“Hai Kak Andrew, maaf ya telat. Kakak sudah lama?”
Lelaki yang mengenakan kemeja denimnya terkesan santai namun formal itu pun menggeleng sejenak. Menatap gadis yang mengajaknya bicara barusan.
“Gak selama itu juga kok, santai aja,” jawabnya singkat.
Lantas mempersilahkan Clava duduk, tepat di hadapannya.
Ya, gadis itu Clava.
“Kupikir kau adalah seseorang yang tepat waktu ternyata kau menganut sistem jam karet juga ya.” Lagi, kalimat Andrew terdengar.
Clava yang hendak mengangkat tangan, memanggil pekerja cafe pun mengurungkan sebentar niatnya. Lagi-lagi tutur kata Andrew membuatnya bergeming.
“Maaf Kak Andrew, aku baru saja mengisi seminar setengah jam yang lalu dan kepala pimpinan departemennya juga mengadakan rapat dadakan. Mereka bilang urgent,” jawab Clava.
Percayalah, dia mengatakan yang sebenarnya.
Dan saat Andrew meneleponnya untuk bertemu di cafe yang lelaki itu tunjuk, Clava baru saja keluar dari ruang seminar. Namun, ajakan rapat darurat itu terjadi tiba-tiba dan memakan waktu sampai lima belas menit kurang lebih.
Sehingga Clava sendiri pun tidak bisa mendeteksi waktu luangnya.
Begitu rapat selesai, ia langsung menuju cafe tempatnya dan Andrew janjian bertemu.
Maka, di jam yang menunjukkan pukul 16.17 WIB sekaranglah, pertemuan keduanya baru terealisasikan.
“Langsung to the point aja sih nih ya.”
“Oh iya, Kak gak papa,” jawab Clava. Tetapi dalam hatinya ntah kenapa ia merasa deg-degan luar biasa.
Dari gaya bicara Andrew yang terkesan blak-blakan, seperti tidak memikirkan perasaan lawan bicaranya otomatis membuat Clava sempat berpikir bahwa sebenarnya Andrew hanya ingin mengerjainya saja. Tapi, wajah serius lelaki itu menunjukkan kesungguhan.
“Kenapa ya Kak?”
“Pertemuan kita malam itu batal jadi, kapan kau punya waktu untuk mengganti hari itu?”
Eh, tentang apa ya? Mendadak ia hilang ingatan.
“Janji temu kita jam sembilan malam pada saat itu. Kuharap kau belum lupa,” sambar Andrew seperti seorang cenayang yang mengetahui pikiran lawan bicaranya.
Ah itu!
Kepala Clava seketika berdenting. Ya, ia ingat sekarang.
“Yaampun, Kak maaf ya. Aku hampir aja lupa. Kita bisa mengatur waktu lagi untuk itu kok.”
Andrew mengangguk cepat. “Iya, memang sudah seperti itu seharusnya. Kau kenal Alan kan?”
“Kak Alan yang mengusulkan konsep AI terbaru itu?”
Andrew lagi-lagi mengangguk, “Yap. Dia cukup melihat langsung bagaimana responmu terhadap hal yang akan kami tunjukkan.” Begitu katanya.
Yang tentu saja membuat remaja berusia 19 tahun itu semakin mengkerutkan kening, bingung.
“Memangnya kenapa dengan reaksi Kak Alan, Kak?”
“Karena hanya kau yang bisa membantu kami. Selain itu, proyek kali ini cukup mengesankan Kurasa sebagai seorang jenius, kau pasti akan sangat tertarik dengan ini.”
Hal apa demikian?
“Apa ini ada hubungannya dengan pekerjaan di Doujav Corp?”
“Uhum, banyak sedikitnya.” Respon yang terlalu santai untuk kalimat yang telah ia lontarkan dan berhasil mengusik rasa penasaran lawan bicaranya. Sementara ia sendiri terlihat tenang tanpa alasan berbagai macam. Benar-benar Andrew sekali.
Ya, sebuah proyek yang cukup atau bahkan sangat mencengangkan. Pada awalnya pun Andrew sempat tidak bisa mempercayai siapa sebenarnya Future itu. Penjelasan Alan terlalu remeh menurutnya saat itu.
Sangat tidak masuk akal dari sudut pandang mana pun.
Well dia dan sahabatnya itu memang tertarik oleh alam semesta khsusnya planet-planet dan luar angkasa. Keduanya bahkan sempat bercita-cita menjadi ilmuwan dan astronot.
Tapi, kemunculan Future dan cerita yang gadis itu ceritakan langsung dari mulutnya, serta rangkain tubuh Future yang sudah diotak-atiknya. Tidak bisa tidak membuatnya semakin penasaran.
Andrew bahkan nyaris kehilangan kewarasannya.
“Akhir pekan ini, aku hanya punya waktu kosong pada hari itu, Kak. Itu juga kalau Paman tidak mengajakku bertemu janji,” sahut Clava.
“Minggu pagi, waktu yang masuk akal jika ingin beralasan pada Pamanmu kan?”
Di tempatnya, Clava terlihat ragu. Tapi karena merasa tidak enak karena sudah mengingkari janji beberapa hari lalu. Gadis itu pun menyetujui usulan Andrew dengan cepat.
“Baiklah, Kak. Minggu pagi.”
“Nice, tempatnya di rumah Alan. Nanti kukurim kan alamat lengkapnya.”
“Oke Kak.”
Walau sebenanrnya, Andrew heran bahkan sangat. Kenapa Clava sangat patuh terhadap segala perintah Mr. Jazz disaat status mereka hanyalah keponakan dan paman. Lagi pula Clava juga bukan staff attau pegawai di Doujav Corp.
Meski dengan hubungan persaudaraan yang demikian, tetap saja tidak fear rasanya kalau sampai akhir pekan pun masih tidak bisa bebas.
“Ekhem! Ngomong-ngomong mengenai Alan, kau tadi sempat bilang dia yang mengusulkan konsep AI terbaru Doujav Corp. Apa Mr. Jazz menceritakan tentangnnya padamu?”
Segelas minuman soda dengan aksen fresh lemon di hadapannya Clava tenggak sebagian. Kemudian kembali menatap Andrew.
“Kayaknya Kakak memang selalu seperti ini ya?” Kalimat Clava yang membuat Andrew megernyitkan alisnya.
“Seperti ini?”
Anggukan pun gadis itu berikan.
“Cara bicara dan sikap Kakak, khas sekali.”
Bilang saja langsung ngablak. Heboh batin Andrew.
Ya, istilah kasarnya begitu.
Tidak mau menanggapi lebih panjang lagi, Andrew hanya mengangguk sekenanya.
“Aku yakin kau akan sedikit terkejut melihat hal itu nantinya. Dan sejauh yang kupikir, sepertinya hanya kau yang bisa memberikan jalan keluarnya.”
“Seyakin itu?”
Andrew mengendikkan bahu asal, “Ya paling tidak cukup membantu,” sanggahnya.
Pertemuan tersebut tidak berlangsung lama karena Andrew segera pergi setelah mendapat telepon masuk dari teman kantornya. Pun Clava yang masih memiliki jam kuliah.
Keduanya pergi meninggalkan kesan masing-masing. Terutama Andrew, di mata gadis cantik berambut pirang itu lelaki tersebut terlalu random dan yeah, lumayan ketus.
Sementara Andrew, ia harus bisa meyakinkan Clava pada ucapannya, sehingga gadis itu tertarik dan betulan berkunjung ke kediaman Alan. Ia bersungguh-sungguh ingin mempertemukan Clava dengan Future.
Tidak bermaksud jahat sama sekali, Andrew hanya ingin membuktikan firasatnya saja mengenai identitas Future yang sesungguhnya.
Bukankah cukup beresiko tinggi membiarkan orang asing yang tinggal seatap dengan kita? Apalagi pekerjaan mereka yang bisa dibilang bukan hanya untuk kepentingan perusahaan semata tapi juga mencakup keselarasan teknologi demi mengangkat nama negara di ranah internasional.
“Halo, Al. Ke tempat biasa sebentar pulang kerja nanti ya. Aku tidak akan ada di kantor hari ini.”
“...”
“Iya, ada sistem baru yang mencoba melacak identitas perusahaan jadi, mungkin ini akan memakan waktu cukup lama.”
“...”
“Mengenai Clava sudah kuatur, detailnya kujelaskan saat kita bertemu.”
“...”
“Oke, nanti sekalian bawakan tabletku di meja ya.”
“...”
“Yoi.”
Klik!
Panggilan berakhir. Andrew melanjutkan langkahnya menuju tempat selanjutnya. Doujav Corp hacker room 1, yang terletak tidak terlalu jauh dari kantor pusat. Merupakan tempat peretasan yang dilakukan para staff hacker Doujav Corp jika terjadi hal urgent.
***
Di tempat lain, Alan yang baru saja selesai berbicara dengan Andrew di telepon pun segera memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku.
“Tumben suaranya kedengaran serius. Ck, anak itu memang kadal yanng penuh misteri,” gumam Alan. Lantas memutar tubuhnya untuk kembai ke ruang kerjanya.
Ngomong-ngomong ia baru saja kembali dari pantry kantor, membuat kopi hitam favoritnya. Namun, suara lain mendistraksi langkahnya ketika ia hendak kembali.
“Alan.”
“Eh?”
***