Aku ingin kamu pulang, Naura.

1301 Kata
Alex mencari tahu keberadaan Naura melalui nomor telepon. Hingga akhirnya ia menemukan istrinya itu sedang tertawa nyaman bersama Gilang, seolah tidak ada sesuatu yang terjadi. Alex masih mematung, seolah tak ada keberanian untuk mendekat, ia khawatir Naura akan semakin menjauh ketika Alex mengetahui keberadaan Naura sekarang. " Alex tidak menghubungimu?" tanya Gilang. Naura menggelengkan kepala pelan, " menurutmu apa perpisahan lebih baik?" "Tidak tahu. Hidupmu, kamu sendiri yang harus tahu kayak mana." Naura menghela napas. Sementara Alex berbalik arah menuju mobilnya, perasaannya masih sama, tak menentu. Mungkinkah saat ini dalam satu waktu ia mencintai dua wanita sekaligus. " Aku merasa menjadi manusia yang paling buruk di dunia." ucap Naura kepada Gilang. " Ya.. begitulah Naura. Terkenal' sejak dulu." jawab Gilang bergurau. Naura mengerucutkan bibirnya, menatap Gilang kesal." Terkadang lucu mengingat masa lalu saat kita bertemu. Aku anak cantik,kalem, dan baik. Sementara kamu nakal dan ketua geng." Gilang tertawa kecil, "Aku ingat sekali, kamu selalu di kepang dua, anak manja. Maaf peristiwa itu tidak sengaja!" " Dulu kamu memang menyebalkan." ucap Naura Belasan tahun lalu, mereka memang sempat bertemu, Gilang terkenal nakal dan bersekolah di tempat lain. Suatu ketika, ia pernah menabrak Naura dengan sepeda, membuat gadis yang masih kelas 1 SMA itu menangis dengan beberapa luka-luka, Gilang memang minta maaf, tapi ia tetap saja menyalahkan Naura yang jalan tak hati-hati. " Baiklah aku pulang dulu." pamit Gilang Naura mengangguk Gilang pun beranjak dari duduknya di ikuti Naura ." Jadilah wanita hebat, bukan karena kamu cantik dan kaya, tapi menjadi wanita yang mampu menyelesaikan segala masalah. Naura kembali mengangguk, meski wajahnya kini tidak terlihat sedih. kemudian Gilang pergi meninggalkan lobby apartemen Naura dan Naura pun naik ke atas apartemennya. Begitu juga dengan Alex, ia mulai kehilangan arah dan kembali kerumahnya, menikmati sunyi nya rumah tanpa seorang Naura. Ia merutuki dirinya , membenci egonya yang tinggi, mengapa untuk sekedar mengirim pesan pada Naura pun Sulit di lakukannya.Hingga saat ini ia terus menunggu Naura memberi kabar terlebih dulu. Ia benci dan kesal dengan keegoisan nya sendiri. *** . . Setelah beberapa hari memilih untuk menyendiri, pagi ini Naura pergi ke kantor di temani rintik-rintik Hujan yang sudah turun sejak subuh tadi, Ia memacu mobilnya dengan kecepatan sedang. Sesampainya di kantor dan membuka pintu ruangan, Naura mendapati Alya sudah ada di sana. " Kamu sudah membaik? ku dengar kemarin demam," tanya Alya langsung berdiri ketika melihat Naura datang. " Aku baik-baik saja." jawab Naura. Ia bahkan tidak menanyakan bekas luka di wajah Alya. Bukan karena tidak peduli, Naura merasa ini bukan waktu yang tepat. Tak beberapa lama Alex pun datang, Naura langsung menyalakan komputer dan tidak menegur Alex sedikitpun. " Siang ini ada pertemuan dan ini berkas yang harus ditandatangani," ucap Alya seraya membawa beberapa dokumen. Alex mengambilnya, setelah menandatanganinya, Ia memberikannya lagi kepada Alya. " Kamu sudah membaik?" tanya Alex pelan, tapi masih bisa di dengar Naura, meski raut wajahnya terlihat biasa saja tapi hatinya berkerut. Alya tidak menjawab dan hanya mengangguk, kemudian setelah itu menghampiri meja Naura dan juga meminta tanda tangannya lalu meninggalkan ruangan ini untuk keperluan lain. " Kamu sudah membaik, Naura? tanya Alex ketika mereka kini hanya berdua. Naura hanya mengangguk dengan mata yang masih fokus pada layar komputer. " Kamu tinggal dimana?" tanya Alex basa-basi padahal dia sudah tahu Naura tinggal dimana. " Mas tidak perlu tahu, aku sedang menenangkan diri." Selama mereka terpisah, sama sekali tidak ada komunikasi diantara keduanya. " mama kemarin menghubungiku," " Tak perlu direspon." jawab Naura singkat. Alex beranjak, lalu mendekat pada istrinya. Ia berdiri tepat di belakang kursi dimana Naura duduk. " Dasiku tak rapi, tolong rapikan." Naura menghela napas panjang." kamu bisa membetulkan sendiri." " Tangan ku tak sebaik tangan mu!" Naura menghentikan aktivitasnya sejenak, kemudian memutar kursinya. " nunduk sedikit!" Alex pun membungkukkan tubuhnya, hingga jarak mereka kini begitu dekat, Naura mulai merapikan dasi yang Alex pakai, Jarak mereka kini begitu dekat, entah dorongan dari mana, seketika Alex mengecup bibir manis istrinya membuat Naura terperanjat kaget. Meski hanya hitungan detik, kejadian baru saja membuat jantungnya tak karuan. Belum selesai dasi dirapikan, Naura memundurkan kursinya. " Ini di kantor mas, jangan macam-macam." " Tidak ada yang melihat." " pokoknya jangan macam-macam!" Naura salah tingkah, wajahnya bersemu merah, sejenak ia lupa bila sedang terluka hatinya. Sampai Alya datang dan Alex langsung kembali ke tempat duduknya, sementara Alya terlihat heran dan tanpa kata kembali fokus bekerja. waktu istirahat tiba. " Mau ke kantin bareng, Ra?" tanya Alya " Tidak aku disini saja!" Alya mengangguk tanpa banyak bertanya, Alex pun tak kunjung keluar dan justru membawa kursinya mendekat pada Naura. Membuat istrinya itu terdiam. "Kamu tidak mau pulang?" ucap Alex pelan. "Aku masih ingin sendirian." "Aku rindu wangi mu yang tersisa di setiap sudut ruangan kamar kita. Aku ingin kamu pulang, aku merindukan mu." ucap Alex lirih. " Kamu sudah begitu jahat padaku." Alex diam, ia semakin membenamkan wajahnya. Sejak awal bersama Naura Alex tak pernah berniat jahat, takdir tak di harapkan menuntun nya sampai ke titik ini dan akhirnya ia merasa terjebak. " Aku ingin kamu pulang, Naura. jawab Alex lirih. Setelah itu tak ada lagi percakapan, Alex pun tak beranjak dari sandarannya di bahu Naura. Sementara Alya mendengar dan melihat apa yang dibicarakan Alex dan Naura. Alya mempercepat langkahnya meninggalkan kantor seolah berusaha menghindar. Naura mau mengejar Alya, tapi Alex menahannya. " Mari pulang bersamaku, aku akan berusaha menjadikan rumah kita lebih hidup. " Beri aku waktu, mas" Alex mengangguk. Tapi berjanjilah untuk pulang." Naura tak menjawab. ia menatap sejenak mencari ketulusan di mata suaminya. kemudian pamit untuk pergi ke apartemen Alya. Ia ingin bicara banyak dengannya, mendengarkan isi hatinya, berperan sebagai teman yang tidak pernah ia lakukan selama ini. Dirinya pun heran, mengapa sampai saat ini tidak bisa marah atau pun merasa di khianati oleh Alya. " Bukalah, aku di depan apartemen mu!" ucap Naura ditelepon. Ia sudah berdiri 15 menit di depan pintu. " Aku belum tiba di apartemen, kamu masuk saja. nanti ku kirim password nya. "Baiklah, ucap Naura. panggilan pun ditutup. Setelah itu Alya mengirimkan pesan. Naura masuk ke dalam, mengedarkan pandangannya ke sekitar, Alya masih sama seperti dulu. Rapi. Matanya tiba-tiba tertuju pada pintu kamar yang terbuka, ia melihat ke arah didalam kamar begitu berantakan, bantal dan selimut berserakan di lantai. Naura pun berinisiatif masuk ke dalam dan merapikannya. Naura tak habis pikir mengapa begitu berantakan, tak seperti Alya biasanya. Ia ambil satu persatu yang berserak, ia masukkan baju kotor ke laundry. Hingga ia melihat kotak usang dibawah lemari, ia pun mengambilnya dan tertarik melihat isi di dalamnya. Naura duduk di sisi ranjang, ia buka kotak itu dan tersenyum ketika melihat sebuah foto dirinya dan Alya berseragam SMA, terlihat begitu imut. Ia pun melihat foto lainnya, alangkah indahnya masa itu. Lalu.. pada sebuah kotak kecil lain foto Alya dengan Alex, hatinya bergemuruh. Mereka terlihat bahagia, bahkan Naura belum pernah melihat Alex berekpresi seperti itu pada setiap gambar yang mereka ambil. Hingga tangannya tiba pada sebuah buku kecil usang, ia membuka lembar pertama dan sesuatu jatuh dari sana, tangannya bergetar mengambil benda itu. Sebuah alat test kehamilan bergaris dua. Naura menutup mulutnya tak percaya, ia benar-benar runtuh sekarang. Sesuatu telah tumbuh di rahimku, tanda cinta yang kamu sematkan tanpa pernah kamu ketahui, karena kamu harus pergi pada takdir lain, yang tak bisa ku sela. Tentu tidak mungkin ku biarkan malaikat kecil ini hidup, mungkin ia akan terbang bersamaku. " Kamu sedang apa, Naura?" Suara Alya mengagetkan Naura dalam seketika, hingga apa yang ditangannya kini terlepas. " Sedang apa di kamarku, Naura?" tanya Alya dengan wajah yang tak bisa dijelaskan. Ia mendekat dan mengambil dengan paksa apa yang Naura pegang. Sementara Naura diam, ia tak bisa berkata-kata, dan masih syok karena kedatangan Alya yang tiba-tiba. " Ternyata aku tak pernah mengenalmu, meskipun belasan tahun kita bersama." ucap Naura dengan tangis yang tertahan, ia tak berani menatap Alya, rasanya begitu sakit.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN