Julia menyisir rambutnya dengan sangat perlahan. Tubuhnya dan tatapannya memang terarah pada cermin rias, tetapi pikirannya tidak di tempat. Ia terus dihantui akan keputusan adik iparnya yang menolak dijodohkan dengan Onel dan bahkan gadis itu sudah membatalkan pertunangannya dengan Onel secara sepihak.
Ini tidak bisa. Julia tidak bisa menuruti mau Saskia. Ia sudah menyusun banyak rencana dengan Onel. Ada kesepakatan yang tentunya menguntungkan Julia dan Julia tidak ingin kesepakatan itu gagal.
Bodoh! Main perempua, apa gak bisa lebih cantik lagi? Sampai ketahuan begitu. Dasar, Dungu!
Julia memegang gagang sisirnya dengan erat. Penyampaian emosi yang tak ketara. Bola matanya melirik pada bayangan suaminya yang sibuk dengan ponsel pintarnya.
Hanya main game, batin Julia kesal.
Anggara adalah tipikal lelaki pasif. Terlalu pasif hingga ia tak bisa diserahi tanggung jawab yang besar. Dan jelasnya juga tak bisa menggunakan isi kepalanya dengan benar. Terbiasa hidup mewah, lelaki itu menjadi terlalu santai kurang ambisi.
Julia terpaksa menikahi Anggara. Ia hanya memanfaatkan lelaki itu untuk masa depan lebih baik.
"Kamu gak cuci muka?" tanya Julia. Ia segera memberikan senyuman manisnya saat Anggara mengangkat kepala.
"Masih jam sepuluh." Keenganan dilontarkan dari nada Anggara.
"Saya mau tidur." Meski Julia tersenyum dan meski tubuhnya tak berbalik menghadap Anggara, tetapi sorot mata yang terpantul di cermin dan nada suara yang dalam, sudah menjelaskan semua, bahwa Julia memaksa.
"Baiklah."
Bagai anak kecil yang sudah mendapat perintah dari ibunya, Anggara beringsut turun dari tempat tidur dan berjalan ogah-ogahan ke kamar mandi. Ia menyempatkan mampir ke meja rias di mana istrinya masih duduk dengan anggunnya.
Anggara mencium puncak kepala Julia dan membelai lembut kedua lengan wanita yang dicintainya itu.
"Malam ini kita..., begitu, ya." Anggara menurunkan kepalanya lebih dalam sampai ke leher Julia. Mencium lembut penuh keinginan.
Julia menahan diri untuk tak bersikap kasar. Ia sedang banyak pikiran dan ia tak suka dengan Anggara yang hanya memikirkan urusan ranjang saja.
"Saya lelah, Sayang," ucap Julia.
"Dengan bercinta, segala lelah bisa hilang, Sayang." Salah satu jemari Anggara sudah mulai merayap ke dalam piyama. Mencoba mencari yang ia sukai.
"Saya lelah!" desis Julia dengan tegas. "Dan saya mau tidur. Kalau kamu belum bebersih diri, silahkan tidur di luar."
Julia berdiri dengan menyentak, membuat Anggara terkejut dan mundur selangkah. Julia meletakkan sisirnya dengan sedikit keras dan ia berbalik menuju tempat tidur.
"Kita sudah terlalu lama tidak bercinta. Mmeangnya dirimu menopause?" gerutu Anggara yang berjalan kesal menuju kamar mandi.
Julia menatap diam punggung suaminya sampai benar-benar masuk ke dalam kamar mandi. Ia juga memastikan mendengar suara pintu yang dikunci.
Segera Julia mengambil ponselnya dan menelepon Onel. Ia harus memastikan bahwa apa yang terjadi masih bisa diatasi.
***
Onel duduk dengan posisi malas di sofanya yang yang menghadap ke luar. Ia sedang berada di apartemennya dan ia ada di lantai yang cukup tinggi, hingga bisa melihat lampu-lampu malam yang menyala, yang berada di bawahnya ataupun di hadapannya.
Pikirannya sedang kacau. Julia memarahinya dan memakinya sampai habis-habisan setelah ia menceritakan semua. Onel menahan dirinya untuk tak menjadi gila di hadapan Julia.
Pada dasarnya Onel tak suka digurui apalagi dimarahi oleh seorang wanita. Oleh pria saja ia bisa brutal apalagi oleh wanita. Namun, masalahnya, Julia adalah sang perencana, penentu, dan pengendali.
Onel sudah hampir kehilangan hak atas warisnya. Ayahnya benar-benar murka setelah kenakalannya yang terakhir menyebabkan kehamilan seorang p*****r ditambah todongan kekerasan yang ia lakukan. Itu bukan pertama kalinya dan sang ayang sudah lelah, menyelesaikan semua urusan Onel/ Meskipun urusan itu didelegasikan pada kedua kakak lelakinya.
Pada saat seperti itu, Julia datang dan menawarkan sebuah kerja sama yang tak rumit. Kerja sama yang bisa menyelamatkan muka Onel dan mengembalikan kredibilitasnya sebagai anak di hadapan orang tua dan keluarganya.
Julia meminta sebagian perusahan atas salah satu perusahaan yang dimiliki keluarga Onel dan Julia akan membuat Onel memiliki pasangan hidup yang pastinya akan membuat Onel memiliki kedudukan lagi dalam keluarganya.
Saskia Ilham Anggara bukan orang sembarang dan saat ia menyampaikan itu pada ayahnya, rasa terkejut tak lepas dari wajah sang ditaktor dan dua kakaknya. Ayahnya menjajikan nuntuk mengembalikan kedudukan Onel asalkan dia dan Saskia benar-benar menikah.
Sebuah kesempatan. Kehilangan yang tidak jadi dan Onel mengikuti semua rencana Julia.
Sayangnya. Saskia terlalu dingin dan kaku sednagkan Onel liar dan butuh kehangatan setiap saat. Pelampiasan dan permainan yang ia sukai pun masih dijalankan diam-diam. Sudah setahun lebih, dirinya aman. Entah kesialan apa yang menimpa Onel siang tadi. Saskia memergokinya.
Ponsel Onel berdering. Setelah membaca nama si penelepon, Onel menerima dengan malas-malasan. Julia belum puas pastinya memaki dirinya siang tadi dan ini berlanjut.
"Ya," jawab Onel.
"Siapa lelaki yang dibawa Saskia?" todong Julia tanpa basa-basi seperti biasa.
"Entah. Saya tidak pernah melihatnya."
"Siapa namanya?"
Onel langsung mencoba mengingat nama pria itu. Ia tadi sedang dalam pengaruh obat-obatan. Apa yang terjadi atau apa yang tersampaikan tadi, hanyalah kesamaran. Tapi ia harus memberikan jawaban atau Julia akan marah lagi.
Samar Onel mengungat wajah si pria dan caranya menyebutkan nama dengan mantap. Sesuatu berakhiran 'An'.
"Brian." Begitu lebih baik. Onel tak peduli jika itu salah. Toh, lelaki itu terlihat seperti mainan baru Saskia.
"Brian...? Brian siapa?"
"Entahlah Julia. Kami tak mungkin saling bicara banyak dan memperkenalkan diri dengan cara baik-baik saja," gerutu Onel.
"Ya, seharusnya kamu tanya! Bodoh!"
Hanya Julia yang berani mengatai-ngatainya. Sebelum-sebelumnya, jika ada wanita merendahkannya, pasti wanita itu sudah dalam keadaan kritis.
"Sakia sudah ngomel-ngomel, bagaimana saya punya kesempatan tanya," elak Onel.
"Bisa, kalau kamu laki-laki!"
Onel menjauhkan ponselnya dari telinga dan mengumpat tanpa suara.
"Oke. Besok saya akan cari tahu siapa dia." Onel memberikan solusi agar ia bisa cepat-cepat mengakhiri pembicaraan.
"Cepat! Jangan i***t dan jangan klemak-klemek. Besok malam Saskia akan membawa laki-laki itu ke rumah untuk makan malam."
Onel tersentak. "Apa? Kenapa?"
"Untuk memastikan bahwa lelaki itu ada. Kamu..., kalau kamu mau kedudukanmu aman, cepat cari tahu siapa dia agar saya bisa menjatuhkannya. Paham kamu?"
"Yeah...."
"Jangan yeah yeeh saja. Dasar gak guna! Cepat lakukan!"
Sambungan telepon ditutup Saskia dan Onel langsung melempar ponselnya ke jendela kaca.
***