III

993 Kata
"Rain kamu cantik, mau gak jadi temanku?" Rainy mengangkat wajahnya menatap seorang anak laki-laki yang sepertinya seusia dengannya.  Mengedip sekali, Rainy seolah berpikir apakah ia akan menerima anak laki-laki ini sebagai temannya. "Aku Regard, kita teman satu kelas." Pipi anak laki-laki itu memerah mungkin karena malu. Karena merasa lucu pada Regard yang pemalu, tanpa sungkan Rainy tersenyum manis dan menerima uluran tangannya. "Oke Regard sekarang kamu jadi temannya Rain dan juga Toto." Ujar Rain menunjukkan boneka beruang yang selalu berada dipelukannya. "Gak boleh." Rain dan Regard menatap Andrew yang menatap tak suka pada mereka berdua. "Rain gak boleh jadi teman Regard, karena Rain temannya Andrew. Regard cari teman lain aja atau buku sekolah Regard Andrew sobek-sobek." Karena ketakutan Regard segera berlari kabur meninggalkan Andrew dan Rain. "Rain gak boleh dekat sama cowok lain. Teman Rain hanya Andrew gak boleh ditambah, Andrew gak suka." >}{< Rain semakin tidak nyaman berada dirumahnya sendiri, sang Mama terus saja menceritakan tentang perjodohan antara Andrew dan Sarah. Beribu alasan Rain gunakan untuk bisa kabur dan tak mendengar ucapan sang Mama, ia tak kuat mendengarnya. Ia merasa hatinya sakit dan teriris. Dan sikap Andrew padanya tak berubah sama sekali pemuda itu masih seperti yang sebelumnya seolah melupakan kejadian di apart dua minggu lalu. Saat ini Rain tengah berada di balkon kamarnya, hari ini hari libur biasanya ia akan bermalas-malasan dikamar sampai Andrew datang dan mengacaukannya. Tapi sudah jam segini pemuda itu tak muncul juga. "Sayang..." Ketukan pintu juga panggilan dari ibunya mau tak mau membuat Rain bangkit untuk membuka pintu.  "Ada apa Ma?" "Uncle Aru meninggal tadi pagi, Mama baru dapat kabar dari jeng Jessi. Kita langsung kesana ya, Papamu nyusul nanti, kamu cepat ganti baju." Rain mengangguk paham dan segera mengganti baju sesuai permintaan sang Mama. Mereka diantarkan supir langsung melesat ke rumah duka dengan memakan waktu tiga jam. Disana tampak ramai dan juga ada banyak karangan bunga yang berjejer di sepanjang jalan kompleks. "Yuk turun Rain." Rain mengangguk dan mengikuti ibunya dari belakang, saat baru turun dari mobil mereka melihat Andrew yang menggendong seseorang lalu menaiki mobil diikuti beberapa orang lain. Karena mereka baru saja datang, tentu tak tahu menahu apa yang terjadi. Segera mereka memasuki rumah dimana ada jenazah yang ditutupi kain juga seorang wanita yang seumuran mamanya menangisi suaminya, disebelah wanita itu ada Aunty Jessi ibu dari Andrew. "Naomi.." Yang dipanggil namanya segera mengangkat wajah dan memeluk si pemanggil.  "Lyss, mas Aru tinggalkan aku. Dia tega tinggalkan aku hanya berdua dengan Sarah. Lyss tolong bantu aku bangunkan mas Aru, Jessi sama sekali gak mau bantu aku." Mama Rain memeluk erat tubuh temannya itu, air matanya pun ikut mengalir karena merasakan kesedihan. "Nom, sudah mas Aru sudah berada disisi Tuhan. Kamu yang ikhlas, jangan begini nanti mas Aru sedih melihat kamu."  Terhitung mungkin ada tiga jam lamanya Rain berada disini duduk bagai anak hilang, ibunya pun tak memperdulikannya karena sibuk menenangkan Aunty Naomi dibantu Aunty Jessi. Bahkan Andrew yang ia tunggu kedatangannya pun belum muncul juga batang hidungnya, ia sudah kirim pesan tapi tak dibalas jadilah ia sendirian disini. Papanya juga Uncle Ken -Papanya Andrew sibuk mengurusi para pelayat yang datang. Yang bisa Rain lakukan saat ini adalah bermain game dengan volume yang dimatikan, entah sudah keberapa kalinya ia menguap rasanya ia mengantuk sekali saat ini. "Rain.." tepukan dibahunya sedikit membuatnya terkejut. "Kamu pulang duluan ya diantar pak Dzul, nanti Mama dan Papa nyusul." Rain mengangguk paham dan segera bangkit menuju pak supir yang sebelumnya datang bersama dirinya dan sang Mama sesuai instruksi sang Mama.  Besok masihlah hari libur, jadi Rain akan berpuas hati tidur seharian. Tapi.. Rain mengerutkan keningnya tak paham, seharian ini ia belum pernah melihat Sarah. Kenapa tak terfikir sebelumnya, kemana Sarah pergi? Apa ada hubungannya dengan Andrew yang tak datang? Rain mengecek ponselnya tetapi masih belum ada balasan dari Andrew. Biarlah ini juga bukan urusannya, lagipula Sarah tengah berduka biar saja Andrew menghiburnya. Ingin marah pun ia tak ada hak, Rain masih ingat jelas bahwa Andrew dan Sarah akan dijodohkan. Menghela nafasnya pelan, jari Rain terbawa ke aplikasi chatting. Membuka blokir beberapa nomor yang sebelumnya sudah ia blokir supaya tak ketahuan oleh Andrew. Jika boleh berkata jujur, Rain merasa hidupnya selama ini begitu dikekang oleh Andrew yang bukan siapa-siapanya selain sahabat dengan batas yang tak jelas. Sedari sekolah dasar hingga sekarang bisa dihitung teman-teman Rain tidaklah banyak karena perizinan dari Andrew yang pelit. Dan juga semua teman-temannya berjenis kelamin perempuan serta kutu buku ataupun tak populer. Sampai detik ini pun Rain belum pernah berpacaran padahal usianya sudah menginjak tujuh belas tahun. Oleh karena itu Rain nekat saat ini untuk mencari teman laki-laki secara diam-diam, ia akan memblokir nomor mereka juga tak menyimpan nomornya karena Andrew selalu mengontrol semua isi ponselnya. Sosial media saja sangat dibatasi, Rain tidak boleh foto sendiri dan memakai pakaian terbuka. Terlalu banyak peraturan tetapi Rain tak pernah mengadu ataupun menolak, tak tahu apa yang Andrew gunakan padanya hingga menjadi penurut begini. Hal-hal tabu pun Rain lakukan jika Andrew yang menyuruhnya, contohnya menyerahkan keperawanannya saat berusia lima belas tahun dimana ia baru saja kelas tiga sekolah menengah pertama. Memberikan ciuman pertamanya pada Andrew saat mereka berusia dua belas tahun, dan lainnya. Selama ini Rain tak pernah berpikir sejauh ini, apa mungkin ini karena ia sudah akan menjadi dewasa? Rain menggenggam ponselnya erat, butuh berapa tahun hingga Rain sadar dirinya bodoh? Ia pun baru menyadari bahwa dirinya adalah perempuan jalang murahan ketika sang ibu mengatakan untuk pertama kalinya bahwa Andrew akan dijodohkan dengan Sarah. Andrew bukanlah miliknya dan dirinya hanyalah mainan pemuda itu. Menghela nafasnya Rainy menatap langit-langit kamar, ia sangat sadar hidupnya sudah hancur sebagai seorang gadis. Ia sudah tak punya apa-apa lagi yang dapat dibanggakan. Jantung Rainy berdebar kencang saat mengingat orangtuanya, kira-kira bagaimana respon orangtuanya jika tahu putri mereka sudah rusak? Pasti sangat kecewa. Mungkin inilah yang disebut penyesalan selalu datang dibelakang. Rainy menyesal sangat menyesal mengapa ia begitu penurut dengan Andrew, mengapa ia sebodoh dan selugu itu hingga perasaannya pun ikut menjadi imbasnya.  Vote and Comment!!!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN