"Membantu kok, Kak."
"Eh, tidak apa-apa, Va. Kamu tidak perlu sungkan dengan itu."
"Serius, Kak. Yang Kakak beri tahu sangat membantu malah. Di rumah, Papa suka memberikan buku-buku yang sejenisnya tapi, aku masih saja ragu dengan itu. Tapi, penjelasan Kakak tadi mudah kucerna."
"Haha, terima kasih kalau begitu. Senang bisa dianggap membantu oleh gadis kecil secerdas kamu."
"Apa sih Kakak."
Sepasang anak adam hawa yang tertawa riang satu sama lain. Berjalan pun beriringan seperti hendak menyebrang. Kenapa tidak bergandengan tangan saja sekalian? Supaya terlihat lebih natural.
"Ck, kadal menonton kadal ini namanya," gerutuku lantang.
Sengaja, biar. Biar Benzie mendengarnya di depan sana.
Ngomong-ngomong, percakapan dua orang itu tadi berasal dari Benzie dan Clava. Ya, Clava yang Andrew ceritakan kemarin. Dan hari ini, sesuai perkataannya kemarin, kami memang ada jadwal rapat di lab. utama.
"Ekhem!"
Aku menoleh, "Apa?"
"Yang kau maksud kadal menonton kadal itu, aku melihat si Bensin. Begitu?" tanya Andrew.
Oh syukurlah kalau cepat menangkap.
"Yeah ... begitulah," sahutku sekenanya.
Di sebelahku, lelaki yang menenteng kardus itu pun memutar bola matanya malas.
Aku juga malas berdebat sih sebenarnya. Sedang ingin dalam mode serius. Karena sejak pagi tadi di kampus pun, pikiranku melanglang buana ntah kemana-mana.
"Jadi itu, yang namanya Clava?"
Andrew mengangguk cepat, "keponakkan Mr. Jazz yang kubilang."
Terlihat biasa saja, saat rapat tadi pun tidak banyak pergerakkan yang ia lakukan. Hanya duduk diam, memantau.
Jika topiknya terlalu berat sesekali ia akan mengernyit.
Sudah!
"Apa idemu berikutnya?" tanyaku lagi. Kadal Alaska itu tersenyum miring.
Huh ... aku merinding.
Apalagi isi di kepalanya itu.
"Lihat saja!" katanya mantap seraya menghampiri Clava di depan sana. Ngomong-ngomong, Benzie sudah menghilang di pintu luar.
Oke, mari saksikan kekonyolan apa yang akan ia perbuat kesekian kalinya.
"Hai, Clava?"
Di posisinya, Clava tersentak kaget. Aku terkikik melihatnya.
"Eh? Iya?"
"Mengingatku?"
"Hmm ... oh! Kak Andrew?"
"Ingatan yang bagus."
Wow, kadal berpotensi sukses.
"Ada apa ya, Kak?"
"Tidak ada, hanya ingin sekedar menyapa."
Keduanya tertawa canggung satu sama lain. Oh my God! Ayolah.
"Kau berencana bekerja disini. Karena pemiliknya pamanmu?"
"Ha?"
What the hell! What are you talking about Andrew?!
Ya ampun dia pikir siapa yang sedang diajaknya bicara itu?
Oh ini gilaa ... gilaa sekali.
"Seingatku media melaporkan usiamu cukup muda. Mungkin kau sedang dalam masa pendidikan sekolah menengat atau-"
"Semester 3 di perguruan tinggi. Desain komunikasi visual," sambar Clava sinis.
"Oh ... sudah mahasiswa. DKV ya?"
"Seperti laporan media yang memberitakan."
Uh ... s***s!
"Kalian mempelajari dasar-dasar seni rupa. Hal tersebut mencakup pada, rupa dasar 2D, ilustrasi aplikatif, tipografi-"
"Yeah, juga kreativita dan humanita. Banyak lainnya yang lebih dalam mengenai desain visual."
Getaran yang elit. Pembicaraan mereka terlalu tinggi.
"Sebelumnya Kakak menayakan keinginanku bekerja di Doujav Corp?"
"Hanya tebakkan. Kau aktif mengikuti seminar dan rapat-rapat penting kebisnisan. Bukankah itu salah satu dari tujuan untuk bergabung disini melalui dukungan pamanmu?"
"Tidak juga. Aku bahkan tidak tertarik dengan yang semacam itu."
"Tidak tertarik pada bidangnya atau bergabung menggunakan cara itu?"
"Maaf, Kak. Bukankah pembicaraan kita terlalu basa-basi. Anda terlihat mempermainkan-"
"Oh ... bukan-bukan. Jadi kau tidak suka basa-basi ya. Oke deh."
Sekarang, Andrew!
Wah, gemas juga melihat interaksi mereka.
"Kau tertarik pada perancangan robot dan sejenisnya?"
"Eh? I-ya cukup senang mendesain pada sketch kasar."
"Good!"
"Kenapa?"
"Kau handal membaca dan memgolah rumus kimia kan?"
"Paman yang bilang begitu?"
"Hanya menebak."
"Sedikit, bukan handal," sanggah Clava.
"Bisa bantu menilai sesuatu pada proyek kerjaku sebentar?"
Akhirnya. Setelah melewati debat kusir yang cukup sengit, sekarang dia malah meminta begitu saja?
Mana mungkin ada yang sudi. Dasar Andrew tololl!
"Hari ini waktu senggangku hanya jam sembilan malam ke atas nanti. Sudah terlalu larut untuk berdiskusi bukan?"
"Aku tidak menawarkan diskusi, tetapi menunjukkan. Yah terserah kau saja sih. Kalau memang terlalu larut menurutmu sepertinya kapan-kapan saja."
"Oke, jam sembilan malam nanti."
Finally!
"Alamatnya akan kukirim melalui email. Tenang saja mendapatkan emailmu bukanlah hal yang sulit. Dan pastinya bukan karena penelusuran hack yang kulakukan."
"Oke, jam sembilan malam."
Tap!
Tap!
Tap!
Clava meninggalkan koridor dengan wajah yang sulit didefinisikan.
Melihat dari bagaimana cara Andrew berkomunikasi dengannya, aku ragu kalau perempuan itu tadi akan datang pada saat yang telah ditetapkan.
Bicara kasar, sarkas. Memang siapa yang akan sudi menanggapi.
"Ck, Andrew bodohh!"
Bugh!
"Santai, Bro. Kita lihat saja nanti malam dia pasti akan datang." Andrew datang tiba-tiba sembari nyeletuk seolah dapat membaca pikiranku.
"Kau cenayang ya?"
"Aku ini berbakat, Al. Bukan hanya handal meretas tapi juga menguasai beberapa bidang," sombongnya.
"Hilih kadal!"
Ia pun terkikik geli.
Brak!
Eh?
Seorang perempuan berjalan dengan terburu-buru. Beberapa berkas yang dibawanya pun jatuh berserakkan di lantai.
"Maaf, Nona. Mari saya bantu," kataku.
Andrew yang berdiri di sampingku pun ikut memunguti kertas-kertas tersebut.
Apa ini? Aku merasa deja vu.
"Kaki."
"Ya?"
Untuk beberapa saat aku dan Andrew saling pandang. Kemudian menjatuhkan tatapan kami pada alat gerak masing-masing yang ia sebutkan barusan.
"Astaga! Saya benar-benar minta maaf Nona. Saya akan membelikan yang baru," ucapku sembari membungkukkan tubuh beberapa derajat.
Tepat di bawah pijakan kakiku yang sebelah kanan, ada pena yang tak lagi berbentuk seperti pena. Cangkangnya pecah, pun tinta yang mengotori lantai.
"Tidak apa-apa, Tuan. Saya juga minta maaf atas insiden ini." Begitu katanya.
Wait wait!
Berhubung ingatanku tidak cukup baik tapi, mataku bekerja dengan benar. Aku bisa mengenali siapa wanita ini.
Bukankah dia orang yang sama yang waktu itu juga bertabrakkan denganku di halaman kantor saat pulang lembur?!
Dan ...
"Dimana ya, rasanya aku pernah melihatnya di tempat lain lagi. Tapi, di mana?"
"Al, orang ini bukannya yang waktu itu ikut rapat bersama kita? Dia berdiri di sebelah Mr. Jazz." Andrew berbisik di saat yang tepat.
Nah betul. Wanita pemilik tatapan tajam yang beberapa kali melirikku dan Andrew sinis.
Plak!
Kugeplak sebagian sisi pinggangnya. Kemudian kembali menunduk meminta maaf.
"Sekali lagi saya minta maaf, Nona."
"Tidak masalah, kalau begitu saya permisi," katanya.
Namun, "Tunggu!"
Ini dia kalau mulut bekerja lebih cepat dari pada otak. Kenapa aku menahannya?
"Ya?"
"Apa hubungan Anda dengan Mr. Jazz sehingga bisa ikut dalam rapat itu? Yakin sebagai sekretaris? Apakah Anda pegawai baru Doujav Corp? Atau sama seperti Clava? Keponakkan Mr. Jazz."
Tapi, yang keluar dari mulutku malah, "Anda terlihat kerepotan. Saya bisa membantu?"
Lalu ia menggeleng, tersenyum menampilkan deretan gigi putihnya. Jenis senyuman yang canggung atau mungkin lebih terlihat seperti kaku?
"Tidak perlu, terima kasih. Saya bisa mengatasinya sendiri." Begitu jawabnya.
"Oh okay, kalau begitu hati-hati di jalan, Nona."
Karena wanita ini ...
"Aneh. Gerak-geriknya agak canggung gimana gitu ya, Al," bisik Andrew tepat setelah wanita itu lengser dari hadapan kami.
Oh! Ngomong-ngomong aku lupa menanyakan namanya.
***