Perlu Cermin?

1111 Kata
"Berani-beraninya kamu melelang hotel milik Mama. Apa hak kamu? Iblis!" Seperti tidak puas dengan hanya menampar, Saskia juga kemudian menjambak rambut Julia. Hal yang tak terduga dan belum siap baik bagi Julia ataupun bagi Juan. Julia yang masih terkejut dengan tamparan Saskia dan masih memegangi pipinya, dibuat menjerit karena rambutnya tiba-tiba sudah tertarik sangat kuat hingga tubuhnya harus miring mengikuti gerak jambakan; mengurangi rasa sakit yang sia-sia. Sedangkan Juan, untuk beberapa detik hanya bisa melongo ketika tamparan mendarat di pipi Julia. Dan rasa terkejutnya bertambah saat rambut Julia dijambak kuat. Tubuh Juan seperti dipegangi oleh tubuhnya yang lain agar tak bergerak membantu Julia. "Dasar ular!" Suara Saskia yang memekik dengan sentakan kuat pada kepala Julia, membuat Juan tersadar pada situasi. Segera ia membantu Julia dengan melepaskan tangan Saskia dari segumpalan rambut Julia. Juan merangkul pinggang Saskia dari belakang, membisikkan kata-kata lembut pada Saskia untuk lebih sabar juga mau melepaskan tangannya dari rambut-rambut Julia. "Apa hak kamu menjual hotel milik mama saya. Apa?" Ketiga kalinya Saskia menyentakkan tangannya dibarengi kepala Julia yang ketarik-tarik. Julia kembali memekik. "Saskia, sudah, Sas. Lepaskan dulu ini. Sas...." Juan terus berusaha dengan memegangi buku-buku jemari Saskia yang menggenggam erat. Tubuh Juan tersentak dibarengi dengan suara mengaduh dari Saskia. Seketika cengkeraman tangan Saskia meregang dan Julia langsung melepaskan diri. Rupanya Julia berhasil menedang tulang kaki Saskia. Saskia terus mengaduh dengan pijakan tubuh melemah. Saskia membungkuk sembari memegangi tulang kakinya yang terasa sangat sakit sampai ke ubun-ubun kepalanya. Juan dengan cepat menggendong Saskia. Sempat ia menatap segit pada Julia yang kini terlihat bagaikan seorang kuntilanak di siang hari. Rambut Julia seperti tersasak aneh, menyebabkannya terlihat bagikan gumpalan serabut sampah. Juan meletakkan Saskia di sofa, membelai dengan sedikit tekanan memijat pada kaki Saskia yang kena tendang tumit sepatu Julia hingga membekas merah. Air mata Saskia jatuh sembari menyerukan rasa sakitnya. Juan tahu jika air mata Saskia itu bukan semata karena rasa sakit di tulang kakinya, melainkan sakit di dalam hatinya. Gadis itu tak hanya kesakitan. Saskia pasti sangat murka karena milik ibunya di otak-atik sedemikian rupa oleh orang asing, yang meskipun orang asing itu adalah istri kakaknya. Julia membenahi rambutnya seadanya. Menyisirnya dengan jari jemarinya. Meringis di setiap gumpalan yang menyesatkan rambutnya untuk terurai. Tatapannya penuh angkara pada Saskia dan Juan, terutama pada Saskia. Belum puasa melayangkan tendangan pada Saskia, Julia melangkah cepat mendekati gadis itu dan berniat menjambak rambut Saskia. Tetapi, Juan yang seperti sudah tahu niat jahat Julia, langsung berdiri dan menahan tangan Julia yang sudah terulur. "Jangan begini, Kak." Suara Juan dalam dengan cengkeraman kuat pada pergelangan tangan Julia hingga kakaknya itu merasakan aliran darah di nadinya seolah berhenti. "Minggir kamu!" Julia menyentakkan tangannya dengan harapan bisa terlepas dari cengkeraman Juan. Tetapi yang ada Juan justru semakin mengeratkan cengkeramannya. "Saya tidak ijinkan Kak Julia melakukan sesuatu pada Saskia." "Cih! Siapa kamu? Berani-beraninya ngatur! Lepaskan!" "Saya tunangan Saskia dan saya harus melindunginya dari apa pun yang dapat melukainya." Ucapan tegas Juan, membuat Saskia semakin jatuh hati pada Juan. Ia menatap punggung Juan dengan perasaan yang meletup-letup bahagia. Sebagai wanita, ia benar-benar terlindungi. Ingin rasanya Saskia memeluk punggung Juan dan tak akan melepaskannya. Julia yang sempat melihat ekspresi Saskia, menjadi was-was. Ia kemudian menatap Juan dengan ekspresi mencibir. "Cari muka kamu, ya? Kamu begini hanya agar Saskia yang sangat lugu ini kepincut. Begitu, 'kan? Taktik lama, heh. Memanfaatkan seorang gadis yang tidak mengenal pria, yang begitu polos untuk kemudian kamu kuasai semua sendiri melalui keluguannya." Rasa sakit Saskia langsung hilang. Kemarahannya kembali di pucak. Cara Julia bicara seolah-olah Saskia adalah seorang yang bodoh dalam menilai orang lain. Saskia tidak terima dengan cara Julia meremehkan dirinya. Saskia berdiri tegap di sisi Juan. Tidak benar-benar di sisi Juan karena jemari Juan menyelip langsung di sela-sela telapak tangan Saskia, menahan gadis itu untuk tak telalu maju ke depan, membuat posisi Saskia seolah-olah terlindungi oleh Juan. "Jangan melebarkan masalah Julia! Kamu hanya butuh pengalihan dengan merendahkan orang lain hanya agar kelakuanmu yang lancang melelang hotel Mama terabaikan. Begitu? Selicik itu? Perlu saya pasangi ruangan ini dengan cermin besar hanya agar kamu bisa ngaca?" "Kamu terlalu bod0h Saskia," ucap Julia. "Tapi saya belajar. Saya belajar darimu Julia. Kamu begitu jago mebodoh-bodohi kedua kakak laki-laki saya. Dan itu adalah pengalaman berharga buat saya untuk tidak dibodoh-bodohi oleh orang-orang sepertimu." "Picik kamu. Kamu hanya sedang membenci saya padahal saya sedang melindungimu," bela Julia tanpa rasa malu. "Melindungi dengan menjual hotel Mama?" pekik Saskia. "Saskia. Saskia. Saya ulangi, kamu itu lugu." Julia dengan sengaja menggulirkan kedua matanya ke Juan. "Kamu terlalu percaya padanya, sampai-sampai kamu b0d0h. Kamu kira, saya menjual hotel itu karena keserakahan saya?" Saskia gamang. Ia merasa bahwa ada sesuatu yang akan menohoknya. Begitu juga Juan. Dirinya menjadi tidak nyaman dengan cara Julia menatapnya dan menatap Saskia. Logika Juan langsung bergerak cepat. Memang sangat mustahil Julia melelang hotel sebesar itu tanpa sepengetahuan pihak-pihak terkait. Itu adalah resiko terbesar yang mana Julia bisa saja di depak. "Itu diketahui Kak Anggara?" tanya Juan ragu-ragu. Pertanyaan Juan membuat Saskia memekik lirih, sedangkan Julia tersenyum lebar. "Seseorang yang sangat pintar, ya," puji Julia dengan sarkas. "Kak Anggara tau?" Suara Saskia tak selantang tadi. Hal itu mengejutkannya dan melukai hatinya. "Yang jelas..., saya tidak mungkin mencuri apa-apa, karena saya sangat tidak tahu diri. Justru, kamu, Saskia...." Julia mendekatkan diri ke Saskia dan menowel dagu gadis itu. "Kamu harus hati-hati pada pria yang terlalu pintar." Julia berbalik dan melangkah menuju meja kerjanya. Tak memedulikan syok yang dialami Saskia dan Juan. Saskia melepaskan tangannya dari Juan, bergerak cepat mendekati Julia. Julia pun berbalik dengan sangat cepat. Jari telunjuk Julia terarah ke Saskia. "Jangan sekali lagi kamu mendekati dan melukai saya! Saya bisa melupakan hubungan ikatan kekeluargaan kita dan menganggapmu orang lain yang akan saya musuhi!" ancam Julia yang tak ingin disakiti Saskia. "Kamu sedang mengarang, 'kan? Tidak mungkin Kak Anggara begitu." "Ruangannya ada di atas kita. Kenapa kamu tidak kesana dan tanya semua padanya. Karena percuma jika saya jelaskan. Kamu tidak akan percaya." Saskia mengepalkan tangannya. Dengan kesumat, Saskia melangkah lebar keluar dari ruangan Julia. Ia harus memastikan semuanya pada Anggara. Karena benar kata Julia, percuma ia bertanya pada iparnya itu. Setiap kata atau kalimat yang keluar dari bibir Julia, bagi Saskia adalah kebohongan. Jalan terbaik adalah bertanya pada pimpinan puncak sementara; Anggara. "Pandai kamu, Kak. Sangat pandai. Pantas saja kamu bisa mendapatkan beasiswa di luar negeri dengan mudah. Pantas saja kamu bisa melepaskan diri dari kemiskinan dan menjadi seorang penguasa langit dengan sangat cepat." Julia bersidekap. "Kamu tidak menyusul buruanmu itu? Melindunginya seperti tadi? Karena terus terang saya jijik ada kamu." "Kamu pikir bisa lari dari kejahatanmu?" "Apa maksudmu?" Juan meringis dan mendekati kakaknya dengan tatapan yang sangat dalam. Memnacing Julia agar gelisah. "Kematian Atha adalah ulahmu. Ya, 'kan Kak?" ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN