Saskia tersenyum dengan jumawa melihat reaksi lelaki di hadapannya yang seperti terkejut. Reaksi orang terhadap dirinya setelah tahu nama lengkapnya, memang selalu begitu. Terkejut, ternganga, dan kemudian teresona. Saskia sudah bersiap untuk menerima pujian yang kemudian akan ia terima..
"Namamu beneran Saskia Ilham Pamungkas?" tanya Juan.
"Ya. Terkejut, 'kan kamu?" tanya Saskia dengan senyum sombongnya.
"Tidak."
Senyum Saskia seketika hilang. "Tidak? Munafik kamu. Mukamu aja keliatan begitu."
"Muka saya kenapa?"
"Muka orang terkejut," jawab Saskia mantap.
Juan terkekeh geli. Meski Saskia benar adanya, tapi Juan tak mau mengakui kalau dirinya terkejut.
"Mungkin pada orang lain, mereka akan terkejut mendengar namamu dan kemudian menyanjungmu hingga membuatmu sombong. Tidak dengan saya. Saya hanya heran saja, wanita semuda kamu, sudah menikah dan dengan percaya diri menyandang nama suami di belakang namamu."
Saskia melongo. Tak mengira ada orang yang berpikir berbeda. Ia sudah membuka mulut untuk meluruskan ketika pintu lift berdenting dan terbuka. Dengan gemas, Saskia berujar. "Bodoh kamu!"
Saskia keluar dari lift dengan langkah lebar. Mengabaikan Juan yang sudah membuat harinya semakin kesal. Amarahnya sudah ditumpuk sedemikian rupa. Kedua tangannya mengepal dan langkahnya menjadi kaku.
Sampai ia berhenti di depan kamar yang dituju. Langkahnye berhenti seolah ada yang menahan. Harga dirinya. Yang menahan langkah Saskia adalah harga dirinya. Ia kemudian bertanya-tanya apakah perlu dan pantas melakukan hal ini.
Keinginannya untuk mengetuk pintu kamar hotel itu begitu kuatnya. Tangannya sudah terangkat dan mengepal bersiap menggedor kamar tersebut. Ego di kepala berteriak-teriak menahan gerak tangan Saskia.
Sampah harus dibuang begitu saja tanpa perlu diberi perhatian. Toh, kamu sudah pegang buktinya. Buat apa mengotori diri sendiri hanya untuk bisa melihat langsung. Menginjak kotoran kan tak harus melihat kotoran itu.
Saskia mengangguk sendiri. Menyetujui argumen yang terlontar di dalam dirinya. Ia akan memikirkan cara untuk menjatuhkan siapa pun yang ada di dalam dengan cara paling keji.
Baru Saskia menurunkan tangannya ketika tangan seorang pria terjulur dari belakangnya dan mengetuk pintu kamar hotel dengan sangat kuat. Sontak Saskia jingkat dan terkejut. Ia berbalik dan langsung melotot melihat sosok yang tadi berdiri di belakangnya.
"Kamu!" desis Saskia kesal.
"Saya Juan," ujar Juan dengan santai. Ia kemudian mengetuk lagi pintu kamar hotel dengan tiga kali ketukan.
Cepat-cepat Saskia memegang pergelangan tangan Juan sembari menatap pintu kamar hotel dengan melotot dan degup jantung yang berpacu sangat cepat. "Kamu mau apa?" pekik Saskia dengan suara tertahan di tenggorokan.
"Bantu kamu," jawab kalem Juan. Pergelangan tangannya yang sudah dipegang Saskia, sengaja digerakkan. Menggoda Saskia seolah ia akan kembali mengetuk pintu.
Buru-buru Saskia memukul bagian tengah tangan Juan, tepatnya tulang di antara lengan atas dan lengan bawah. Hal itu membuat Juan langsung menekuk tangannya yang oleh Saskia, pergelangan tangan dan sebagian lengan bawah Juan dipeluk di dadanya.
"Saya gak butuh bantuan apa-apa. Jadi, tangan ini gak usah ketak-ketuk sembarangan!"
"Tapi tadi saya lihat kamu seperti tak punya tenaga untuk mengetuk."
"Siapa?"
Suara pria dari dalam yang seperti teredam, membuat Saskia menjingkat lagi dan melotot ke pintu.
"Siapa?"
Pertanyaan mengulang yang kini suaranya terdengar semakin dekat ke pintu. Saskia yang tadinya memeluk tangan Juan di d**a, segera menarik pria tinggi itu untuk mengikutinya. Sempat bingung baiknya ke mana, tapi pintu tangga darurat lebih dekat. Cepat ia kesana bersama Juan yang melangkah seperti layangan putus. Ogah-ogahan dengan senyum mengejek.
Juan segera tahu akan situasinya. Tidak tahu latar belakang lengkap Saskia, maka Juan menduga kalau lelaki di dalam bisa jadi adalah suami atau kekasih yang sedang berselingkuh dari Saskia. Itu kenapa wanita itu hanya marah-marah saja dan terburu-buru. Setelah sampai tujuan justru ragu. Khas wanita.
Jika seperti itu kemungkinannya Saskia belum siap dengan kenyataannya, atau Saskia tidak tahu harus apa, atau bisa jadi Saskia memiliki harga diri yang tinggi. Begitulah kesimpulan Juan.
Tepat saat keduanya sudah masuk ke balik pintu menuju tangga darurat, pintu kamar yang tadi menjadi tujuan Saskia terbuka. Seorang pria, dengan rambut yang tersisir rapi, dan hanya mengenakan piyama, menyembulkan kepala, kemudian maju sedikit untuk bisa melihat lebih jelas ke lorong hotel. Ia mengernyitkan kening karena tak melihat siapa-siapa. Dirasa tak ada yang perlu dicari tahu, si pria kembali masuk.
Dari balik pintu ruang tangga darurat, Saskia menempelkan diri ke pintu agar bisa mendengar suara-suara. Wajahnya serius hingga kedua alisnya berkerut dan kemudian seperti saling menaut.
Juan menahan geli melihat raut wajah Saskia yang seperti guru matematikanya saat sekolah SMA.
"Takut?" tanya Juan.
Saskia melirik sinis, tidak menjawab, dan kembali fokus mendengarkan suara-suara di luar. Sempat bingung akan arah pertanyaan Juan, tapi Saskia memilih tak merespon karena menganggap Juan tidak penting.
"Tanggung sudah datang ke sini." Juan memegang tangan Saskia. Menarik gadis itu mundur dan membuka pintu.
Sebelum pintu itu terbuka lebih lebar, Saskia yang masih terkejut dengan tindakan Juan, mencoba menahan pintu dengan tangannya yang lain.
"Mau apa kamu?" bentak Saskia dengan suara tertahan dan mata melotot.
"Kamu mau melabrak suamimu, 'kan?"
Saskia terhenyak dengan ucapan Juan. Sekali lagi Juan benar untuk sebagiannya. Iya. Saskia memang berniat melabrak lelaki yang menjadi tunangannya karena perjodohan yang dilakukan kakak tiri dan ipar tirinya itu.
Saskia sudah sangat gatal ingin membatalkan perjodohan itu dan sebenarnya ini kesempatannya. Hanya saja, Saskia tidak tahu bagaimana melakukannya.
"Dia bukan suami saya!"
"Ooo..., kekasih," tebak Juan.
"Lepaskan. Saya gak butuh kamu." Saskia mencoba melepaskan tangannya yang berada tepat dalam genggaman Juan.
Saat Saskia berkutat dengan jemarinya, kekuatan tangan Saskia satunya yang menahan pintu, mulai melemah. Itu dijadikan kesempatan bagi Juan untuk membuka lebih lebar pintu ruang tangga darurat. Dengan santai ia menarik Juan yang kelimpungan. Tenaga Saskia kalaj kuat dengan Juan.
"Lepaskan. Lepaskan. Memangnya kamu siapa?"
Juan tak memberikan jawaban. Ia tenang saja melangkah dengan kaki lebar. Itu membuat Saskia kewalahan mensejajari langkah Juan.
"b******k! Setan! Lepaskan! Kamu siapa berani-beraninya begini, hah?"
Juan berhenti tepat di depan pintu kamar yang tadi. Sikapnya sangat santai, berbanding terbalik dengan kegelisahan dari Saskia. Ia semakin kuat mencoba melepaskan jemarinya dari Juan. Tapi, Juan justru menyentak tangan itu, sembari menarik lebih dekat. Sontak, tubuh Saskia tertarik dan menempel ke d**a Juan. Secepatnya Juan merangkul pinggang Saskia sekaligus mengetuk lebih keras pintu kamar hotel tersebut.
Sikap Juan membuat Saskia tak bisa berpikir. Ia seperti terkurung tiba-tiba dalam rangkulan Juan. Jantungnya berdentum keras. Kembali Juan mengetuk lebih keras lagi bahkan seperti menggedor. Setiap gedoran adalah setiap dentuman jantung Saskia.
Pintu dibuka dari dalam dengan hentakan yang kuat. Terlihat sekali jika yang membuka sedang sangat kesal. Mungkin ia mengira kalau kali ini ia dipermainkan lagi.
Namun, si pria berpiyama terbuka, hanya bisa berdiri kaku dengan mata melotot menatap Saskia yang sedang menatapnya dengan bibir terkatup. Tepat saat pintu dibuka, saat itulah Saskia kembali menjadi dirinya sendiri.
Saskia tidak peduli jika rangkulan Juan di pinggang sudah berpindah ke lengan atasnya. Saskia juga tak ambil pusing ketika Juan mengeratkan rangkulannya, hingga menyebabkan tubuhnya semakinrapat menempel ke d**a Juan.
Si pria juga kemudian menatap ke Juan dengan bingung. Kepanikan, kekhawatiran, juga tanda tanya, terpapar di wajah bayi si pria.
"Saya Juan." Sebuah perkenalan yang tak hanya ditujukan untuk si pria di hadapannya, tetapi juga Juan mengenalkan dirinya pada Saskia yang berlum sempat berkenalan.
"Mulai detik ini, jangan lagi berhubungan dengan Saskia, baik itu komunikasi langsung atau lainnya. Saya tidak suka." Juan mengatakannya dengan sangat ringan seolah itu adalah hal yang emmang sepatutnya dilakukan. Kenyataannya, dirinya dan Saskia bukanlah siapa-siapa.
"Siapa dia Sas?" tanya si pria yang mulai tidak suka dengan serangan Juan yang tiba-tiba.
Saskia sebenarnya teramat terkejut dengan pernyataan Juan. Ia tak mengenali pria yang sedang merangkulnya. Bahkan namanya saja, baru ia dengar tadi. Tapi Saskia adalah seoarng yang ahli. Tak ada reaksi terkejut apalagi kecanggungan yang ditunjukkan. Sedikitnya ia bersyukur akan tindakan inisiatif Juan.
"Masih ada hak kamu bertanya?" Saskia menelusuri tubuh si pria dari atas sampai kaki. Saskia tersenyum miring saat melihat kaki si pria bergerak gelisah.
"Sas, saya bisa jelaskan."
"Apa saya minta penjelasan? Percaya diri sekali kamu."
Si pria mengernyit bingung dan kembali menatap Juan yang tersenyum penuh arti untuk si pria.
"O.... Kamu mau menunjukkan selingkuhanmu ini?"
Terlihat jelas si pria sedang berusaha membalikkan posisi. Ia sudah ketahuan selingkuh tapi ia tak ingin terlihat sebagai pemula. Suatu sikap menjijikan dan membuat Saskia ingin meninjunya.
"Ya," jawab Saskia mantap.
Mengejutkan si pria sekaligus Juan. Tapi Juan serupa Saskia, mampu memnyembunyikan ekspresinya.
"Tapi, saya tak sepecundang kamu. Ini kekasih saya dan kekasihmu sembunyi, menggigil di pojokan bagai tikus gor yang baru saja terkena siraman a******i sampah."
Disebut pecundang ditambah 'kepemilikannya' disebut sampah, si pria geram. Kedua tangannya mengepal kuat.
"w************n! b******k!"
"Lebih murah mana denganmu yang merengek bahkan mengemis untuk bisa bertunangan dengan saya? Bahkan mungkin kamu bermimpi bisa menikahi saya. Hahaha.... Onel, onel."
Kini Juan sudah tahu nama si pria.
Saskia melepaskan diri dari Juan dan maju mendekati si pria bernama Onel itu. tatapannya adalah tatapan penuh angkara dan kesumat. Onel pun jadi bergidik tak nyaman. Tiba-tiba sebuah tamparan keras mendarat tepat di pipinya.
"Sebagai sampah, harusnya kamu bisa bersikap hati-hati. Kamu yang mengemis dan saya hanya sedekah sesuka saya. Mulai detik ini, tidak ada pertunangan di antara kita. Sampaikan ini ke Julia! Katakan padanya, jangan main-main dengan saya. Jangan coba-coba menghasut dan memaksa pertunangan apalagi pernikahan saya."
Juan tersentak. Nama Julia tersebut dari bibir Saskia. Lebih terkejut lagi karena ternyata Julia ikut andil dalam hidup orang lain.
***