Bagian 11
POV Yudis
Tak kusangka jika aku harus menelan kekecewaan untuk yang kedua kalinya. Sebelumnya, aku kecewa terhadap Linda karena ia sudah mengkhianatiku. Sekarang aku jauh lebih kecewa lagi saat mendapati kenyataan bahwa istriku sudah pernah disentuh oleh lelaki lain.
Sungguh apes nasibku. Berharap dapat yang masih segel, eh tahunya malah dapat yang sudah second.
"Mas, tolong dengerin penjelasanku dulu. Itu semua bukan mauku, Mas. Aku khilaf. Tolong mengertilah. Aku mohon, Mas."
"Jasmine, stop! Aku tidak ingin mendengar penjelasan apapun dari mulutmu."
Wanita yang baru kunikahi ini sepertinya tidak kehabisan cara untuk merayuku. Ia berdiri, meraih tanganku, lalu memelukku.
"Mas, lihat aku. Aku sangat mencintaimu. Kini aku adalah milikmu seutuhnya. Jiwa ini, raga ini dan semua yang aku miliki adalah milikmu, Mas. Tatap mataku, Mas. Apa kamu tidak melihat ketulusan di mataku?"
Jasmine mulai membuka kancing baju yang sudah ku kenakan kembali, satu persatu. Aku tahu apa maksudnya. Ia ingin mencoba merayuku.
"Ayo, Mas, kita lakukan lagi," ucap Jasmine dengan manja.
Ah, Jasmine. Jika saja kamu tidak membuatku kecewa, saat ini pasti kita masih berada di peraduan dan dalam balutan selimut yang sama. Aku akan terus mendekapmu dan tak akan melepasmu walau sedetikpun, hingga pagi menjelang.
"Maaf, aku tidak bisa," tolakku.
Ya, tadi hasratku memang menggebu. Namun, sekarang tidak lagi. Aku bahkan tidak tertarik lagi padanya. Membayangkan tubuhnya saja disentuh lelaki lain sudah membuatku ilfil melihatnya.
Aku lantas melepaskan tangannya, lalu berjalan menuju pintu.
"Mas masih marah padaku? Apa Mas mau ninggalin aku sendirian di malam pertama kita?"
Pertanyaan macam apa itu? Apa ia tidak tahu bagaimana rasanya kecewa?
"Aku mau cari udara segar. Di sini panas," jawabku cuek.
Padahal hawa di kamar ini sama sekali tidak panas karena ada AC. Sebenarnya bukan hawanya yang panas, melainkan hati ini.
Aku segera memutar knop pintu, lalu meninggalkan Jasmine. Tak kuhiraukan isak tangisnya. Bahkan aku sama sekali tak kasihan padanya.
"Apa ada masalah, Yudis?" tanya papa mertua saat aku tiba di lantai bawah.
Astaga! Ternyata papa mertua belum tidur. Apa yang harus kukatakan padanya?
"Duduklah, Papa perlu bicara denganmu." Papa mertua menepuk sofa di sebelahnya. Mengisyaratkan agar aku duduk di sampingnya.
Aku pun menurut.
"Kenapa kamu meninggalkan Jasmine di malam pertama kalian? Ada masalah?" tanya Papa.
Ini adalah pertanyaan yang sensitif. Bagaimana caraku menjelaskannya? Apa mungkin Papa akan mempercayainya jika kuceritakan yang sebenarnya? Jika aku jujur, pasti Papa akan menyalahkanku dan membela Jasmine karena Jasmine adalah putrinya. Sedangkan aku hanya seorang menantu.
Aku hanya menjawab pertanyaan Papa dengan helaan napas.
"Berarti kamu sudah mengetahuinya?" tanya Papa lagi.
Dahiku mengernyit mendengar pertanyaan Papa. Apa Papa sudah tahu semua tentang Jasmine?
"Yudis. Maafkan Papa karena sedari awal tidak jujur padamu. Papa mengerti. Mungkin kamu kecewa. Papa tidak punya pilihan. Jasmine sangat mencintaimu. Papa tidak tega melihatnya terus-terusan larut dalam kesedihan. Itulah sebabnya Papa memilihmu untuk menjadi suaminya Jasmine. Papa pikir kamu akan bisa menerima masa lalunya Jasmine setelah menikah. Ternyata …." Papa mertua menjeda kalimatnya. Beliau mengambil rokok, lalu membakarnya.
"Papa salah," ucapnya lagi sambil mengembuskan asap rokoknya.
Lalu, beliau pun memintaku untuk membuat pilihan. Bertahan atau lepaskan. Jika aku mau bertahan menjadi suaminya Jasmine, hidupku akan terjamin. Syaratnya, aku harus mau menerima semua masa lalunya.
Aku tidak tahu, apakah aku bisa menerima gadis yang sudah ternoda?
Memilih bertahan, sama saja mengorbankan kebahagiaanku. Namun, jika tidak, aku akan kehilangan semua yang telah kuimpikan selama ini. Pilihan ini benar-benar sulit. Coba saja ada pilihan lain. Sayangnya aku tidak punya pilihan selain bertahan. Tawaran papa mertua sungguh menggiurkan. Posisi sebagai CEO di perusahaan miliknya, beliau tawarkan kepadaku. Siapa yang bisa menolaknya? Kapan lagi aku bisa menduduki posisi itu? Tak mengapa meskipun berkorban perasaan, yang penting aku bisa mendapatkan apa yang kuimpikan selama ini.
Aku mengangguk mantap, pertanda menyetujui syarat yang beliau berikan. Kesempatan tidak datang dua kali, pikirku.
Selanjutnya, papa mertua sengaja menyuruh seseorang untuk mengajari dan membimbingku mulai dari dasar. Tiada hari tanpa belajar dan belajar. Bahkan libur sehari saja tidak boleh. Aku tidak dibebankan untuk mencari nafkah buat Jasmine. Semuanya sudah diurus oleh papa mertua. Tugasku hanya menuruti perintahnya saja hingga akhirnya saat itu tiba. Saat di mana aku berhasil menggapai impianku.
Ya, setelah berjuang selama empat tahun lamanya, akhirnya aku berhasil menduduki posisi CEO di perusahaan milik orang tuanya Jasmine. Amazing, bukan? Ah, bahkan sekarang aku sudah fasih berbahasa Inggris.
Apakah aku bahagia dengan pencapaian ini? Jawabannya tidak. Aku memang sudah memiliki segalanya, tetapi hatiku kosong. Memang, istriku Jasmine selalu ada untukku. Namun, sampai detik ini aku belum bisa mencintainya. Di hadapannya aku selalu berpura-pura bahagia, seolah aku juga mencintainya. Namun, sejujurnya batinku tersiksa.
Aku selalu mencari pelampiasan dengan menyewa wanita malam. Dengan beralasan ke luar kota, aku bisa menikmati hidup bersama wanita bayaran yang bersedia menemani tidurku.
Seperti malam ini. Tak sengaja aku melihat wajah seseorang yang dulu sangat kucintai di sebuah aplikasi yang biasa kugunakan untuk mencari wanita penghibur. Wajahnya terpampang jelas dengan balutan dress cantik dan ditambah senyum di bibirnya yang semakin menambahkan kecantikannya.
Tanpa mau membuang waktu lagi, aku langsung membooking wanita itu setelah melihat berapa tarifnya. Bagiku uang sepuluh juta masih kecil. Bahkan aku tidak berniat untuk melakukan tawar-menawar.
Dengan semangat empat lima, aku segera menuju hotel. Tempat yang akan kami gunakan untuk berkencan, menunggunya dengan perasaan harap-harap cemas. Sejujurnya aku sangat penasaran. Itu dirinya atau bukan? Apa mungkin sekarang Linda menjadi wanita malam? Batinku terus bertanya-tanya.
Hingga akhirnya ketukan di pintu berhasil membuat jantungku semakin berpacu. Dan benar saja. Saat pintu dibuka, muncullah sosok Linda dari balik pintu tersebut.
Perasaanku campur aduk antara senang dan marah. Aku senang karena bertemu lagi dengannya dan aku marah saat mengetahui pekerjaan. Tak bisa kubayangkan sudah berapa banyak lelaki yang menyentuhnya.
Tak mau menunggu waktu lagi, aku pun segera mengajaknya untuk berkencan. Namun, diluar dugaan, ternyata Linda menolak dan menyerangku. Ia malah mengatakan bahwa ia tidak sudi disentuh. Ia melakukannya karena berada di bawah ancaman. Nyawa putrinya yang jadi taruhannya jika ia menolak, katanya.
Apa aku harus mempercayai ucapan dari wanita hina sepertinya? Yang jelas-jelas sudah pernah mengkhianatiku? Bisa jadi itu hanya akal-akalannya saja agar aku kasihan padanya.
Aku terus mencoba karena tidak mau membuang kesempatan. Apalagi aku sudah mengeluarkan uang untuk membooking nya.
Kali ini tak ada penolakan. Linda menurut saat aku menuntunnya menuju ranjang. Namun, saat aku hendak menyentuhnya, Linda malah menangis. Ia kembali mengungkit masa lalu dengan mengatakan bahwa akulah penyebab penderitaannya. Hasrat yang tadinya menggebu, lenyap sudah. Aku sungguh tidak tega melihat air matanya.
Ternyata, Linda masih marah karena dulu aku telah menodainya dan tidak mau mengakui anaknya sebagai darah dagingku. Dia juga marah karena aku tidak melindunginya saat warga memfitnah dan membakar rumahnya.
Ya, untuk itu aku memang menyesal. Entah setan apa yang merasuki diriku hingga tega merenggut kesuciannya. Aku juga menyesal karena tidak melindungi Linda saat warga memfitnahnya. Aku malah ikut menuduhnya yang bukan-bukan. Namun, soal tanggung jawab, aku tidak bersedia karena aku bukanlah ayah dari gadis kecil itu.
Linda terus berusaha meyakinkanku bahwa gadis kecil itu adalah anakku dan terus memohon agar aku membantunya menyelamatkan anaknya dari tangan si Leni. Lama-lama, aku luluh juga karena aku sama sekali tidak melihat kebohongan di matanya. Bagaimana jika semua yang dikatakannya itu benar? Entah sudah berapa banyak dosaku karena sudah menelantarkan mereka selama ini.
Apalagi, selama ini belum ada bukti yang mengatakan kalau Linda adalah wanita yang tidak benar. Aku hanya mendengarnya dari mulut Mama saja.
Ada perasaan bersalah di hati ini setelah mendengar semua penjelasannya. Aku berulang kali meminta maaf atas kesalahanku kepada Linda. Namun, aku belum bisa percaya sepenuhnya jika belum melakukan tes DNA dengan gadis kecil itu. Biar semuanya jelas, aku akan melakukan tes DNA untuk membuktikan kebenarannya.
Aku berharap Linda tidak berbohong karena sejujurnya aku masih sangat mencintainya. Bahkan sampai saat ini perasaan itu masih sama.
Setelah terbukti bahwa gadis kecil itu adalah putriku, maka aku akan menikahinya. Eh, tapi tunggu dulu. Bagaimana dengan Jasmine?
Bersambung