Tubuh Kita Cocok

1070 Kata
Griffin melaju dengan santai menggunakan mobilnya. Malam ini, ia akan kembali ke villa, untuk memuaskan keinginannya. Namun, baru separuh perjalanan. Griffin mulai merasakan kejanggalan. Ia melihat melalui kaca di atas kepalanya. Ada sebuah mobil, yang seperti sedang mengikutinya. Griffin tersenyum menyeringai. Sepertinya, ia tahu siapa orang yang sedang membuntutinya ini dan mencoba untuk mengecoh jalannya. Mobil yang Griffin kendarai melewati jalur. Ia pergi ke arah lain dari tujuan. Sengaja berputar-putar dan hampir kembali ke titik awal. Gerald muak. Ia sadar, ketika sedang dipermainkan seperti ini. Namun tetap tidak melepaskan mobil di depannya. Hingga sebuah mobil nampak melaju lebih dulu dan berhenti mendadak, persis di depan mobil Gerald dan menghadang jalannya, tepat di jalanan yang sempit. Gerald berdecak kesal. Ia tak henti-hentinya membunyikan klakson. Hingga sebuah kaki yang begitu mulus keluar dari dalam mobil dan berjalan ke kap mobilnya sendiri. Gerald menerawang ke kaca depan mobilnya. Melihat siluet tubuh wanita berambut panjang terurai, ia pun berinisiatif untuk keluar. Mungkin saja, mobil di depannya membutuhkan bantuan. "Kenapa dengan mobilnya?" tanya Gerald. Wanita tersebut pun menoleh dan tersenyum. Cukup cantik dan juga seksi, karena balutan gaun hitam ketat di atas lutut. "Mogok. Mobil tua. Namanya juga peninggalan orang tua," jawab wanita tersebut. "Sendirian?" tanya Gerald lagi. "Ya seperti yang kamu lihat. Aku sendiri. Sepulang dari bekerja. Tapi mobilku malah mogok begini," keluh wanita itu lagi. Gerald menghela napas. Tidak tega dan teringat dengan adiknya sendiri. Inilah yang ia takutkan juga, bila adiknya itu mengendarai mobil sendirian. "Sini, coba aku lihat mobilnya," ujar Gerald. "Iya silahkan. Aku mau telepon orang rumah dulu," ucap wanita tersebut seraya pergi menjauh. "Bagaimana??" tanya seseorang dari dalam telepon dan itu adalah Griffin. "Beres. Dia tertahan di sini," ucap wanita tersebut, yang tidak lain adalah sekretaris Griffin, Jessica. "Kerja bagus!" ucap Griffin seraya mengakhiri panggilan dan melaju dengan cepat, ke tempat tujuan utamanya. Di vila milik keluarga Anderson. "Oh iya, siapa namamu?" pertanyaan yang baru kali ini Griffin luncurkan. Setelah berkali-kali menjamah tubuh wanita di sampingnya. "Grizelle," jawabnya singkat. Griffin tersenyum tipis sambil menyebutkan kembali nama wanita di sampingnya, yang tengah merebahkan tubuhnya dalam posisi menyamping. Kali ini, menghadap ke arah Griffin yang tengah menyandarkan tubuhnya yang polos, pada sandaran tempat tidur. Dan dalam keadaan berbalut selimut yang sama. "Grizelle," ulang Griffin dengan senyum menyeringai. Lalu kembali berkata, "Grizelle. Griffin. Ternyata, kita memiliki tiga huruf pada nama depan yang sama. Pantas saja, tubuh kita cocok," ucap Griffin bak cibiran bagi Grizelle. Grizelle tersenyum getir. Tidak ingin mendengarkan kata-kata yang begitu menggelitik indra pendengarannya dan terdengar begitu menjijikkan. "Kapan kamu lepaskan aku. Aku muak di sini," ungkap Grizelle to the point. Griffin tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya. "Aku sudah mengatakannya bukan, sampai aku merasa bosan. Kamu baru bisa pergi dari sini." Helaan napas panjang Grizelle lakukan. Kenapa terdengar seperti neraka baginya. Tidak ada kepastian dan harus menemaninya setiap malam seperti ini. Apa bedanya ia dengan seorang wanita malam, yang menjajakan kepuasan kepada pelanggan di malam hari. Ia adalah putri dari keluarga terhormat. Tetapi, malah diperlakukan sangat tidak hormat seperti ini. "Aku ingin pakaian," pinta Grizelle kemudian. Griffin berbalik dan meletakkan tangannya pada bahu Grizelle dan mengelus-elus bahunya yang mulus, menggunakan punggung tangan kanannya. "Untuk apa? Kamu tidak membutuhkannya. Aku suka tubuhmu ini. Jadi, tidak perlu menggunakannya." Grizelle tersenyum masam. Benar-benar laki-laki gila dan seorang maniak. Apa di dalam pikiran, tidak ada hal lain selain menjamah tubuhnya terus menerus. "Tidurlah! Kamu pasti lelah. Aku pun sama. Aku akan menginap di sini malam ini," ucap Griffin, yang kini berangsur merebahkan tubuhnya dan memejamkan matanya. Tidak sepenuhnya salah. Karena memang, ia pun merasa lelah. Setelah tubuhnya dipermainkan lebih dari satu jam lamanya. Atau bisa dibilang, hampir mencapai dua jam. Benar-benar gila. Griffin terlelap. Menyusul Grizelle setelahnya. Hingga mentari pagi menyongsong langit. Grizelle yang telah terbangun lebih dulu dan mengenakan pakaian yang sama, yang terakhir kali laki-laki itu tinggalkan. Sebuah kemeja putih kebesaran, yang mencapai atas lutut Grizelle. Pakaian melekat. Grizelle pun mendekat, ke arah laki-laki yang masih terpejam di atas ranjang. Memandangi wajah laki-laki tersebut dengan penuh kebencian. Hingga sebuah ide yang ia ciptakan sendiri, yang terlintas begitu saja di dalam pikirannya. Celana panjang hitam tergeletak begitu saja di bawah. Setelah dilemparkan secara sembarangan, oleh lelaki yang masih belum juga terbangun dari tidurnya. Grizelle meraih celana hitam tersebut dan mengambil apa yang melingkar di bagian pinggangnya. Sebuah ikat pinggang berwarna hitam, terbuat dari kulit asli dan sebentar lagi, akan menyatu dengan kulit si pemilik. Grizelle membentangkan ikat pinggang di kedua tangannya. Ia semakin mendekat kepada Griffin. Lalu, sejurus kemudian. Grizelle menjerat leher Griffin. Membuatnya membeliak dan membuka kelopak matanya lebar-lebar. "Ayo mati b******n!!" rutuk Grizelle disertai tekanan yang cukup kuat. Namun, lagi-lagi tidak kalah kuat dari Griffin sendiri. Dengan kedua tangannya yang begitu kuat dan kekar, Griffin mencengkram tangan Grizelle dan membuatnya kesakitan. Ikat pinggang pun terlepas begitu saja dari tangan Grizelle. Diiringi sebuah ringisan rasa sakit. Griffin bangkit dan duduk. Ia menatap tak percaya, bila diserang secara mendadak, oleh partner tidurnya semalam. "Kamu begitu berani, kamu berani sekali ingin melenyapkan ku!!" pekik Griffin dengan kedua bola mata yang membulat sempurna. Griffin mencari benda yang dipakai Grizelle untuk menjeratnya tadi. Dan ketika menemukannya, ia menyatukan kedua tangan Grizelle lalu mengikat kedua tangannya. Grizelle membeliak. Ia mencoba berontak. Meski terlambat, karena kini kedua tangannya telah berhasil Griffin ikat dengan sangat kencang. "Ini sudah kedua kalinya kamu menyerang ku secara tiba-tiba seperti ini. Rasa-rasanya, kamu harus sedikit diberi pelajaran, supaya menjadi sedikit penurut." Griffin menyibak kasar selimut yang menutupi tubuhnya. Ia mulai melepaskan satu persatu kancing kemeja putih yang melekat di tubuh Grizelle. Tak ada perlawanan. Grizelle sudah pasrah. Karena sudah paham, dengan apa yang akan Griffin lakukan kepadanya. Hingga sebuah gigitan yang sangat kencang Griffin lakukan, pada bahu Grizelle dan membuatnya memekik kesakitan. "Aaarrgghhhh!" Grizelle mengalihkan pandangannya pada bahunya sendiri. Dilihat bekas gigitan yang lebih parah dari sebelumnya. Hingga membuat cairan merah keluar dari pori-pori kulitnya yang mulus. "Aku akan membuatmu berteriak lebih kencang dari ini!" pekik Griffin dengan mata yang berapi-api. Griffin melakukannya lagi. Melakukan sebuah penyatuan, disertai dengan banyaknya gigitan. Pagi yang cerah ini, terpaksa harus Grizelle diawali, dengan begitu menyakitkan. Tidak tahan lagi rasanya. Dan bagaimana pun caranya, ia harus bisa membebaskan diri dari jeratan manusia berhati iblis seperti Griffin. Setelah puas. Griffin kembali meninggalkan Grizelle seperti biasanya. Ia keluar dari kamar dalam kamar. Meninggalkan Grizelle dengan keadaan yang cukup memprihatinkan, dengan banyaknya bekas luka gigitan yang mengeluarkan cairan merah. Lemas. Tubuh Grizelle terasa lemas. Sebelum akhirnya, ia kehilangan kesadarannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN