Saskia menghela napas panjang untuk kesekian kalinya saat mesin mobilnya sudah mati. Tatapannya lekat pada mobil yang terparkir di pelataran rumah. Mobil Anggara, sang kakak tiri. Saskia menduga yang datang tak hanya sang kakak, tetapi juga parasit gila, Julia.
Pastinya, lelaki pengecut yang dipakasakan menjadi tunangannya itu, sudah melaporkan ini itunya ke Julia dan bahkan ke Anggara.
Setahun yang lalu, sebelum ayahnya benar-benar lumpuh tak berdaya, Anggara memaksa Saskia untuk mau bertunangan dengan Onel. Alasannya simpel, Onel adalah putra dari salah seorang relasi sang ayah; Ilham Pamungkas. Onel juga bukan dari keluarga sembarangan, ia memiliki banyak perusahaan dan jika digabung, maka ini akan melipat gandakan pundi-pundi kekayaan keluarga.
Masalahnya, Saskia tahu kehidupan dan kepribadian Onel. Onel adalah putra bungsu dari tiga bersaudara dan Onel sendiri oleh keluarganya dianggap tak berguna karena gaya hidupnya yang tidak jelas. Suka foya-foya, berjudi, dan main perempuan. Ada beberapa kasus hukum yang menyerempet Onel, tetapi semua menguap karena kemudian kedua kakaknya yang sukses, turun tangan.
Saskia sudah dengan sangat keras menolak. Ia bahkan sudah memaparkan kelemahan Onel. Namun, Julia berhasil memperdaya Anggara dan ayahnya. Meyakinkan kedua pria itu bahwa selalu ada sisi baik pada yang tak baik. Apalagi Onel disampaikan Julia kalau sudah lama menaruh hati pada Saskia, pastinya lelaki yang jatuh cinta akan lebih penurut dan Saskia bisa jadi penguasa.
Ingin muntah Saskia mendengar argumen Julia kala itu. Bahkan ia sangat ingin menampar wanita parasit itu.
Sejak kemunculan Julia, semua berubah secara perlahan tapi pasti. Terutama pada Anggara yang biasanya penurut, sedikit culun, tidak tegas, dan hanya pengekor. Seketika menjadi seorang yang arogan dan mulai berani mengatur-atur hidup Saskia.
Bahkan yang paling mengerikan adalah, Julia bagai gurita. Tentakelnya sudah di mana-mana. Entah rayuan apa yang Julia tebar pada setiap lelaki di keluarganya, ayahnya mengijinkan dan memberikan kekuasaan pada Julia untuk memimpin beberapa perusahaan. Dan Anggara juga sangat patuh dengan Julia.
"Akhirnya pulang," ucap Julia dengan senyum sangat manis. Ia yang tadinya duduk, segera berdiri dan menyambut Saskia. Dipeluknya Saskia dengan lembut sembari mencium pipi kiri dan kanan Saskia. "Ke mana aja? Ditelpon juga gak diangkat."
Saskia mengernyit. Ia tak merasa ponselnya berdering. Lagi-lagi akal-akalannya Julia untuk terlihat perhatian. Saskia mengabaikan Julia dan mendekati ibunya yang sedari tadi memandanginya dengan cemas. Saskia juga menatap Anggara yang terlihat kesal.
"Ada apa?" Saskia bertanya tanpa basa-basi. Ibunya langsung membelai kepala Saskia sampai ke punggungnya.
"Kamu ribut sama Onel?" tanya ibunya lembut.
"Kami memutuskan untuk membatalkan pertunangan." Saskia menjawab dengan tanpa mengalihkan tatapan matanya pada Anggara.
"Waktu pernikahan sudah ditentukan, Saskia. Kamu tak bisa membatalkan begitu saja," ucap Julia dengan nada yang sangat manis.
Saskia mengalihkan tatapannya pada Julia yang selalu bersikap tenang bak bidadari. Julia duduk di sebelah Anggara dengan sangat anggunnya. Bak nyonya dan tua di foto-foto dalam film keluarga.
"Siapa kamu? Punya andil apa kamu atur-atur hidup saya?"
"Saskia!" bentak Anggara.
Cepat-cepat Puspita, ibu Saskia, memegangi jemari putrinya dengan kuat. Mengingatkan putri semata wayangnya itu untuk jaga sikap.
"Apa?" tantang Saskia. Ia tak pernah gentar dengan Anggara. Tapi, jika emosinya tak melebihi batas, itu tak lain karena ibunya selalu menahan emosinya.
"Jaga mulutmu terhadap kakak iparmu. Julia ini istri saya. Begini saja perlu dijelaskan apa andilnya?"
Saskia sudah akan membuka mulutnya ketika Puspita dengan tegas meremas jemarinya. "Kakakmu benar. Kamu harus sopan dengan Julia. Dia kan kakakmu juga."
Cuih! Parasit! batin Saskia. Lagi-lagi demi sang ibu, Saskia diam.
"Apa maksudnya kamu membatalkan pertunangan dengan membawa laki-laki lain? Kamu mau mempermalukan keluarga kita dengan memamerkan perselingkuhanmu depan Onel? Kamu ingin dinilai murahan? Begitu?" tanya Anggara kesal.
Saskia melirik Julia yang masih menatapnya. Jelas sekali kalau Anggara dihasut Julia dan diajarkan cara bicara. Dulu, mana berani Anggara membentaknya apalagi menuduhnya ini itu.
"Onel tidak bilang kalau dia berselingkuh duluan?" tanya Saskia dingin.
"Onel sedang ada janji temu dengan relasi dan sedang membicarakan masalah pengembangan bisnis baru. Janji temu begitu kan biasa aja di hotel." Julia menjawab.
"Di kamar?" Saskia bisa melihat kalau Julia terkejut. Dan Saskia sangat kagum dengan pengendalian Julia yang kuat. Wanita itu hanya mengerjapkan mata sekali sebagai bentuk rasa terkejut, tetapi raut wajahnya tersenyum biasa saja.
"Onel sudah cerita, kok. Relasinya tersebut tiba-tiba datang bulan dan jika begitu, wanita itu lemas kesakitan. Kamu juga begitu kan kalau lagi datang bulan? Jatuh ambruk kesakitan. Nah, Onel hanya mengantar ke kamar yang langsung dipesannya."
Julia selalu punya jawaban jitu. Dan kali ini, Julia memberikan jawaban yang memperbandingkan keadaan Saskia saat haid. Benar-benar jawaban sempurna dan sulit disanggah.
"Dengan piyama?" Saskia tersenyum sinis. Kali ini ia berharap ia menang.
"Onel menggunakan jasnya untuk menutupi bagian belakang teman wanitanya, yang roknya sudah penuh darah. Waktu baru akan masuk kamar dan jas Onel dikembalikan, wanita itu oleng. Onel sigap menangkap dan membopongnya. Tapi jadinya lengan jasnya kena bercak darah yang menembus di rok temannya itu.
Makanya Onel melepas pakaiannya untuk dicuci dulu. Keduanya gak melakukan apa-apa.
Saya paham sebagai wanita kamu pasti terkejut dan cemburu melihat Onel dengan wanita lain. Tapi, harusnya kamu tak perlu membalasnya dengan menunjukkan lelaki palsumu dan mengaku-ngaku tunangan. Harusnya kamu mendengarkan dulu penjelasan Onel. Dia kan calon suamimu."
Julia tersenyum lebar. Senyum yang di mata Saskia adalah senyum kemenangan karena berhasil menjawab telak pertanyaan Saskia yang tadinya bermaksud menjatuhkan. Kalau sudah begini, Saskialah yang terlihat salah.
Tapi, yang lebih mengejutkan dari semua, yang membuat Saskia tercengang adalah kata-kata terkahir Julia. "Kamu tak perlu membalasnya dengan menunjukkan lelaki palsumu dan mengaku-ngaku tunangan."
Entah bagaimana logika Julia, tetapi Saskia mengakui jika Julia sangat pintar atau Julia memang cenayang. Harga diri Saskia dikelitik. Ia malu dan Saskia sudah dijatuhkan dengan argumen akal-akalan Julia yang Saskia yakini sudah kong kalikong dengan Onel.
"Siapa bilang dia palsu? Dia ada. Dan Dia adalah lelaki pilihan saya." Saskia berujar mantap.
"Siapa dia?" tanya Anggara.
"Nanti juga kamu tau," jawab Saskia.
"Dia adalah seorang pejuang. Pengusaha muda yang merintis usaha dari nol. Bukan pengemis warisan dan kedudukan turunan." Sindiran Saskia untuk Onel. Yang sebenarnya juga menyindir Anggara.
"Cih. Pengusaha kacangan saja kamu banggakan."
"Kacang pun bisa menjadi pohon yang tinggi."
"Halah. Gak usah mengada-ada kamu."
"Apanya mengada-ada? Memang ada." Saskia ngotot.
"Kalau begitu, bawa dia makan malam. Besok." Julia menengahi dengan memberikan tantangan untuk Saskia. "Biarkan kami mengenalnya dan memastikan dia jauh lebih baik dari Onel. Saya tidak ikhlas jika adik ipar tersayang, jatuh pada lelaki buaya apalagi pengeretan."
Seperti dirimu! batin Saskia.
***