Apa Tawaran Kemarin Masih Berlaku, Prof?

1241 Kata
"Bagaimana saya harus menghadapi Anda, Prof?" tanya Yu dengan wajah polos. Arabella mengepalkan tangan. Apa pria di depannya tidak bisa melupakan kejadian kemarin? Padahal Arabella ingin melupakannya dan menganggap kegilaan itu tidak pernah terjadi sama sekali. "Apa maksud Anda?" Arabella pura-pura tidak mengerti. "Apa Prof Ara memiliki kembaran?" Arabella mengerutkan kening. Apa maksud pertanyaan tersebut. Kemudian ia menjawab, "tidak." "Apa Prof Ara bisa melakukan jurus seribu bayangan milik naruto?" Arabella semakin tidak mengerti. Kenapa pembicaraan sampai pada anime yang cukup terkenal itu. "Jangan bercanda dengan saya!" tegas Arabella karena tidak suka digoda ataupun dianggap seperti teman satu tongkrongan. "Silahkan keluar! Saya masih punya banyak pekerjaan." Arabella langsung menyuruh Yu untuk keluar dari ruangan. Tentu saja ia tidak ingin lagi berurusan dengan pria di depannya itu. Dua kata yang diucapkan oleh Yu sudah cukup membuat dirinya merasa marah dan kesal. "Apa Anda lupa dengan kejadian kemarin, Prof?" Arabella memejamkan matanya sejenak. Ternyata ia tidak bisa menghindar. Lebih baik diselesaikan dan jika perlu, Arabella akan meminta maaf. Dia tidak mau urusan menjadi panjang dan mengganggu pekerjaan. Tapi bukan sekarang waktu yang tepat untuk membahas sesuatu yang bersifat pribadi. "Maaf, saya sedang tidak ingin membahasnya." "Kenapa, Prof? Apa Anda sangat malu sampai-sampai tidak ingin membahasnya?" Yu sedikit tersenyum dan itu sangat menjengkelkan bagi Arabella. "Saudara Yundra! Tolong pahami dimana Anda berada sekarang dan siapa saya!" Arabella menunjukkan raut wajah penuh ketegasan. Yu langsung menunduk. Ia seperti anak ayam yang sangat ketakutan karena ayam yang lebih besar dan menyeramkan. "Maaf, Prof..." cicitnya. "Tenang saja, saya tidak lupa dengan apa yang saya lakukan kemarin. Hanya saja, sekarang kita berada di kampus. Jadi bersikaplah sebagaimana seharusnya seorang mahasiswa." "Baik, Prof. Saya minta maaf." Yu tidak bisa membantah sama sekali. Jelas saja apa yang dia lakukan sudah salah. Mau tidak mau, ia harus minta maaf. Setelah meminta maaf, Yu pamit untuk keluar dari ruangan. Arabella bernafas lega. Jujur saja ia tidak tahu harus mengatakan apa saat berhadapan dengan Yu. Meskipun begitu, ia mampu bersikap tegas. Syukurlah, Yu sudah keluar dari ruangannya. Arabella melanjutkan pekerjaan yang sudah menunggu. Untuk sementara waktu, ia akan melupakan soal Yu terlebih dahulu. Hanya tersingkir saat jam kerja saja. Kalau sudah fokus pada pekerjaan, Arabella sampai tidak ingat waktu. Lihat saja, waktu sudah menunjukkan jam istirahat siang. Rekan kerja Arabella menawarkan untuk ke kantin bersama-sama. Hal seperti ini sudah biasa terjadi jika mereka tidak bosan dengan makanan kantin. Apalagi makanan di kantin cocok untuk isi dompet para mahasiswa. Hal ini tentu menguntungkan Arabella. Dia juga tidak sempat membuat bekal seperti pengajar maupun karyawan kampus yang lain. "Apa menu hari ini?" tanya Arabella sambil melangkah bersama rekan kerjanya ke kantin. "Olahan ikan laut." Arabella langsung semangat. Ia sangat menyukai ikan laut. Apalagi gizi ikan laut cukup banyak. Mereka berbincang-bincang santai. Walaupun wajah menunjukkan ekspresi serius, yakinlah mereka hanya membahas hal-hal yang santai saja. Sesampainya di pintu masuk kantin, Arabella menatap banyak mahasiswa yang juga makan siang. Seharusnya Arabella tidak perlu mengedarkan pandangan ke berbagai arah. Lihat saja, dari banyaknya orang ia malah tidak sengaja berkontak mata dengan Yu. Sungguh keadaan membuat mereka selalu bertemu tanpa sengaja. Sebelumnya Arabella merasa bahwa pertemuan tidak sengaja mereka merupakan takdir, tapi sekarang tidak lagi. Mungkin saja Yu dipertemukan dengan dirinya sebagai ujian kesabaran untuk Arabella. Ketika Arabella ingin mengambil makanan, dering ponselnya berbunyi. Tubuh Arabella langsung lemas. "Maaf, Prof. Saya tidak jadi makan." Arabella mengembalikan piring ke tempat semula. "Kenapa?" Tentu saja rekan Arabella bertanya-tanya. Apalagi Arabella tampak semangat beberapa menit yang lalu. "Ada urusan. Maaf, Prof." Arabella sedikit membungkukkan badan. "Tidak apa-apa, Prof." Arabella melangkah keluar dari kantin. Dering ponselnya kembali berbunyi setelah panggilan pertama ditolak oleh Arabella. Sepertinya akan terjadi perdebatan yang sengit setelah Arabella menerima panggilan suara tersebut. Oleh karena itu, Arabella mencari tempat yang sepi agar orang tidak mendengar dan melihat kefrustasian dirinya. Arabella menarik nafas dalam-dalam, kemudian ia hembuskan secara perlahan. Setelah itu, Arabella menggeser tombol hijau ke atas pada layar ponselnya. [Kenapa baru diangkat?] Suara Papa Arabella langsung terdengar. Sudah jelas Papanya sedang marah besar kepadanya. "Maaf, Pa. Aku lagi kerja." Arabella mencoba untuk tetap tenang. Kalau sama-sama emosi, maka hanya akan membuat masalah semakin panjang. [Kamu sekarang sudah bisa berbohong ya?] "Aku tidak bohong, Pa." [Sekarang disana sudah waktunya istirahat. Kamu kira Papa bodoh sampai tidak tahu waktu disana?] "Ya, sekarang memang jam istirahat." Arabella mengakuinya. Tapi apa tidak bisa Papanya menghubungi dimalam hari saja? Arabella juga butuh waktu untuk istirahat dan mengisi perut. [Apa kamu sudah merasa jadi orang hebat?] "Apa maksud Papa?" [Sudahlah, lupakan saja.] Arabella mengepalkan tangan. "Ya sudah, aku mau makan siang dulu." [Tunggu dulu, Papa ingin menagih janji kamu.] "Kita bicarakan nanti malam." [Tidak bisa. Harus sekarang.] "Nanti akan aku kenalkan." Arabella menjawab dengan sembarangan. Entah siapa yang ia ingin kenalkan. Apa perlu membayar pria lain untuk mau pura-pura menjadi calon suaminya? [Sudahlah, kamu tidak perlu mencari lagi. Pulang saja dan menikah dengan pria pilihan Papa.] "Aku tidak akan pulang!" [Jangan keras kepala. Rumor tentang kamu sudah membuat kepala Papa hampir pecah.] "Aku akan menikah. Jadi Papa tidak perlu khawatir. Soal rumor, harusnya Papa mencari cara untuk menghilangkannya." [Kamu kira Papa hanya diam saja?] "Mungkin." Arabella tidak berekspektasi tinggi tentang sang Papa yang berusaha untuk membersihkan rumor tidak jelas tentang dirinya. [Terserah apapun yang kamu pikirkan. Yang jelas, Papa akan berusaha memberikan hal yang terbaik.] Rasanya Arabella ingin muntah. Semoga tuhan mengampuni dirinya karena sudah merasa sangat kesal dan marah kepada papanya sendiri. [Pokoknya kalau dalam waktu dua hari ini kamu tidak mengenalkan seorang pria, maka Papa akan jemput kamu disana!] "Papa, tolong pikirkan aku!" [Papa sudah mencari pria yang baik. Kamu tenang saja.] "Siapa?" [Hanya satu pria yang mau menerima kamu. Dia adalah Brian.] Arabella benar-benar marah. "Sepertinya Papa ingin menghancurkan hidup aku." [Jaga bicara kamu!] "Aku kira Papa pintar, tapi ternyata tidak. Papa masih mau menjodohkan aku dengan Brian. Padahal rumor buruk tentang aku berasal dari Brian." [Papa sudah berusaha mencari pria lain. Tapi tidak ada yang mau karena rumor itu.] "Apa aku hanyalah alat untuk membuat bisnis Papa lancar?" tanya Arabella dengan perasaan terluka. Papa tidak pernah memikirkan tentang perasaan anak-anaknya. Papa hanya mencari keuntungan untuk bisnis walaupun menyerahkan anaknya kepada pria yang buruk. [Jangan bicara kamu!] "Sadar, Papa! Sebelum Papa kehilangan kami semua. Apa yang Papa lakukan sudah sangat memuakkan. Aku sampai tidak percaya punya ayah seperti Papa." [Tidak usah berbicara omong kosong, Papa tahu apa yang terbaik untuk kalian.] Arabella sudah menangis. Papanya tetap merasa bahwa keputusannya adalah hal yang terbaik. Dia muak sekali. Arabella menggigit bibirnya sampai berdarah. Ia menahan suara tangis akan tidak terdengar. Arabella tidak kuat lagi. Hidupnya selama tidak puluh tahun penuh dengan tekanan. [Kata orang, ayah adalah cinta pertama anak perempuannya, tapi bagi aku Papa adalah racun yang berusaha membunuh anak-anaknya.] Arabella memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Padahal hidup adiknya sudah hancur, bahkan nyaris gila tapi Papanya tidak kunjung sadar. Apa perlu ada anak-anaknya yang mati lebih dulu baru setelah itu sadar? Kalau sampai itu terjadi, maka tidak ada gunanya lagi. Kaki Arabella kehilangan tenaga untuk tetap menyongkong tubuhnya. Tubuhnya benar-benar lemas tidak berdaya. Arabella hanya bisa jongkok sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Tangisnya tidak bersuara sama sekali. Bibirnya sudah terluka dan mengeluarkan darah. Arabella hanya perlu waktu lima belas menit untuk menangis. Setelah itu, ia berusaha bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Arabella harus ke kamar mandi mencuci wajah. Penampilannya pasti sangat berantakan. Tapi ketika Arabella berdiri dan membalikkan badan, ia hampir jantungan. Bahkan saking kagetnya, bokonngnya sampai menyentuh tanah. "Apa tawaran kemarin masih berlaku, Prof?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN