Bagian 10
POV Yudis
Namaku Yudistira Bintang. Biasa dipanggil Yudis. Aku bekerja di sebuah perusahaan ternama di kota ini dan menjabat sebagai CEO.
Dulunya, aku hanyalah seorang pekerja serabutan di kampung. Penghasilanku pun tidak menentu. Kadang ada dan kadang tidak. Aku mau bekerja apa saja yang penting halal. Begitu prinsipku.
Lama kelamaan, aku tidak tahan dengan keadaan ekonomi yang semakin sulit. Hingga suatu hari seorang teman mengajakku untuk merantau ke kota Jakarta.
Tanpa berpikir panjang, aku pun setuju. Namun, ada satu hal yang sangat ku khawatirkan. Yaitu Linda, wanita yang sangat kucintai. Aku takut saat aku pergi ke Jakarta, ia dilamar oleh lelaki lain. Mengingat ia adalah bunga desa alias wanita tercantik di kampung ini. Banyak lelaki yang menyukainya dan ingin menikahinya. Ah, aku tidak rela. Aku juga tidak yakin Linda bisa bisa setia menungguku sampai sukses.
Bisikan iblis pun datang. Aku benar-benar khilaf saat itu. Dengan sadar, aku merusak kehormatan wanita yang sangat kucintai. Sebenarnya bukan maksudku untuk melakukan itu padanya. Jika ditanya, kenapa aku nekat melakukan itu? Alasannya karena aku takut kehilangan dirinya.
Setelah selesai melakukannya, sesal pun datang ketika melihat air mata gadis yang kucintai itu. Namun, apa boleh buat? Aku tidak mungkin bisa mengembalikan kesuciannya. Niatku hanya satu. Aku akan menebus dosaku padanya. Aku akan bekerja dengan giat agar bisa mengumpulkan banyak uang. Setelah itu baru melamarnya dan kami akan hidup bahagia selamanya.
Pertama kali menginjakkan kaki ke kota Jakarta, aku linglung. Seperti orang bodoh. Untung ada temanku, jadi aku bisa bertanya kepadanya perihal apapun yang tidak kuketahui.
Sebulan tinggal di Jakarta, aku tidak betah sama sekali. Kenapa? Karena ternyata kota Jakarta tidak sepertinya apa yang ada dalam khayalanku. Ibukota itu kejam seperti kata orang-orang. Dan itu memang terbukti. Sulitnya mencari pekerjaan, ditambah apa-apa serba mahal, membuatku menyerah dan ingin segera kembali ke kampung halaman. Namun, niat tersebut kuurungkan saat mengingat janjiku terhadap Linda. Aku tidak mungkin pulang sebelum sukses. Setidaknya aku harus punya banyak uang dulu agar bisa melamar Linda.
Aku kembali menyemangati diriku sendiri. Mulai mencari pekerjaan lagi. Dari kuli bangunan, kuli panggul di pasar sampai menjadi tukang cuci mobil, semua kulakukan demi mengumpulkan rupiah sedikit demi sedikit. Hingga suatu hari kejadian yang tak terduga mempertemukanku dengan seorang wanita yang bernama Jasmine.
Saat aku pulang bekerja, kira-kira pukul 9 malam. Aku melihat dua orang preman sedang menjambret tas seorang wanita. Tanpa pikir panjang, langsung saja kutolong wanita tersebut dan menghajar para preman yang mengganggunya.
"Terima kasih, Mas. Aku enggak tau gimana jadinya kalau enggak ada Mas," ucapnya.
"Ini ada sedikit uang sebagai ucapan rasa terima kasih buat Mas," tambahnya sambil memberikan beberapa lembar uang berwarna merah ke tanganku.
Aku menolak dan mengatakan bahwa aku ikhlas menolongnya. Tetapi, wanita itu merasa tidak enak hati. Ia malah memaksaku ikut ke rumahnya untuk dikenalkan dengan orang tuanya. Alasannya karena aku sudah menyelamatkan nyawanya. Akhirnya aku menurut juga karena tidak tega menolak ajakannya.
Siapa sangka gembel sepertiku ternyata disambut dengan ramah di keluarga wanita yang bernama Jasmine itu? Ah, aku sendiri tidak menyangka. Bahkan setelah kuceritakan pekerjaan dan asal usulku, mereka tidak mempermasalahkannya. Ajaibnya, aku malah ditawari pekerjaan untuk menjadi bodyguard-nya Jasmine.
Sepertinya nasib baik memang berpihak kepadaku. Di saat aku membutuhkan pekerjaan yang layak dan gajinya lumayan, tuhan mengabulkannya.
Setelah aku menjadi pengawalnya Jasmine, lama kelamaan hubungan kami semakin dekat. Dapat kulihat dari tatapan matanya kalau Jasmine itu sepertinya menaruh hati padaku. Namun, aku tetap bersikap biasa saja. Tak mau memberikan sinyal karena hatiku masih tetap milik Linda.
Tak terasa, baru beberapa bulan bekerja menjadi bodyguard, tabunganku sudah lumayan. Sepertinya sudah cukup untuk melamar Linda. Rencananya, setelah kami menikah, aku akan membawa Linda ke sini karena aku sudah memiliki pekerjaan tetap.
Niat itu kusampaikan kepada Mama. Melalui sambungan telepon, aku mengutarakan maksudku kepada Mama. Mama langsung menolak dan mengatakan yang bukan-bukan tentang Linda.
"Linda itu tidak pantas untukmu, Nak. Asal kamu tau, saat ini dia sedang hamil. Hamil di luar nikah. Kamu cari wanita lain saja. Mama tidak setuju," tolaknya.
"Hamil? Linda hamil?" tanyaku tidak percaya.
Apa mungkin janin yang ada di rahim Linda itu anakku? Ah, aku hanya melakukannya satu kali. Tidak mungkin Linda bisa hamil.
"Apa Mama tau siapa ayah dari bayi yang dikandung Linda?"
"Tidak jelas karena Linda sering bergonta-ganti pasangan. Parahnya lagi, Linda malah menuduh bahwa kamu yang menghamilinya. Jelas saja Mama membantah. Kamu lelaki baik-baik, tidak mungkin anak Mama berani melakukan hal sehina itu."
Mama begitu percaya padaku. Padahal beliau tidak tahu apa yang kulakukan di belakangnya.
Aku bukan lelaki baik-baik, Ma. Anak kesayangan Mama ini memang sudah melakukan perbuatan terkutuk itu, Ma.
Seperti seorang pecundang, bahkan aku tidak berani mengakui perbuatanku sendiri. Aku memang pantas disebut sebagai lelaki pecundang.
"Asal kamu tau, Linda sudah lama diusir dari kampung ini. Sekarang wanita pendosa itu tidak tinggal lagi di kampung ini. Rasain, itulah akibatnya jika berani melakukan perbuatan haram," tambah Mama lagi.
Sungguh tidak kusangka jika wanita yang sangat kucintai ternyata adalah seorang w************n. Ia merelakan dirinya untuk disentuh oleh lelaki lain. Menjijikkan.
Sebenarnya aku kasihan mendengarnya. Tak bisa kubayangkan bagaimana perasaan Linda saat diusir dari rumahnya sendiri. Namun, rasa kasihan itu langsung berubah menjadi rasa benci saat membayangkan perbuatannya.
Kamu pantas menerima semua itu, Linda.
"Yudis, Mama harap kamu bisa lupain Linda. Carilah wanita baik-baik dari keluarga yang terhormat. Bukan w************n seperti Linda. Udah dulu, ya, Mama masih ada kerjaan. Assalamualaikum."
Setelah mengucapkan hal itu, Mama pun mematikan sambungan telepon.
Antara percaya dan tidak, tetapi itulah kenyataannya. Kekasihku telah berkhianat dan aku harus bisa melupakannya.
Aku sempat putus asa. Merasa hidup ini tidak adil karena impian dan harapan yang sudah kubangun selama ini hancur sudah karena pengkhianatan.
Tak lama setelah itu, papanya Jasmine tiba-tiba memanggilku. Beliau menyuruhku datang ke ruangannya dan kami pun bicara empat mata. Beliau kemudian mengutarakan maksudnya, yaitu memintaku untuk menikahi putrinya karena putrinya sudah lama memendam rasa terhadapku.
Dilema antara terima dan tidak. Jika ditanya soal hati, aku sama sekali tidak mencintainya. Sampai saat ini hanya Linda satu-satunya wanita yang kucintai. Namun, mengingat karena Linda sudah berkhianat, aku pun menerima tawaran tersebut. Cinta bisa tumbuh seiring berjalannya waktu, pikirku. Apalagi, Jasmine adalah pewaris tunggal kekayaan papanya. Hidupku pasti akan terjamin jika menikah dengan Jasmine.
Pesta pernikahan mewah pun digelar. Aku merasa seperti seorang raja saat duduk di singgasana pelaminan, bersanding dengan Jasmine. Biarpun aku gagal menikahi Linda, setidaknya aku masih bisa menikahi wanita kaya. Ya, walaupun Jasmine tidak secantik Linda, tak mengapa.
Tibalah malam pertama. Malam yang dinanti-nantikan oleh semua pasangan suami istri yang baru menikah. Di mana pada malam itu, pasangan suami istri akan melakukan ibadah untuk pertama kalinya.
Hasrat di dalam d**a langsung menggebu saat melihat istriku memakai lingerie merah menyala. Pesonanya mampu menyingkirkan bayang-bayang Linda di dalam benakku. Malam ini, Jasmine terlihat begitu cantik. Sangat cantik.
Jasmine, aku akan membawamu melayang, terbang ke langit ketujuh, Sayang.
Aku segera menuntun Jasmine ke peraduan dan kami pun melakukan ibadah untuk pertama kalinya.
"Mas, maafkan aku."
Hanya kata-kata itu yang keluar dari mulut Jasmine setelah kami selesai memadu cinta.
"Kenapa kamu tidak jujur dari awal, Jasmine?" bentakku. tanganku mengepal dan rahang ku mengeras. Aku merasa dibohongi dan ditipu.
"Aku takut kamu tidak mau menerimaku jika aku jujur, Mas. Aku mohon maafin aku. Jangan ceraikan aku, Mas." Jasmine berlutut di hadapanku sambil memegangi kakiku.
Kecewa? Jelas. Siapa yang tidak marah dan kecewa saat mengetahui istri yang baru dinikahinya sudah tidak suci lagi?
Sebagai lelaki yang sudah pernah berhubungan badan dengan wanita, tentunya aku tahu mana wanita yang masih perawan dan yang tidak.
Apa ini karma untukku karena aku pernah menodai kesucian Linda? Entahlah!
Bersambung