aku berangkat dari sini." Gumam Loto. "Aku tak boleh melewatkan kesempatanku seperti di Memento." Loto tak ingin kesalahan di kota Memento terjadi kembali, dimana Loto sudah hampir bisa bertemu dengan kelompok MagniSeven yang ia cari. Dirinya begitu dekat dengan mereka di Memento kala itu tetapi Loto malah tidak menyadarinya. Kali ini Loto tak ingin itu terjadi lagi. Sebisa mungkin Loto akan menjelajahi Reagel Town, puas-puas menelusuri seluruh seluk beluk kota dengan harapan bisa menemukan tanda-tanda kehadiran Magniseven atau bahkan bertemu dengan MagniSeven itu sendiri jika mereka kebetulan sedang melakukan aksinya di Reagel Town, seperti yang mereka lakukan di kota Memento tempo hari. Jika itu terjadi, Loto akan langsung bisa berjumpa dengan mereka. "Kuharap mereka juga akan melakukan aksinya di kota ini." Gumam Loto. "Itu malah lebih bagus lagi. Aku bisa langsung berhadapan dengan mereka. Jika tidak seperti itu, dan aku masih belum menemukan jejak-jejak mereka di kota ini, maka tidak ada kesempatan lainnya. Satu-satunya kesempatan yang tersisa untukku bisa memburu mereka hanyalah di Idaho, Mimahiavo. Di gua Elfort Mass yang ditunjukan oleh lembaran surat yang ditulis Nihima." Pagi itu Loto keluar penginapan dan berjalan-jalan santai di Reagel Town bagian selatan. Kota tersebut lumayan cukup besar yang berpopulasi 8 ribu jiwa. Ada waktu beberapa jam sebelum siang yang dapat Loto manfaatkan untuk mencari tambahan perbekalan, jalan-jalan santai hingga menemukan informasi terkait Magniseven. Loto sangat yakin bahwa MagniSeven juga akan datang ke Reagel Town, atau mereka malah sudah sampai di Reagel Town. Satu yang Loto risaukan, bahwa MagniSeven tidak akan beraksi di kota ini, bahwa mereka masih berkamuflase atau sedang berbaur sama seperti yang mereka lakukan di Memento. Kota Reagel Town terlihat sangat ramai. Kota tersebut terbagi menjadi 4 kawasan, tempat Loto jalan-jalan saat ini dan tempat dimana Loto menginap berada di kawasan paling luarnya yakni di bagian selatan. Loto berjalan kaki sejauh 1 kilometer hanya untuk mencapai pusat kota Reagel Town. Jika dia ingin menemukan MagniSeven, maka pusat kota adalah titik yang tepat untuk memulai. Tempat dimana ada bank sentral, toko perhiasan, dan berbagai macam toko berharga penyimpan banyak aset lainnya. Disanalah bisnis dan perputaran uang kota berada. Dugaan Loto ternyata benar. MagniSeven memang sudah berada di Reagel Town. Di dalam kerumunan ratusan orang yang lalu lalang di jalan utama kota, Loto dan MagniSeven sekarang saling berpapasan tanpa saling mengetahui. Mereka berjalan di arah yang berlawanan dan masing-masing berada di seberang jalan. Kadeto, River, Konaki, Zoldack, Jacko, Zeta dan Lowie, mereka semua kembali berkamuflase menjadi orang biasa di tengah kerumunan tanpa tampil mencolok sebagai MagniSeven yang mengerikan dan ditakuti banyak orang. Loto berjalan ke arah Utara, sementara The MagniSeven itu berjalan ke arah selatan. Mereka saling berpapasan tanpa mengetahui satu sama lain. Namun jalinan takdir akan segera mempertemukan mereka tidak lama lagi. Loto seperti merasakan sesuatu. Secara refleks ia menoleh ke belakang, melihat ke arah kerumunan ratusan manusia yang lalu lalang di jalan utama kota. Mata Loto tertuju pada sekelompok orang yang berjalan beriringan diantara kerumunan banyak orang tersebut. Ada pria yang begitu tinggi dan jangkung mencolok diantara puluhan manusia disana. Loto sempat berpikir, apa pria tinggi itu adalah salah satu anggota MagniSeven? Karena dari informasi yang didapatkan oleh Loto selama ini, salah satu anggota mereka memang bertubuh sangat jangkung dan tinggi. Kaki Loto sesaat berjalan menuju ke arah sekelompok orang dimana pria tinggi itu berada. Loto berjalan mengikutinya dari belakang. Berjalan perlahan dan semakin cepat mengikuti, namun tiba-tiba saja Loto menghentikan langkah kakinya. "Mana mungkin itu mereka," gumam Loto. "Kelompok penjahat seperti MagniSeven tidak akan mau berbaur dalam khalayak ramai seperti ini. Mereka adalah para kriminal dengan ego tinggi." Loto berbalik dan kemudian tidak jadi menghampiri orang-orang itu. Sayang sekali, padahal apa yang dilihat oleh Loto memanglah kelompok MagniSeven. Pria paling jangkung di tengah ratusan pejalan kaki itu memang adalah Konaki Mabble Rodrick, salah satu anggota The MagniSeven. Loto tidak menyadari bahwa MagniSeven bukanlah penjahat yang memiliki ego sangat tinggi seperti para kriminil kebanyakan di zaman mereka. Sekelompok Koboy itu bisa berkamuflase dengan mudah tanpa memperdulikan sekitar mereka. "Kita harus berpencar, carilah yang kalian butuhkan ketika disini. Silahkan melihat-lihat," ucap ketua mereka, Kadeto Marvis Joshua. "Karena Reagel Town merupakan kota terakhir yang akan kita lalui sebelum menuju perbukitan Mimahiavo di Idaho." "Aku sudah membeli keperluan logistik dan suplai perbekalan kita sejak di Memento." Sahut Zeta. "Aku hanya ingin melihat-lihat saja selagi berada disini." "Ini membosankan sekali, padahal kota besar." Keluh Konaki Mabble Rodrick. "Ya, kau benar. Rasanya menyebalkan sekali berada di tengah orang-orang ini." Ucap Mackie Jacko. "Mereka tidak tahu bahwa kita adalah MagniSeven yang mereka takuti. Seenaknya saja berjalan di depan dan di samping kita seperti ini. Lihat saja wajah-wajah berseri ini. Berjalan dengan senyuman di wajah. Memuakkan sekali!" "Dengar gendut," ucap Konaki Mabble Rodrick. "Diantara kita semua disini, hanya kau yang menyimpan ego seorang kriminal sejati. Hatimu sudah sangat keruh, tidak ada lagi cinta, sehingga kau terganggu dengan cara kerja bersosial pada umumnya. Tidak seperti kami. Tak masalah bagi kami berbaur dengan masyarakat seperti ini. Apa salahnya?" "Sekali lagi kau sebut aku gendut, kutembak kepalamu!" sahut Mackie Jacko geram. "Kita ini para penjahat kelas kakap. Harusnya mereka menghormati kita, bukan malah seenaknya tanpa tahu muka lewat di depan kita begitu saja. Andai mereka semua disini tahu siapa kita, aku yakin bahkan tidak ada seorangpun yang akan berani melangkahkan kakinya." "Memangnya siapa kau Mackie? Presiden Rutherford Hayes?" tanya Zoldack. "Kita ini penjahat dan kriminil, bukan pejabat penting yang harus dihormati dan disegani oleh semua orang." "Konaki benar, egomu sebagai penjahat memang tinggi." Sahut River The Ontario. "Hei kepala elang," panggil Mackie Jacko, karena bentuk rambut merah Falcon Zoldack memang seperti jambul burung elang. "Hanya karena kau lebih tua dariku dan merupakan wakil ketua, bukan berarti aku juga takut padamu Falcon." Tegasnya. "Kau juga Jonah, diamlah dan tutup mulutmu seperti biasa." "Lihat Jacko, dia bahkan berani dengan wakil ketua kita." Bisik Lowie pada Zeta. "Badannya hanya besar oleh karena semua makanan yang ia makan, tapi tidak dengan otaknya." Sahut Zeta dengan pelan kepada Lowie. "Dia paling besar, tapi juga paling bodoh diantara kita." "Kupikir Konaki juga bodoh." Sahut Lowie. "Kalian semua, aku sudah meminta kalian untuk berpencar." Ucap sang ketua. "Daripada kalian semua berdebat disini dan ujung-ujungnya membuat keributan yang akan menakuti semua orang di kota ini. Aku akan kesana, terserah kalian mau kemana. Tapi ingat, kita bertemu kembali di titik semula seperti biasa. Siang nanti kita harus segera meninggalkan kota ini." Para anggota MagniSeven itu mematuhi ucapan Kadeto. Mereka kemudian memutuskan berpencar untuk mencari keperluan mereka masing-masing di Reagel Town. Sementara di tempat lain Loto juga masih berjalan-jalan santai sambil melihat-lihat suasana Reagel Town. Di suatu tempat dekat bangunan salon, butik pakaian dan hotel, Loto tak sengaja menabrak seseorang. "Sorry, aku tidak melihat." Ucap Loto. "Tolong maafkan aku," Orang yang ditabrak Loto hanya tersenyum. "Tidak, aku tidak apa-apa." Dia mengangkat topi Koboy-nya hingga jelas lah wajahnya oleh Loto. "Harusnya aku yang meminta maaf karena jalan tidak melihat ke depan." "Tidak tuan, aku yang salah. Sekali lagi aku minta maaf." Sahut Loto juga tersenyum setelah melihat orang itu tersenyum. "Baiklah, semoga harimu menyenangkan." Ucap pria itu. "Anda juga," balas Loto. Mereka berdua kemudian saling mengangguk lalu melanjutkan berjalan. Tanpa Loto ketahui, dia sudah menabrak dan bertemu langsung dengan salah satu anggota MagniSeven bahkan ketua mereka, Kadeto Marvis Joshua. Loto terus menerus berjalan menyisir jalan-jalan dan seluk beluk Reagel Town sampai akhirnya ia kembali ke kawasan dimana penginapannya berada. Sesampainya di pinggiran kota Reagel Town yang tidak jauh dari tempat dimana ia menginap, Loto memasuki sebuah bar. Bukan bermaksud untuk minum disitu melainkan untuk melihat apakah ada yang mencurigakan disana. Mungkin saja MagniSeven juga sedang berada disana. Loto sudah memasuki hampir tujuh buah bar di Reagal Town dan yang dikunjunginya saat ini merupakan yang terbesar dari ketujuh bar lainnya walau letaknya ada di pinggiran kota. Bar bernama Junkiest Mounty tersebut memiliki banyak sekali meja dan hampir diisi oleh banyak orang. Seakan semua peminum dan Koboy Reagel Town berkumpul disana. Loto berjalan perlahan ke meja bartender. Semua mata yang ada disana rata-rata menatapnya. Ini cukup aneh bagi Loto, sebab hal-hal semacam ini hanya terjadi di bar-bar kecil di kota atau desa terpencil saja ketika mereka kedatangan orang asing yang jarang mereka lihat. Sementara ini merupakan bar di sebuah kota besar seperti Reagel Town. Loto heran kenapa para pria dan sebagian kecil wanita disana menatapnya. Itu cukup tidak biasa bagi sebuah bar di kota. Para pria disana melihat Loto dengan serius. Beberapa dari mereka bahkan bicara dengan nada berbisik. Tanpa Loto ketahui, ketiga pria yang tadi malam mengintipnya saat di rumah Michah pun juga ada disana, duduk di sebuah meja bundar dekat dengan tiang besar penyangga bar. "Mau pesan apa?" tanya pelayan bar. "Apapun yang tidak mengandung alkohol dan tidak memabukkan." Jawab Loto. Semua pria disana tertawa ketika mendengarnya. Bukan pemandangan baru bagi Loto. Dirinya sudah terlalu sering ditertawakan atau diejek di bar manapun yang dia singgahi. Memesan sebuah minuman tidak beralkohol layaknya anak dibawah umur. "Hei, anak muda. Kenapa kau tidak minum?" tanya seorang lelaki dengan jenggot sangat lebat. "Tidak apa-apa. Aku hanya tidak minum karena keyakinanku melarangnya." Jawab Loto. "Keyakinanmu? Kau seseorang yang taat beragama?" tanya seorang pria lagi. "Aku juga menginap di penginapan yang sama denganmu." Sahut salah seorang pria. "Waktu itu pintu kamarmu sedikit terbuka, dan aku coba melihat apa yang kau lakukan di dalam. Kau seperti melakukan suatu ritual aneh di pagi-pagi buta. Dalam ritual itu kau juga merapal mantra-mantra aneh dengan bahasa yang tak kumengerti. Kau terlihat membaca sebuah syair aneh dengan nyaring hingga terdengar oleh penghuni lain." Maksud pria tersebut adalah bacaan sholat, dzikir, tasbih dan bacaan Qur'an yang Loto lantunkan. "Ibadahmu aneh sekali. Apa yang kau anut? Apakah satanisme?" ledeknya. Beberapa orang disana kembali tertawa. "Bisa saja dia penganut satanisme." Timpal salah satu pria yang mengawasi rumah Michah tadi malam. "Buktinya dia bisa akrab dengan penyihir wanita itu, atau mungkin dia memang sudah kenal dengan penyihir terkutuk itu." "Penyihir...?" gumam Loto mengernyitkan dahinya, merasa bingung. "Mungkin kau adalah pacarnya." Sahut seorang lagi yang juga memantau rumah Michah tadi malam. "Kupikir awalnya kau hanyalah pemuda malang yang terjerat kecantikan penyihir itu saja. Tak tahunya kau juga sama sepertinya, sesat." "Apa yang kalian bicarakan? Aku tidak mengerti." Sahut Loto. "Penyihir wanita? Siapa yang kalian maksud?" Loto benar-benar kebingungan dan dibuat heran. "Halah, jangan bohong, pelaku bidat. Kau juga sama seperti dirinya kan." Ucap pria tersebut. "Wanita siapa yang kau maksud?" Loto benar-benar bingung. "Wanita cantik yang kemarin malam bersamamu. Penyihir cantik itu hanya membawa sial saja bagi kami. Sudah kami ikat ia dengan kuda, agar kesialan dirinya dan pengaruhnya bisa pergi bersama kuda tersebut, kau malah membantunya." Ucap pria itu lagi. Akhirnya Loto sadar, bahwa yang mereka maksudkan adalah Michah Delgado. Loto mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang belum sempat dijawab oleh Michah tadi malam yakni kenapa Michah memilih untuk tinggal sendiri jauh dari kota, dan kenapa ia sampai terjerat kuda seolah memang sudah ada yang mengikatnya dengan sengaja. Ternyata bukan Michah yang mengucilkan dirinya dari orang-orang ini, tetapi mereka lah yang sudah mengucilkan Michah bahkan dengan sangat sengaja ingin mencelakakannya. Manusia-manusia barbar ini melakukan semua itu hanya karena phobia dan ketakutan konyol mereka terhadap penyihir wanita. Hanya berdasarkan tuduhan dan prasangka buta saja. Michah ternyata adalah korban diskriminasi wanita di zaman ini. Sebuah fitnah keji rupanya telah dilayangkan kepada wanita malang itu selama ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN