Chapter 23

1002 Kata
Suara seperti benda jatuh terdengar. Bunyi tersebut berasal dari beberapa kantong plastik putih dan sebuah paper bag yang tergeletak di atas jalanan. Ya, Future sedang menbarak seseorang. Terlihat dari siluet bayangan seseorang di hadapannya pun juga menjatuhkan sesuatu di sana. Jika Future plastik, maka milik orang tersebut adalah sebuah dompet. Tidak ada yang terjatuh dari kedua orang tersebut. Baik Future maupun seseorang yang ditabraknya itu. Kini, keduanya justru sedang saling bertatap-tatapan. Di antara barang-barang yang berceceran di atas jalanan tersebut, keduanya sama-sama bungkam. “Anda tidak apa-apa, Nona?” kata orang tersebut. Seseorang yang dompetnya terjatuh. Wanita itu memungut benda persegi yang terlipat berwarna kream tersebut, lantas hanya diam sembari memandang Future sebab, pertanyaannya tidak dijawab sama sekali. “Nona, Anda tidak apa-apa?” Sekali lagi. Pertanyaan yang sama dan datangnya pun masih dari orang yang sama pula. Namun, untuk kedua kalinya juga Future tetap bungkam. Pergerakkan kedua lensa matanya yang mengarah ke kanan dan ke kiri sesekalilah yang menjadi jawabannya. “Apa Anda terluka?” “Tidak.” Kali ini pertanyaan itu membuahkan jawaban. Satu kata lima huruf. Berawalan dari huruf T dan diakhiri dengan huruf K. Tidak, singkat, jelas, padat. “Oh, seperti itu. Seharusnya Anda bisa berjalan lebih berhati-hati lagi, Nona. Lihat!” Arah matanya bergulir menatap kantong-kantong kresek milik Future yang tergeletak di atas jalanan. Future pun mengikuti ke mana arah tatapan wanita di hadapannya. Tidak ada yang istimewa, hanya kantong kresek yang berisi semua belanjaan yang Alan tuliskan beberapa saat lalu. Setidaknya, begitu yang Future lihat dan pahami. “Kutip sendiri, aku sedang terburu-buru. Dan sepertinya juga kau terlihat agak angkuh.” Kalimat yang wanita asing itu ucapkan. Dret dret ... “Kupikir kau tidak bisa berbicara, minggir! Aku mau lewat,” kata wanita itu lagi. Lantas, berlalu begitu saja meninggalkan Future di depan mini market dengan semua barang-barang masih berhamburan tak tentu arah. Pergi, wanita asing tersebut benar-benar pergi begitu saja. Tak menghiraukan Future dengan segala kekacauan yang mereka ciptakan. Ya, tidak ada yang salah ataupun benar salah satu di antara mereka. Karena, keduanya sama-sama salah. Future yang berjalan tak melihat sekitar, juga wanita asing tadi yang sengaja tak ingin menghindar. “Belanjaan Alan,” gumamnya. Lantas, dengan cepat Future menunduk. Berjongkok di depan mini market guna mengumpulkan semua barang-barang belanjaannya. Sistem sensor yang terdapat di pergelangan tangan Future berbunyi. Warna merah kebiruan yang menjadi sinar tersebut perlahan meredup dengan terbukanya sebuah screen erukuran minimalis di sana. “Oh, ini signal yang dapat terhubung denganku,” gumamnya. Cepat-cepat Future berdiri, sementara barang-barang bawaannya tak ia hiraukan. Gadis itu sibuk melongok ke sana ke mari. Mencari tahu dari mana asal signal itu datang. “Ini signal yang sama denganku, gelombangnya pun sama. Seharusnya ini dimiliki seseorang yang menciptakanku. Atau ini hadir karena satelit di luar angkasa?” bingung Future. Ia bertanya-tanya. Jika memang teraba karena satelit di luar angkasa, seharusnya NASA lah yang menjadi jangkauan pertama mereka. Tapi ini, terlalu dekat. Future tap tombol pada layar di pergelangan tangannya. Screen putih transparan yang dapat menampilkan gambar seperti grafik dan lainnya. Klik! “Sistem terlacak!” heboh Future. Namun tidak dengan suara lantang ia berucap. Beberapa hari lalu saat Andrew mencoba membuka dan melihat jaringannya pun sangat sulit. Padahal beberapa metode yang Andrew lakukan saat itu cukup mengesankan. Dengan bantuan pelacakkan yang elit dan sistem rahasia terkemuka namun tetap tidak bisa. Tapi, malam ini. “Aku harus cepat pulang. Alan harus mengetahui tentang ini!” semangat Future. Tak menunggu waktu lama, perempuan yang tidak seutuhnya manusia itu pun berjalan cepat meninggalkan pelataran mini market. Barang-barang belanjaannya sudah ia bawa seperti semula. Namun, saat itu semakin jauh Future melangkah semakin redup pula signal yang sempat masuk ke sistemnya dan terbaca lumayan jelas. Kekuatan signal dan jaringannya pun ikut melemah. “Kenapa seperti ini?!” Lagi, gadis itu kebingungan. Dua kali ia tap ikon signal di screen pada tangannya, demi mempertahankan signal tersebut. Alan harus melihatnya dulu baru boleh hilang. “Sebentar lagi.” Penuh harap-harap cemas Future berjalan di tiap langkahnya. Drett ... “Oh, kenapa terus hilang?” Maka, tak mempedulikan bahan-bahan makanan ya ia bawa bisa saja terjatuh. Future memilih untuk berlari. “Alan harus lihat dulu!” Karena dengan begitu, siapa tahu saja Alan bisa mengatasinya. Dan ini akan menjadi salah satu titik terang bagi Future untuk kembali ke planet asalnya. Ya, planet yang selama ini menjadi tempat tinggalnya, dan bukan di bumi. “ALAN!!!” “Agwh!” Alan yang sedang duduk di sofa ruang tengah sembari menikmati buah apel yang masih ia kupas pun terlonjak kaget. Untungnya pisau yang ia pegang tak meleset dan melukai dirinya. Hanya saja garpunya melayang beberapa centimeter dari posisi duduknya. “Hei, Future! Kau ini apa-apaan sih? Kenapa teriak-teriak seperti itu?!” sentak Alan jengkel. Malam sudah hampir memasuki waktu tengah malam tapi, perempuan jadi-jadian ini justru teriak-teriak seperti kemalingan. Kalau didengar tetangganya yang lain bagaimana? Selama ini kan Alan dikenal tinggal sendirian dan citranya pun baik di lingkungan tempat tinggalnya. Dan sekarang Future yang penampilannya seperti wanita tengah membuat keributan di rumahnya, bagaimana kalau didengar tetangga yang lain? Bisa-bisa Alan diusir oleh ibu kostnya kalau ketahuan. Anggapan warga sekitar mengenainya pun pasti tidak baik. Tengah malam berduaan dengan seorang wanita yang tidak memiliki hubungan kekerabatan sama sekali. Oh, NO! “Ada apa?!” semprotnya tajam. Tatapan yang ia layangkan pada Future pun seolah sangat membencinya. Ya Tuhan, hampir saja ia kena serangan jantung mendadak. “Alan-” “Kemari kau, duduk dulu di sini. Masuk, dan tutup pintunya,” potong Alan cepat. Ia menghindari omongan orrang-orang yang suka julid. Apalagi tipe tetangga Alan adalah manusia-manusia penganut makhluk bumi paling benar dan paling baik seplanet manusia. Yang artinya, merasa paling sempurna di antara manusia lainnya. Belum lagi di antara mereka adalah para ibu-ibu yang suka bergosip. Awal kedatangan Alan di kontrakannya dulu saja, semat diduga bukan lelaki baik-baik. Karena kerap menghabiskan banyak waktu di luar dan suka pulang larut malam. Huh, dasar tetangga bangsul! “Jadi, ada apa? Kenapa kau teriak-teriak seperti itu tadi?” “Huh?” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN