IV

1003 Kata
"Rain, Andrew bosan." Rainy yang sibuk membaca bukunya menoleh pada Andrew yang tengah terduduk disebelahnya dengan wajah merenggut. "Kenapa?" Sungguh Rain tak tahu bosan yang dimaksud Andrew saat ini. "Hahh..." Andrew menghelakan nafasnya menatap gadis kecil berwajah cantik yang seusia dengannya. "Andrew bosan dapat ciuman pipi." "Maksudnya?" Rain benar-benar tak paham, saat ini ia tengah berkonsentrasi belajar untuk Ujian Nasional. Rain ingin masuk sekolah menengah pertama impiannya tentu harus mendapat nilai yang memuaskan. "Setiap ada hal khusus Rain selalu aja cium pipi Andrew atau kening, gak pernah dibibir." Tunjuk Andrew pada bibirnya sendiri. "Kok tiba-tiba ngomong begitu? Rain gak paham." Andrew kembali menghela nafasnya, "Udah kalo gak paham gak papa. Asal lain kali cium bibir Andrew jangan pipi atau kening lagi." Rain menganggukkan kepalanya paham dan kembali sibuk membaca bukunya. "Rain?" Tanpa menjawab Rain menoleh pada Andrew, tapi terkejutnya ia saat bibirnya dan Andrew saling menempel. "Lain kali harus begitu." >}{< Orangtuanya mengatakan akan menginap semalam dirumah mendiang Uncle Aru, Rain tak keberatan sama sekali ditinggal sendiri dirumah. Lagipula itu hal biasa apabila mamanya menemani sang papa untuk perjalanan bisnis, lagipun ia tak benar-benar sendiri karena ada beberapa ART juga penjaga rumah lainnya. Tapi yang membuat Rain penuh tanya adalah Andrew yang tak memberi kabar padanya sama sekali hingga saat ini. Meskipun dalam hati ia sedikit senang, tapi kebanyakan yang ia rasa adalah kekhawatiran. Apa yang dilakukan Andrew disana? Dengan siapa? Sudah makan atau belum? Besok lelaki itu sekolah atau tidak? Hahh terlalu banyak pertanyaan dipikiran Rain saat ini, tapi positifnya adalah rasa bebas yang tak pernah ia dapatkan selama ini. Sisi jiwanya yang lain senang bukan main mendapati Andrew tak disisinya, biasanya pemuda itu selalu mengiriminya kabar setidaknya satu jam lima kali. Tetapi saat ini terhitung pagi tadi sudah satu harian dan itu sangat luar biasa. Rain pun bisa chatting-an dengan pemuda-pemuda lain sedang mendekatinya tanpa takut ketahuan oleh Andrew yang suka marah kalau tahu hal ini. Ia merasa seperti remaja normal lainnya dan itu membuat hatinya senang. Lusa ada salah satu gebetannya yang mengajak bertemu sepulang sekolah. Ingin menolak tetapi Rain ingin sesekali merasakan yang namanya kencan dalam hidupnya, jadilah ia mengatakan tak berani berjanji dan diiyakan bahkan ditunggu kabar selanjutnya. Gebetannya yang satu ini cukup tampan dan humoris, sedikit membuatnya nyaman hanya dengan melalui aplikasi chatting. Rain berani jamin ia akan semakin menyukai pemuda ini jika mereka bertemu nanti. Asyik berbalas pesan akhirnya Rain dibawa oleh rasa kantuk, ponselnya terus berdering memunculkan sebuah nama. Namun rasa kantuk begitu mendominasi hingga Rain memilih untuk menutup telinganya dengan bantal dan melanjutkan tidur tanpa peduli siapa yang menelponnya. Tok tok tok "Non, bangun non. Bapak sama Ibu sudah tunggu non dibawah." Rain menyahut malas dan berjalan pelan menuju kamar mandi dengan mata setengah terbuka. Dan tak butuh waktu lama Rain sudah siap dengan seragam sekolahnya, setelah merapihkan tempat tidurnya juga memeriksa isi tasnya Rain segera menuju ke ruang makan untuk mengisi perutnya. Disana terlihat Papa dan Mamanya tengah terduduk seperti biasanya, Mamanya sibuk mengatur letak piring sedang sang Papa sibuk dengan koran bisnis juga segelas kopi hitam. "Pagi Ma Pa." Rain duduk di kursi yang biasa ia tempati, mulai melahap sarapan paginya dengan semangat. "Mama sama Papa mau kesana lagi?" "Mama yang kesana, Papa kamu ada meeting penting hari ini." Rain mengangguk paham dan kembali memasukkan makanan dalam mulutnya. "Aunty Naomi masih terpukul sekali dengan kepergian suaminya, sekarang malah ditambah lagi cobaannya." Rain hanya menyimak dengan baik, tanpa bertanya pun sang Mama pasti akan melanjutkan ceritanya. "Sarah kemarin pingsan, terus katanya penyakit asmanya kambuh. Kasihan banget Mama lihatnya, Untung aja ada Andrew yang terus temani Sarah. Jadi gak terlalu khawatir Sarah bakal merasa terabaikan." Jadi Andrew tak mengabari dirinya seharian itu karena menemani Sarah yang sakit ya? Padahal ini hal yang wajar dan mengatasnamakan kemanusiaan, tapi kenapa hati Rain terasa berdenyut nyeri seperti ini? "Palingan Mama pulang sore, Mama harus bantu-bantu disana. Kamu jangan kebiasaan pikun terus cari-cari Mama kayak biasanya loh ya." Rain tersenyum paksa saat sang Mama berkata demikian. "Ya udah Rain berangkat dulu deh, ntar kesiangan." "Hati-hati." Diantar pak Dzul akhirnya Rain pun sampai disekolahnya, saat itu juga ia teringat bahwa ponselnya tertinggal dirumah. Ck! Ingin kembali pulang tapi rasanya uang jajannya sayang juga waktunya begitu mepet. Sudahlah, lebih baik Rain segera menuju ke kelasnya bel masuk akan segera berbunyi. Waktu berjalan begitu lambat sekali, Rain tak menemukan Andrew dimana-mana. Biasanya pemuda itu selalu mendatangi dirinya tetapi batang hidungnya sampai waktu pulang pun tak nampak sama sekali membuat Rain mau tak mau jadi kepikiran. "Mau bareng gak Rain?" Tanya Tiara yang sudah siap dengan tasnya. "Boleh deh, Rain gak dijemput terus lupa juga bawa hape." Tiara tersenyum mengangguk dan segera menggandeng tangan sahabatnya itu menuju parkiran. Dengan motor matic-nya Tiara mengantar Rain kerumah gadis itu. Tiara tahu bahwa Rainy ini adalah anak orang kaya, gadis ini berparas cantik juga bersikap baik dan ramah, sangat berpotensi untuk menjadi bunga sekolah. Tak satu dua laki-laki disekolah menyukai sahabatnya ini, tapi Tiara juga tahu bahwa Rainy ini punya penjaga yang ganas macam Andrew. Sadar atau tidak sadar, Andrew selalu membatasi ruang gerak Rain dan tak membiarkan gadis yang ia antar ini menjadi pusat perhatian meskipun tanpa berusaha Rainy pasti mendapatkannya. Tiara juga sering kali memergoki Andrew menghajar laki-laki yang menyukai Rain bahkan dengan nekat menembak sahabatnya itu. Meski Tiara hidup dengan sederhana, tak populer dan tak punya banyak pengalaman tentang cinta. Tetapi Tiara tahu bahwa Andrew pasti punya perasaan lebih pada Rain, atau lebih tepatnya disebut obsesi? Tiara tak buta saat Andrew dengan sengaja menjadikan Rainy selalu bergantung pada pemuda itu, apapun tentang Rain termasuk hal privasi wanita. Ia juga sering melihat Andrew dengan tak malunya membeli pembalut untuk Rainy yang terkena haid mendadak disekolah, mengusap perut Rainy jika gadis itu menahan kesakitan karena haid. "Tiara makasih ya, besok Rain traktir deh sekalian ada yang mau ceritain." Tiara mengacungkan jempolnya lalu pemit untuk pulang, meninggalkan Rain berdiri di gerbang rumahnya melihat kendaraan yang dibawa Tiara hilang di persimpangan jalan. Vote and Comment!!!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN