V

999 Kata
"Rain percaya gak kalo kita bakal sama-sama selamanya?" Andrew memeluk erat tubuh Rain dari belakang, saat ini mereka tengah berada di balkon rumah keluarga Andrew. Rain menggeleng pelan, dan tersenyum kecil pada sahabatnya itu. "Enggak, karena nanti Rain bakal punya orang yang cinta sama Rain kayak papa terus hidup bahagia. Begitupun dengan Andrew." Andrew mendengus pelan mendengar kalimat tak masuk akal menurutnya itu. "Kalo Andrew gak mau gimana? Kalo nanti Rain gak pernah ketemu dengan cowok kayak papa Rain gimana?" "Ya gak gimana-gimana, artinya Rain harus cari lebih giat lagi." Andrew yang sudah tersulut kesal membalikkan tubuh Rain untuk menghadap wajahnya. "Gak perlu cari orang lain, Andrew udah cukup untuk Rain." Setelah itu Andrew melumat bibir Rain keras. Rain yang sadar dimana keberadaan mereka segera mendorong tubuh Andrew cukup kuat. "Andrew nanti ada yang lihat, Rain takut." "Gak akan. Gak ada siapa-siapa disini selain kita berdua." Tepat saat itu juga Andrew menariknya dan mendorong tubuhnya hingga jatuh diatas kasur. "Gak akan ada yang tahu Rain." >}{< Mendapati ponselnya mati karena kehabisan baterai, membuat Rain sedikit galau. Andai saja semalam ia men-charge hapenya pastilah sekarang ia sudah berselancar di media sosial. Rain memilih turun untuk makan siang setelah berganti pakaian. Mamanya benar-benar belum pulang dan ia sendirian tanpa handphone, ingin menonton televisi tapi ia dilanda rasa bosan. Sepertinya Rain harus keluar untuk jalan-jalan, setelah diingat ia tak pernah melaksanakan yang namanya Me time selama hidupnya. Mungkin saat ini adalah waktu yang tepat. Segera ia berganti pakaian dan meminta pak Dzul mengantarnya menuju salah satu Mall ternama di ibu kota. Uang jajan yang diberikan orangtuanya selalu tersimpan saat ini bahkan Rain memasukkannya kedalam rekening pribadi yang dibuat oleh sang Mama untuknya. Jika bepergian selalu Andrew yang membayar semuanya apapun itu termasuk keperluan pribadi Rain. Jadi fikir saja selama ini uang Rain sudah berapa banyak terkumpul. Andrew bahkan tak tahu ia punya rekening pribadi atas namanya sendiri. Meskipun Andrew sudah tahu segala hal tentang dirinya tapi ada dua hal yang tak pemuda itu tahu, pertama para gebetan dan kedua masalah rekening ini. Jadi untuk menghilangkan bosan Rain berinisiatif untuk membelanjakan uang yang diberi Papanya, beberapa dress, sepatu, tas, parfum, n****+. Ia pun pergi ke salon untuk memanjakan diri dan pergi menonton film-film di bioskop. Sebegitu rakusnya Rain sampai menonton tiga film sekaligus dalam satu hari. Hingga rasa lapar menderanya, ia butuh makan. Dengan membawa banyak paper bag, Rain memilih salah satu restoran cepat saji yang selalu ia idam-idamkan. Andrew hanya memberinya jatah dua kali dalam sebulan untuk menyantap makanan cepat saji seperti ini. Tentu saja ia tak boleh menyia-nyiakan kesempatan saat Andrew tak disini. Rain terkikik geli atas rencananya, ia pun membayangkan sang ayah yang pasti terkejut saat mendapati berapa banyak uang yang keluar hari ini. Puas menyantap satu paket makanan cepat saji, kini Rain ingin sekali makan satu mangkuk ice cream. Diliriknya jam tangan yang bertengger di pergelangan tangannya, ia hanya punya waktu setengah jam sebelum pak Dzul menjemputnya seperti yang disepakati. Ice Cream beraneka rasa dalam satu mangkuk mengalihkan dunia Rain. Ia tak pernah makan Ice Cream sebanyak ini sendirian, biasanya Andrew akan membantunya menghabiskan. Hah mengapa Rain selalu teringat dengan Andrew, kembali ia fokus dengan Ice Creamnya. Sudah lewat lima menit dari janjinya dengan pak Dzul, segera Rain membayar Ice Creamnya dan keluar dari kedai tersebut. Tetapi langkah kakinya terhenti saat melihat seseorang yang dikenalnya meski dari belakang. Itu Andrew, tapi dengan seorang perempuan. Andrew bahkan tak segan merangkul pundaknya, setahu Rain saat ini Andrew sedang tak dekat dengan siapapun bahkan selama mereka bersahabat Andrew tak pernah peduli dengan perempuan manapun. Sepertinya Rain tertinggal sesuatu. Langkah kakinya mengikuti kemana dua orang itu menuju, kesalahan satu toko perlengkapan sekolah. Rain mengernyitkan kening saat wajah si perempuan dapat dilihatnya dengan jelas, ia seperti kenal dengan wajah ini. Ingin menuju kesana tetapi ia tak tau apa yang harus ia katakan, lagipula ini adalah waktunya untuk bersenang-senang. Jika Andrew bertanya macam-macam mengapa dirinya kesini sendiri pasti akan semakin rumit. Tak mau ambil masalah Rain segera turun untuk menemui Pak Dzul yang sudah menunggu didepan Mall. Sesampainya dirumah ternyata ia mendapati sang Mama tengah sibuk memasak didapur untuk makan malam. "Gimana sayang Me time nya? Seru?" Rain tersenyum lebar dan mengangguk antusias. "Mungkin Rain harus lebih sering begini, bikin happy soalnya." Alyssa tersenyum maklum sambil mengusap rambut anaknya, "begitu juga bagus tapi sesekali jangan keseringan. Gak baik boros." "Iya Ma. Yaudah Rain keatas dulu mau mandi, badan udah lengket semua." Mendapatkan izin sang Mama, Rain bergegas ke kamarnya untuk mandi dan turun kebawah bersiap membantu menyiapkan makan malam. "Oh iya Rain, Mama hampir lupa kasih tahu kamu." Rain mengalihkan atensinya pada sang Mama, mencoba mendengarkan apa yang ingin diberitahukan padanya. "Sarah akan pindah ke sekolah kamu, katanya sih dia sekelas sama Andrew. Kamu nanti kalo udah ketemu baik-baik ya, dia kan teman kecil kamu pasti deh kalian cepat akrab." Rain mengangguk pelan tanpa berniat menjawab, kini ia tahu siapa yang bersama Andrew tadi di Mall. Itu adalah Sarah. Belum juga Sarah benar-benar muncul didepan matanya, tapi mengapa Rain merasa posisinya begitu terancam sekarang. "Ini kamu bawa sana ke meja. Papa sebentar lagi pulang." Mengangguk patuh ia membawa sayur yang diberi ibunya. Tak lama dari itu benar saja sang Papa pulang kerumah dengan wajah letih. "Papa air mandinya sudah Mama siapkan, sini biar Mama bawa tas kerjanya." Rain tersenyum tipis melihat kemesraan orangtuanya. Sang ibu begitu menghargai suaminya, menyambutnya didepan pintu dan mencium tangannya bagai istri patuh juga membawakan tas kerjanya dengan perhatian. Dimasa depan Rain pun ingin seperti ini, tapi mengingat dirinya yang sudah rusak adakah yang mau menerimanya sebagai istri? "Rain jangan melamun begitu, cepat bantu mbok dibelakang." Mengikuti perintah ibunya, Rain kembali kedapur. Meski ia hidup di keluarga kaya, tetapi ibunya tak pernah mendidiknya sebagai anak manja. Rain harus mengerjakan semuanya selagi ia bisa tanpa bantuan mbok, membuatnya menjadi mandiri meskipun sang Papa selalu memberi banyak hal yang berlebihan juga Andrew yang selalu membuat Rain bergantung padanya. Vote and Comment!!!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN