Alex berlari ketika Naura tak lagi nampak dari pandangannya, ia menuruni tangga dan melihat Naura sudah berada di depan pintu.
" Tolong jangan seperti ini, mari kita bicara!" ucap Alex sambil memegang tangan Naura dan menahannya supaya tak pergi.
" Apa yang harus dibicarakan?"
" Tentang kita"
"Apa, mas? apa yang kamu lakukan sudah sangat membuat aku paham. Kamu meninggalkanku untuk dia bahkan ketika aku terkulai lemas tidak berdaya. Kamu memeluknya dan menenangkannya, apa kamu ingat samaku?"
Alex tak sanggup bicara satu hal yang akhirnya ia ketahui, bahwa kemarin Naura mengikutinya.
" Maka dari itu, mari kita bicara! Ada beberapa hal yang memang harus dibicarakan, ada hal yang cukup dengan diam semua selesai. aku memilih diam."
Naura melepaskan tangan Alex dan membawa kopernya, lalu masuk kedalam mobil, kemudian pergi meninggalkan rumah megah yang di beli Alex tanpa sedikitpun bantuan dari orang tua Naura.
Alex hanya melihat mobil Naura sampai menghilang dari pandangannya, ia mengepal tangannya dengan segala perasaan berkecamuk. Kenapa akhir yang diharapkan menjadi ketakutan yang begitu saja hadir.
Naura memutuskan untuk menepi di apartemen milik orang tuanya, dia menyendiri untuk menenangkan dirinya.
"[ Terimakasih bantuan yang kemarin Gilang, aku sudah membaik sekarang]"
Naura membalas pesan yang sebelumnya di kirim oleh adik iparnya.
"[ kamu dimana sekarang?]
[ aku tidak di rumah tapi di tempat yang aman]
[ oke kabarin aku bila membutuhkan apapun]
[ oke, thanks you adik ipar]
Gilang tak lagi membalas pesannya. Naura menikmati segelas coklat panas, seraya menatap titik-titik air hujan di jendela.
Semenjak dirinya keluar dari rumah, Alex sama sekali belum menghubunginya. Naura mengambil ponselnya, kemudian mencari nama Alya, ia ingin mengirim pesan, meski ragu karena peristiwa kemarin. Tapi akhirnya ia mulai mengetik sesuatu.
[ Ay, are you oke?]
pesan tidak terkirim hanya centang satu, terakhir nomornya aktif pun kemarin, perasaan cemas pun seketika bergelayut. Tak beberapa lama terdengar pintu terbuka, orang tua Naura datang, mereka kaget melihat anaknya disini, begitu juga dengan Naura.
" Sedang apa disini sayang?" tanya ayahnya
" sedang mau disini saja pa!" jawab Naura, tapi tidak sedikitpun ia menunjukkan wajah sedihnya
" Mana Alex?" tanya ibu Naura
" Di rumah, ma!"
" Kalian tidak sedang berantem kan?" tanya ibunya curiga
" Tidak, ma!"
"Jangan bohong! kalau memang berantem biar mama yang ngomongin Alex. Anak mama kok dibuat sedih."
Naura diam tidak banyak menanggapi, sejak dulu ia memang tidak berani menyela orang tuanya.
" Cepat bilang sama mama, jangan diam saja!" lanjut ibunya
"Cukup,ma! pernikahan tidak selalu tentang romantis dan bahagia. Kalaupun sesekali Naura atau Alex merasakan sedih, bukankah itu cara terbaik untuk berproses?"
"Tapi papamu selalu membuat mama bahagia!"
"Tidak semua kisah bisa disamaratakan."
"Mama tidak mau kamu sedih!"
Naura menghela napas panjang dan mendekati ibunya, ia kemudian bergelayut ditangan ibunya." Tapi biarkan Naura menikmati segala proses kehidupan, agar Naura tidak menjadi egois."
Ibunya kini membuang nafas kasar, kemudian merengkuh sang putri. Sudah semestinya naluri seorang ibu menjaga agar anaknya tidak merasa sedih atau sakit.
***
.
.
Alex menemui adiknya di rumah sakit, mereka bicara disebuah kantin dengan suasana dingin.
" Katakan padaku kemana kamu malam itu bersama Naura?" tanya Alex tanpa basa-basi.
" Kenapa bertanya padaku bukankah Kamu itu suaminya?"
" Jangan banyak basa-basi! jawab saja."
" Dengar! Naura adalah tanggung jawabmu, tak perlu melibatkan orang lain. Kalau tidak bisa mencintainya lepas kan saja, jangan buat menderita terlalu lama."
" Jangan sok tahu kamu!"
" Sejak awal yang kamu lakukan padanya sudah gila. lepaskan secepatnya dan sudahi!"
" kamu terlalu ikut campur, Gilang!"
" Aku sudah tidak peduli padamu sejak lima tahun yang lalu, tapi kali ini aku peduli pada Naura."
" Kamu menyukainya?"
Gilang tersenyum bengis seraya membuang muka, ucapan Alex terdengar konyol di telinganya.
" Jawab saja kalau menyukainya. kamu selalu tak pernah menang dariku sejak dulu."
Gilang pun beranjak dari duduknya kemudian merapikan jas putih dan kembali meletakkan kursi pada posisinya semula.
" kamu jangan terus menyakiti Naura, jangan jadi pria b******k dan pengecut, jangan mengulangi kesalahan lima tahun yang lalu.
Gilang pun pergi dan meninggalkan kakaknya begitu saja. Alex mengepal tangannya, adiknya itu masih saja menabuh genderang perang, dendam nya tidak pudar masih saja membara.
Sementara Alya menghabiskan sepanjang hari dibawah selimut, ia membiarkan lukanya begitu saja, ia tak makan sejak kemarin. Ia mengambil ponsel yang sejak kemarin mati dan sempat dilemparkannya diatas tempat tidur, lalu ia membuka beberapa pesan dan salah satunya dari Naura.
[aku baik] balasnya singkat.
tak berapa lama ponsel nya berdering, sebuah panggilan yang tak lain dari Naura . Alya enggan mengangkatnya, ia tak ingin memaksakan diri untuk berpura-pura lagi. Ia tidak ingin mendengarkan keluh kesah Naura, ia ingin sendiri.
[angkat, Ay!]
Akhirnya pada dering kelima, Alya mengangkat panggilan Naura.
" Hallo... kamu gak apa-apa kan? Ada yang bisa aku bantu?" tanya Alya.
"Apa setiap kali aku menelpon kamu selalu menganggap aku membutuhkanmu? tanya Naura lirih dan pelan.
" Iyaa, sejak dulu ibumu selalu mengatakan, tanyakan apa yang kamu butuhkan."
" Apa kamu begitu tertekan dengan ibuku? Alya!"
"Tidak, mereka memberiku hak yang baik, maka dari itu aku menuntaskan kewajibanku."
" Apa kebersamaan kita selama ini adalah sebuah tanggung jawab pekerjaan?"
" Bisa dikatakan iya"
Alya sama sekali tidak berusaha untuk bertopeng seperti biasa, ia sedang mengeluarkan apa yang ada dihatinya.
Sementara Naura diam mendengar jawaban Alya, matanya menghangat dan mulai menangis, sejak dulu ia memang gadis yang sangat cengeng, luka dikit aja langsung nangis. Tapi yang dikatakan Alya menimbulkan rasa sakit yang luar biasa.
Sejenak mereka berada dalam hening
" Usap air matamu, jangan menangis," ucap Alya seolah paham dengan kondisi di sana.
Mendengar ucapan itu Naura semakin tersedu, meski tangisnya ia tahan, Suaranya tak ia keluarkan.
" Tak peduli pekerjaan atau apapun, aku menyayangimu. kamu sudah sangat baik padaku, meskipun saat sekolah dulu aku sering sakit hati dan sedih ketika kamu diam saja, saat teman-teman disekolah menyebutku kacungmu dan juga pembantumu." ucap Alya kembali
"Maaf.." Naura terisak dengan bibir yang bergetar, tangisnya sudah menganak sungai dan membuatnya sulit bicara.
" Tak perlu minta maaf kenyataannya memang seperti itu. Aku seharusnya tak perlu marah."
Naura tak menjawab kini, ia tersedu mendengarkannya. Alya pun tidak mengerti mengapa ia mengeluarkan semua uneg-uneg yang dirasakannya selama ini.
"Tak perlu menangis Naura. Aku baik-baik saja. Aku akan selalu ada kapanpun kamu butuhkan."
Naura masih terisak.
"Sudah ya, Ra! Aku mau mandi dulu, kamu butuh aku sekarang? Aku akan datang!"
"Tidak... kamu istirahat saja, jaga kesehatanmu dan kabari aku."
"Baik"
" Ay..." panggil Naura.
"Iya."
" Aku tak pernah mengganggap mu orang lain, aku menyayangimu. Tapi aku tak memiliki kemampuan melindungi sebaik kamu."
Setelah itu panggilan ditutup. Naura menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya dan menangis sejadi-jadinya. Patah hati terasa bertubi-tubi, atas segala kesempurnaan yang ia dapatkan selama ini, apa yang ia alami sekarang seperti menjadi titik terendah.
***
.
.
Waktu menunjukkan pukul delapan malam ketika Naura mendapatkan panggilan dari Gilang.
" Aku tidak akan memberitahukan keberadaan mu. Aku akan memberikan obat agar kamu cepat pulih."
"Aku sudah oke," jawab Naura
" Suaramu masih terdengar lemah."
" kamu ngeyel" ucap Naura kembali
"Aku hanya berusaha jadi adik ipar yang baik"
"Ya sudah kita bertemu diluar."
" Kamu sedang tidak sehat dan meminta bertemu diluar!"
" Bertemu di lobby apartemenku, ucap Naura
" Oke!"
Sekitar setengah jam kemudian Gilang mengabari sudah sampai.
Naura pun turun untuk menemui adik iparnya yang duduk disalah satu meja lobby.
"Thank you, Gilang!"
" Ambil ini juga." Gilang membawakannya makanan.
" Sekali lagi makasih," ucap Naura mengambil makanan itu.
" Kamu akan menjadi pasangan yang baik untuk calonmu nanti." lanjutnya.
" Sayangnya tidak ada mau denganku."
"Bukan tidak mau, kamu yang tidak membuka diri. Masa perempuan yang harus mendekati kamu di Luan?"
" Tidak masalah, wanita yang mendekati laki-laki duluan tahu bila waktunya berharga dan gak mau nunggu sesuatu yang gak jelas. Seperti kamu dulu" Jawab Gilang sambil sedikit tertawa. Naura pun membalas tawa itu. Adik iparnya benar, ia dulu mengejar-ngejar Alex sampai gila.