Arabella berdiri didepan cermin. Ia hanya memakai pakaian santai yaitu hoodie dan rok berwarna hitam. Penampilan Arabella tidak seperti saat berada di kampus. Ia juga memakai masker agar tidak akan yang mengenali dirinya. Bahaya jika ada mahasiswa yang melihat dirinya bertemu dengan seorang mahasiswa diluar jam kerja kecuali memang ada urusan yang sangat penting.
Kebetulan kafe yang akan menjadi tempat pertemuan dirinya dan Yu cukup dekat dari apartemen sehingga Arabella hanya perlu berjalan kaki.
Pikiran Arabella sedikit kacau, apalagi karena pembicaraan dengan Papanya tadi siang. Jadi dia tidak bisa tahu bagaimana harus menghadapi Yu. Agar semuanya cepat selesai, lebih baik Arabella meminta maaf. Dia tidak mau bertemu dengan Yu diluar urusan pendidikan.
Arabella berangkat lima belas menit sebelum jam delapan malam. Setidaknya ia tidak mau menjadi orang yang tidak disiplin waktu. Jika bertemu pukul delapan malam, maka Arabella harus sudah ada ditempat lima menit sebelum jam yang dijanjikan.
Sepuluh menit berjalan kaki, Arabella sudah sampai di kafe tersebut. Kafe yang menjadi tempat pertemuan mereka cukup ramai. Arabella beberapa kali pernah kesini untuk sekedar menikmati kopi atau dessert yang cukup menjadi best seller disini.
Arabella tidak punya pilihan lain. Setidaknya penampilannya tidak seperti biasanya jadi cukup sulit untuk mengenali dirinya.
Kedua tangan Arabella masuk ke dalam kantong hoodie. Dia menunduk dan langsung mencari tempat yang kosong. Arabella tidak melirik untuk mencari keberadaan Yu. Menurutnya, Yu pasti belum datang. Jadi daripada membuang-buang waktu mencari, lebih baik langsung mencari tempat duduk.
Arabella mencari tempat duduk yang paling tidak mencolok. Setelah dapat, ia duduk dengan menatap ke arah jendela.
Sesekali Arabella melirik layar ponsel. Dua menit lagi jam delapan, tapi wujud Yu tidak muncul. Daripada tidak melakukan apa-apa, Arabella memilih untuk membaca buku yang disediakan oleh kafe ini.
Lima menit berlalu dari jam yang sudah dijanjikan, tapi Yu belum juga datang. Arabella mencoba untuk bersabar. Tapi ada batas dalam hal menunggu. Cukup lima belas menit saja, jika lewat maka Arabella akan pulang.
Lima belas menit berlalu. Batas yang ia tetapkan dari dulu terpaksa dilanggar karena dia tidak beranjak dari kursi.
Apa yang harus Arabella lakukan? Dia tidak punya kontak pribadi Yu. Mungkin hanya ada email saja.
Jangan sampai Arabella menunggu selama satu jam disini. "Kemana ni anak," ujar Arabella yang sudah sangat kesal. Dia memilih untuk berdiri dari kursi, lebih baik pulang saja daripada menunggu seperti orang bodoh begini.
"Prof!"
Arabella langsung melihat ke sumber suara. Barulah ia melihat wujud pria yang sudah membuatnya menunggu cukup lama. Jangan tanya bagaimana kekesalan Arabella sekarang. Kalau tidak ramai, mungkin ia akan menarik rambut Yu.
"Dari tadi Prof duduk disini?" tanya Yu.
Arabella langsung melotot. Untung saja Yu menggunakan bahasa negara mereka jadi orang lain tidak paham.
"Jangan panggil saya Prof!" tegur Arabella karena mereka berada di luar. Apalagi Arabella tidak ingin ada orang yang mengenalinya.
Yu menggaruk leher yang tidak gatal. "Jadi saya harus panggil apa?" tanyanya.
"Terserah!" Arabella kembali duduk. Kedua tangannya terlipat di atas dadaa. Tatapan tajam menunjukkan kekesalan karena sudah membuatnya menunggu.
"Saya kira Bu Ara tidak datang." Yu mengatakan dengan wajah polos. Sedangkan Arabella sangat marah. Apa dia terlihat tua sehingga dipanggil Bu Ara? Lebih baik dipanggil Prof saja.
"Apa saya terlihat tua?"
"Ti-tidak. Bu Ara terlihat masih muda..."
Hati Arabella sedikit lapang karena dibilang terlihat muda. Namanya wanita, paling suka dibilang masih muda.
"Seperti orang yang berumur tiga puluhan," lanjut Yu lagi.
Hati yang lapang kembali menyempit. Umurnya memang tiga puluh, tapi apa salahnya dibilang seperti umur dua puluhan. Arabella juga bodoh, apa yang ia harapkan dari pria aneh dan bodoh di depannya ini?
"Kenapa baru datang?" tanya Arabella.
Yu tersenyum. "Saya datang sepuluh menit sebelum jam delapan."
Arabella menatapnya tidak percaya.
"Saya tidak berbohong, Prof."
Arabella tidak lagi mengomentari panggilan yang ucapkan Yu. Lebih baik dipanggil Prof daripada Bu.
"Saya menunggu disana." Yu menunjuk salah satu kursi yang sekarang sudah kosong.
"Ah ya, saya ambil minuman dulu." Yu berdiri dan melangkah ke meja dimana ia duduk sambil menunggu Arabella.
"Apa Prof tidak pesan minuman atau makanan?" Yu sudah kembali dan melihat meja kosong.
Arabella memberikan jawaban dengan menyilangkan tangan.
"Kenapa?"
"Tidak apa-apa."
"Apa Prof sedang diet?"
"Tidak."
"Jadi kenapa? Apa makanan dan minumannya tidak ada yang enak?"
Arabella tidak menyangka. Pria didepannya cukup berisik. Telinganya saja tidak nyaman. Bagaimana kalau mereka berdua jadi menikah? Pasti Arabella tersiksa dengan kecerewetannya.
"Stop!" Arabella mengangkat tangan.
Yu langsung terdiam. Padahal ia masih ingin bertanya.
Arabella melihat jam di layar ponsel. "Langsung saja, saya tidak mau membuang-buang waktu," ucapnya.
Yu mengangguk seperti anak penurut.
"Untuk kejadian kemarin, saya minta maaf." Sejak dari apartemen, Arabella sudah bertekad untuk meminta maaf dan akhirnya dia bisa melakukan itu.
"Tu-tunggu, Prof. Anda ti-tidak perlu minta maaf," balas Yu. Dia terlihat panik, padahal Arabella hanya meminta maaf.
Arabella menggeleng. Sudah sewajarnya ia meminta maaf karena sudah bertindak kelewatan kepada salah satu mahasiswa. "Apa yang saya lakukan kemarin sudah sangat kelewatan. Anda pasti terkejut sehingga mengatakan saya gila dan menjijikan."
"Ma-maaf, Prof. Saya benar-benar minta maaf." Yu menunduk dalam seakan tengah merenungi kesalahan yang sudah diperbuat. "Seharusnya saya tidak mengatakan itu," lanjut Yu dengan suara pelan.
Arabella tertawa kecil. Walaupun otaknya mendesak agar Arabella memberikan kata-kata mutiara, tapi ia memilih untuk menahannya.
"Tidak apa-apa. Jangan meminta maaf." Arabella berusaha memerankan sebuah karakter dewasa dan bijaksana. Padahal dia masih marah dan kesal karena dua kata yang diucapkan Yu yaitu gila dan menjijikan.
Yu berdiri, kemudian membungkukkan sedikit tubuhnya. "Sekali lagi, sa-saya minta maaf, Prof." Yu terlihat mengatakan dengan bersungguh-sungguh.
"Sudah...sudah..., lupakan saja." Arabella menyuruh Yu untuk duduk kembali. Mereka di tempat keramaian dan aksi Yu bisa saja menarik perhatian orang-orang.
Yu kembali duduk. Ia memperbaiki letak kacamatanya sejenak.
"Sepertinya tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan." Arabella menyalakan layar ponselnya. Ia dapat melihat jam disana. "Kalau begitu, saya pu-"
"Tunggu, Prof!" potong Yu langsung agar Arabella tidak pulang terlebih dahulu.
"Ada apa lagi?"
Yu menatap Arabella. Hanya beberapa detik, kemudian ia menunduk kembali. "Soal tawaran kemarin, apakah masih berlaku?" Yu bertanya dengan nada pelan.
"Apa? Saya tidak dengar." Arabella memang tidak mendengarnya. Selain suara Yu yang bervolume kecil, Kafe juga dalam keadaan ramai. Otomatis ruangan diisi berbagai campuran sumber suara.
"Katakan dengan jelas!" tegas Arabella.
"Soal tawaran kemarin, apakah masih berlaku?" Yu mengatakan dengan suara yang cukup besar.
Arabella terkejut, matanya langsung menajam. Beberapa orang melihat ke arah mereka. Dengan kesadaran penuh, Yu langsung meminta maaf. Kemudian ia berkata, "saya serius, Prof."
Arabella ingin tertawa. Apa pria di depannya sudah gila? Bisa-bisanya menanyakan tawaran gila kemarin. Lebih baik Arabella menghindari pria didepannya ini.
"Lupakan saja."
"Tidak bisa!" Yu menunjukkan wajah penuh keseriusan. Melihat hal itu, tentu saja Arabella memikirkan banyak hal. "Apa Anda kekurangan uang?" tanyanya.
Yu terdiam.
"Berapa? Tiga juta?" Arabella mengotak atik ponsel.
Yu mengerutkan kening. Apa dia seperti orang yang membutuhkan uang?
"Tidak perlu, Prof." Yu langsung menolaknya.
"Tidak usah ditolak. Anggap saja kompensasi atas apa yang saya lakukan kemarin."
"Tidak, Prof. Saya tidak membutuhkannya." Yu tetap menolaknya.
"Tidak usah berbohong. Kemarin saya tidak sengaja mendengar pembicaraan Anda. Sepertinya saudara Anda membutuhkan uang. Saya akan memberikannya." Arabella mengatakan dengan santai seakan-akan uang senilai tiga juta rupiah bukanlah nominal besar.
Yu tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Kemarin Hiro memang menghubungi dirinya untuk meminjam uang. Tiga juta yang dikatakan Hiro bukanlah tiga juta rupiah, melainkan tiga juta dolar untuk mengakuisisi saham dari perusahaan milik ayahnya. Rasanya Yu ingin tertawa. Kalau Arabella tahu apa yang akan terjadi? Mungkin dia tidak akan mau bertemu dengan Yu lagi.