" Tak ingin melihat kakak iparnya semakin sakit, Gilang membawa Naura untuk menjauh dari tempat ini dan masuk kedalam mobil untuk dibawa pulang.
Meski kenyataannya pilu, mengikuti langkah Alex semakin memberi keyakinan untuk langkah apa yang akan ditempuh selanjutnya.
Sementara Alex melepas pelukannya pada Alya, ia menundukkan wajahnya seraya memegang tangan wanita yang ia cintai selama bertahun-tahun.
"Maaf, Ay. sekuat tenaga aku menahan diriku, tapi sepertinya aku tak kuasa untuk tidak mencintai Naura, Beberapa waktu ini aku baru sadar, kalau dia sudah mengisi sebagian hatiku."
Alya menatap sendu pada Alex. "Mengapa takdir tak pernah sedikitpun berpihak padaku" ucap Alya dalam hati.
Setelah beberapa saat hening dan hanya terdengar suara angin berhembus.
" Aku antar kamu pulang dan bersihkan lukamu" ucap Alex kembali.
Alya tidak menjawab, ia hanya menurut dan masuk kedalam mobil dengan wajah muram. Matanya masih menghangat meski dengan sekuat tenaga ia berusaha agar tidak sampai menangis.
" Lindungi dirimu dan jangan datang lagi kesana." ucap Alex sambil mengendarai mobilnya.
Hari ini Alya datang ke rumahnya, karena satu hari sebelumnya ia mendapat kabar bila sang ibu sakit. Tapi kemalangan menimpanya, Abg tirinya mabuk dan marah ketika dirinya tak memberi uang. Meski akhirnya berhasil melarikan diri, tapi ia mendapatkan banyak luka.
Alya membawa dirinya bersandar dengan nyaman, seraya memejamkan mata. Ia merasa Tuhan tak pernah adil pada dirinya, semesta alam tak berpihak padanya. Ada waktu dimana dia begitu marah pada takdir ketika melihat kehidupan Naura yang begitu indah dan sempurna, Naura memiliki apa pun yang dia mau. sementara Alya hanya dapat
Sakit..
hancur...
terluka...
Bahkan mungkin ketika ia berharap cinta Alex kembali, langit akan menyalahkannya. Berbeda ketika semua terenggut darinya, dunia seperti sedang tertawa terbahak-bahak.
" Aku belikan makan untukmu." ucap Alex
" Tidak perlu, Aku tak lapar."
" Jangan keras kepala, Ay!"
Alya tak menjawab, ia masih bersandar dan memejamkan mata, ketika hampir tiba di apartemen, Alex menepi dan masuk kedalam minimarket.
"Tunggu disini sebentar."
Tak berapa lama Alex kembali dengan membawa satu kantong kresek besar. Ada obat-obatan untuk luka di wajahnya, kemudian ia mengantar sampai apartemen.
Sementara Naura tak mau diajak ke rumah sakit, dan ia pun tidak mau pulang ke rumahnya.
" Kamu masih sakit dan butuh perawatan." ucap Gilang.
" Aku bisa menyembuhkan sakit ku sendiri."
" Sekarang kamu mau kemana?"
" Kemana saja, asal tidak ke rumah dan ke rumah sakit."
"Ke rumah ibu, mau?"
" Gila kamu!"
Jujur saja dalam situasi seperti ini membuat Gilang dilema.
"Aku tidak mau bertemu Alex, aku yakin setelah itu dia ke rumah sakit, ngak mendapati aku di rumah sakit, dia pulang ke rumah."
Gilang diam, ia masih berpikir dan mencari solusi.
Naura memejamkan mata, ia merasakan berat di kepalanya, tubuhnya kembali demam dan ia mulai menggigil.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Gilang dengan panik. Naura tidak menjawab dan masih menggigil. Gilang pun mematikan AC mobilnya kemudian memberikan jaket miliknya.
Tanpa pikir panjang lagi, Gilang menancapkan gas mobilnya menuju apartemen miliknya. Hingga 15 menit kemudian mereka tiba di sana dan Gilang membawa Naura masuk kedalam rumah.
Naura pun di baringkan di sofa, ia kemudian memberikan obat penurun panas. tidak sedikit pun Gilang beranjak dari situ.
***
.
.
" Aku dimana?" tanya Naura ketika terbangun dengan kepala yang masih berat.
"Kamu di apartemenku!"
" Sepertinya aku harus pulang," jawab Naura seraya beranjak
"Ya! Memang kamu harus pulang, tapi tidak selarut ini. Alex dari tadi menelpon ku."
" Kamu mengangkatnya?"
"ngak.. dia meneleponku pasti untuk menanyakan mu. Selama ini dia tidak pernah menghubungiku. Masih dengan tubuh lemas, Naura bersandar pada sofa empuk di rumah Gilang.
"Setelah melihat Alex dan Alya aku mulai berpikir. Apa aku ini begitu egois?"
Gilang mendengarkan tanpa menyela.
"Mengapa mereka sejak awal tidak jujur, seandainya aku tahu dari awal, aku tidak mungkin mencintai kekasih sahabatku sendiri."
"Alya selalu mengalah padamu sejak dulu "
" Aku juga bisa mengalah padanya, Gilang! aku menyayanginya lebih dari sahabat, dia seperti kakakku sendiri."
Gilang diam, ia kembali memperhatikan kakak iparnya yang menunduk." Setelah semua ini terjadi yang sakit bukan hanya aku tapi semuanya." ucap Naura kembali
" Sekarang fokus pada kesehatanmu saja dulu."
Naura menatap ke arah Gilang." Aku penasaran, kenapa kamu dan Alex seperti kucing dan anjing?"
" Aku tidak suka saja padanya."
" Iya kenapa?"
" Tidak perlu tahu, nanti kamu ikut kesel sama aku."
" Itu sudah dari dulu."
Mereka berdua tertawa kecil, Naura tak pernah kesal terhadap adiknya itu meski sejak awal mereka bertemu, Gilang tak pernah menganggapnya sebagai kakak ipar, makanya Gilang selalu menyebut nama atau kamu.
" Sekarang kamu tidurlah! besok pagi sudah membaik kamu pulang"
" Kamu mengusir ku?"
Gilang mengangguk.
" Memang adik ipar gak ada akhlak!"
Gilang berlalu mengambil air hangat ke dapur, sementara Naura sama sekali tak bisa memejamkan mata, ingatan tentang tadi begitu mengganggu. Ia sungguh patah hati, mungkin ini titik terdalam rasa sakit yang ia alami dalam percintaan.
Tak berapa lama Gilang kembali dan membawa satu gelas air hangat.
"Setelah ini tidurlah."
"Aku tidak bisa tidur"
"Bisa! kamu hanya perlu mengganti apa yang sedang kamu pikirkan. Sesekali rasa sakit harus dinikmati, ini salah satu cara kita berproses."
" Sok tahu! kayak pernah saja merasakan patah hati," jawab Naura
Gilang tersenyum. Beberapa tahun lalu, sebelum ia dan Alex diam atau berjarak seperti sekarang ini, keduanya masih layaknya kakak beradik, meski sering berbeda pendapat tapi masih saling melindungi. Hingga akhirnya sebuah peristiwa terjadi dan mereka tidak mau bertegur sapa.
Dilain tempat Alex nampak tak menentu mencari keberadaan Naura. Ia pergi ke rumah sakit tidak menemukan istrinya, ia pulang ke rumah juga Naura tidak ada. Sampai larut malam seperti ini dia masih memacu kendaraannya, berharap menemukan sang istri, beberapa kali dia coba menelpon, tapi tidak terhubung. Alex memukul kemudi sampai beberapa kali dan ia merasa menyesal sekali.
[ kamu dimana? jangan seperti ini maafkan aku!]
chat dari Alex untuk Naura.
Sementara Alya di apartemen melempar ponselnya seraya berteriak, sebuah pesan datang dari orang tua Naura.
[ kamu kurang ajar! ngapain tadi sama Alex awas ya kalau macam-macam, saya bisa membuat kamu tidak menjadi apa-apa. Bersyukurlah dengan kehidupan Kamu sekarang, jangan aneh-aneh!]
Alya mulai jengah dengan segala doktrin keluarga Naura, ia merasa hidup dalam tekanan dan menjadi wayang keluarga Naura, ia sangat benci itu.
***
Semalaman Alex tidak tidur, pesan yang dikirimkan pada Naura tak kunjung terbalas. Pekerjaan terbengkalai, hari ini Naura, Alya, Alex, tidak masuk kantor.
Tak kenal lelah, Alex kembali memacu kendaraan untuk mencari Naura, ia terlihat sekali berantakan. Sementara Naura sendiri pulang kerumahnya, ia belum sepenuhnya pulih tapi ada hal yang harus diselesaikan. Sesampainya di rumah, ia tak mendapati Alex di sana, tapi kali ini dia pulang bukan untuk berdebat.
Ia melangkah menyusuri tangga, terlihat foto pernikahan terpanjang dengan sempurna, Gaun mewah membalut Naura begitu cantik, Sementara Alex terlihat gagah, meski tak nampak senyum di sana.
Naura melanjutkan langkah, kemudian memasukkan satu persatu pakaian ke dalam koper, kali ini dirinya semakin yakin, keputusan untuk pergi adalah yang terbaik.
Lemah rasanya, bukan karena ia sedang sakit. Tapi keputusan ini membuatnya tak berdaya, satu jam sudah ia di kamar ini, memandang sekitar dengan tangis, aura kebohongan begitu terasa kini. Hingga tangisnya terhenti ketika terdengar pintu terbuka.
"Jangan pergi, Naura!"
"Tidak ada alasan untuk bertahan disini"
"Tolong jangan pergi!" Alex menjauhkan kopernya. "Aku minta maaf," ucapnya lirih sambil menundukkan wajah. Ini untuk pertama kalinya Alex meminta maaf secara langsung.
"Aku yang minta maaf karena terlalu egois."
Alex masih menunduk, tak berani menatap istrinya, matanya kini menghangat.
Naura pun mengambil koper itu, kemudian keluar dari kamar.
" kalau perlu aku akan memecat Alya."
Naura membalikkan badan." lalu setelah itu masalah selesai, mas?"
Alex diam.
" Sudah, mas. Tak perlu banyak lagi yang dikorbankan, aku pamit. Urusan orang tuaku, biar aku yang menjelaskan mereka pasti mengerti tanpa menyalahkan mu.
Naura kembali membawa kopernya, ia meninggalkan rumah ini dengan segala kenangan terbaiknya. Sementara Alex hanya mematung melihat punggung Naura berlalu dengan mata merah, dan tangan mengepal.