Tentang Wishaka Nandana Adyatama

1163 Kata
Di hidup Shaka tidak ada yang jauh lebih penting daripada keluarga. Shaka menghormati papanya, menyayangi mama, opa dan omanya, serta sangat mengagumi abangnya–Rajata. Dari kecil, Shaka menjadikan Rajata sebagai kiblat panutannya. Sempurna dengan kepintaran di atas rata-rata, dewasa dan memiliki kepribadian yang tegas. Mereka sempat akrab layaknya sepupu pada umumnya, tapi tidak lagi ketika kedua orang tua Rajata meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. Rajata yang menutup diri dan menjauhi semua orang sempat membuat Shaka kecewa. Tapi, semakin Shaka bertambah usia, Shaka menyadari kalau itu hanyalah dinding pembatas yang sengaja Rajata buat untuk melindungi dirinya sendiri. Kehormatannya pada Rajata tidak terkikis, justru semakin bertambah karena menurut Shaka, Rajata adalah abang yang kuat. Dia berhasil mengatasi keterpurukannya sendiri, Shaka selalu mengaguminya dulu atau pun sekarang. Usia mereka terpaut enam tahun. Dari jarak itu, banyak yang sudah Shaka saksikan. Tentang bagaimana opa dan oma yang menyayangi keduanya, tapi dalam porsi berbeda. Mereka lebih cenderung membanggakan Rajata ketimbang dirinya, tapi menurut Shaka itu tidak apa-apa. Rajata memang pantas mendapatkannya. Tapi, akan jadi berbeda di mata kedua orang tuanya. Kelebihan Rajata memancing rasa iri, perlakuan spesial terhadap Rajata diartikan sebagai ajang untuk bersaing. Mereka menjadi penuntut, ingin Shaka ini dan itu, ingin Shaka melampaui Rajata, bahkan ingin Shaka mengambil jalur seperti yang sudah mereka tetapkan. Semuanya jadi tidak nyaman. Shaka merasa tidak menjadi dirinya sendiri dan tidak bebas. Pikiran untuk memberontak selalu ada, tapi kembali lagi pada fakta kalau Shaka selalu mementingkan keluarganya. Dia menghormati papanya dan menyayangi mamanya. Sampai sekarang Shaka berpegang pada kata, mereka melakukan itu semua untuk kebaikan Shaka. Walaupun sebenarnya Shaka belum menemukan, yang terbaik itu di mana letaknya. Tahun ini menjadi tahun terakhir Shaka di SMA. Seharusnya dia mulai disibukkan dengan kegiatan yang berhubungan dengan ujian, seleksi PTS dan mempersiapkan SBMPTN, tapi justru dia tidak benar-benar melakukannya. Maksudnya, dia menjalani itu semua dengan setengah hati. Bagaimana tidak, mimpinya harus terhalang oleh keinginan orang tua. Minat Shaka ada pada fakultas kedokteran, sementara orang tuanya ingin dia mengambil jurusan bisnis dan manajemen. Semuanya membuat Shaka frustasi, kemudian belakangan ini dia lampiaskan dengan bolos. Di saat jam pelajaran berlangsung, Shaka memilih taman belakang sekolah sebagai tempatnya untuk bersembunyi. Shaka menghabiskan waktu berbaring di sebuah bangku panjang dan seolah tertidur di sana padahal kenyataannya tidak. Jika jam istirahat tiba, Shaka akan pergi sebentar hanya untuk ke kantin, kemudian kembali lagi saat bel masuk berbunyi. Seperti sekarang, Shaka di tempat persembunyiannya. Daun pohon mangga kasturi yang rimbun membuat bangku yang Shaka jadikan sebagai tempat berbaring terasa teduh, belum lagi angin berembus menambah suasana kantuk. Sebelah tangannya bertumpu di wajah, menutup kelopak mata agar tidak silau dengan cahaya siang hari. Saat Shaka nyaris tenggelam ke alam mimpi, suara gumaman seseorang menyentaknya. Shaka masih mempertahankan posisi, tapi dia mulai memasang kuping dalam rangka mendengarkan. “Kalau sampai sore di sekolah, bagaimana, ya?” “Dari semua gedung besar ini, bagian yang paling menyenangkannya hanya di laboratorium komputer. Kenapa harus belajar? Itu sulit. Kenapa tidak menyanyi saja?” Gerutuan pelan itu membuat kedua sudut bibir Shaka tertarik. Ternyata selain dirinya, ada juga yang merasa bosan dengan pelajaran. Siapa pemilik suara ini? Kenapa Shaka baru tahu kalau selain dirinya, ada orang lain juga yang pergi ke sini? “Dari puluhan komputer, kenapa tidak berbaik hati untuk memberi satu? Dengan begitu tidak akan sulit lagi mencari lagu di internet. Ah, iya, lupa kalau komputer harus tersambung dengan internet. Itu akan sulit, mengingat di rumah tidak memiliki internet.” Hei, rumah macam apa yang tidak memiliki internet? Shaka bertanya-tanya dalam hati. Meskipun tidak ada WiFi, masih ada ponsel yang bisa digunakan untuk penambatan hotspot. Seseorang yang menggerutu ini, seperti apa hidupnya? Kenapa terdengar seperti ketinggalan zaman? “Ayah suka arti lagu Tim McGraw, katanya itu menyentuh sekali. Sepertinya harus latihan lagi supaya lebih fasih dan lancar, seperti pengucapan di video tadi.” Terdengar seperti kertas dikibas-kibaskan. Shaka menahan diri untuk tidak melihat, karena sekarang Shaka sama sekali tidak ingin ketahuan. “Beautiful baby from the outside in ... Chase your dreams but always know the road that’ll lead you home again ...” Shaka langsung merasa ... terkesima. Ini hanya beberapa kalimat dari penggalan lagu, tapi suaranya memesona Shaka. Meski ada beberapa kata yang masih salah pengucapan, tapi cara dia menyanyi sangat bagus. Merdu, mempunyai ciri khas dan sanggup membuat yang mendengar merasa tenang dan kagum sekaligus. Perlahan Shaka bangkit. Dia mencoba mengintip si pemilik suara indah dari balik punggung kursi. Adanya pohon mangga kasturi yang besar membantu melindungi sebagian tubuh Shaka. Berbeda dengan posisi si pemilik suara tersebut, yang tempat duduknya lebih menjurus ke samping tapi masih bisa Shaka lihat keseluruhan. Dalam diam Shaka mengamati. Kulitnya kuning langsat dan memiliki rambut hitam legam sepanjang bahu. Seragamnya agak besar ditunjang dengan rok di bawah lutut. Yang paling mencuri perhatian Shaka adalah, bentuk wajahnya yang bulat dan bibir merah muda alami. Saat dia tiba-tiba mendongak, Shaka sekali lagi dibuat terkesima. Dia memiliki mata besar dan ... indah. Shaka jadi bertanya-tanya dalam hati, gadis mungil, siapa namamu? *** Kedua orang tua Shaka tahu kalau dia sering bolos. Tentu saja Shaka tidak luput dari amarah, bahkan nyaris saja dipukul papanya kalau tidak dicegah sang mama. Tetapi itu tidak menjadi masalah lagi semenjak Shaka mulai penasaran dan sering mengamati gadis pemilik suara merdu. Shaka juga mulai tidak bolos lagi, karena dia seperti termotivasi. Pengamatannya pada si gadis berlangsung selama hampir dua minggu. Saat genap, barulah Shaka memunculkan diri dan mengajaknya berkenalan secara gentle. “Aku Shaka. Suaramu bagus, aku sering mendengarnya.” Kira-kira seperti itu kalimat pertama yang Shaka keluarkan. “Ayo berteman.” Yang ditodong justru terkejut. Kelopak matanya melebar, semakin menampilkan iris cokelat terang yang indah. Shaka ... terpesona lagi. “Namamu siapa?” Setelah beberapa detik diam, akhirnya dia menunduk malu dan mencicit pelan, “Kamania Arshavina.” Rona merah muncul, membuat Shaka tertegun. Kenapa itu cantik sekali? “Terima kasih ... pujiannya.” Shaka mengusap wajahnya dalam rangka menyadarkan diri dari keterpesonaan. Setelah menarik napas, Shaka kembali mencoba menatap Kamania. Namanya terdiri dari dua suku kata yang memiliki arti ‘cantik’ dan ‘instrumen musik’. Indah sekali. “Aku memanggilmu Kama. Mulai sekarang, kita berteman.” Perkenalan itu adalah awal mula dari kedekatan mereka. Shaka menjadi pendengar ketika Kamania bercerita, menjadi teman mengobrol yang menyenangkan dan menjadi penonton ketiga saat Kamania bernyanyi, katanya urutan itu setelah ayah dan ibunya. Itu agak spesial, Shaka senang mendengarnya. Hingga pertemanan itu terpaksa terjeda saat kelulusan tiba dan Shaka memberitahu pada Kamania kalau dirinya akan melanjutkan studi di luar negeri. Ketidak-punyaan Kamania akan ponsel membuat mereka sulit berhubungan. Shaka pernah menawarkan untuk memberi Kamania ponsel yang tidak terpakai miliknya, namun Kamania menolak dengan halus. Mana bisa Shaka memaksa, ketika Kamania berkata ‘tidak boleh’ dengan wajah yang dibuat galak, padahal kenyataannya dia imut. Mereka berjanji satu sama lain. Lebih tepatnya, Shaka yang berjanji pada Kamania. Kalau suatu saat dia telah menyelesaikan pendidikan, setelah kepulangannya nanti, orang kedua yang Shaka cari setelah keluarganya adalah Kamania. Hanya saja, kalimat itu tidak tersampaikan sepenuhnya. Masih ada penggalan lain yang Shaka simpan untuk dirinya sendiri, yaitu ‘karena Kamania lebih berharga dari sebatas teman. Kamania ... dia sudah spesial untuk Shaka di waktu pertama mereka berkenalan’. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN