Alya pernah hamil mengandung anak Alex.

1305 Kata
" Sudah ku bilang kebersamaan kita hanya sebatas hubungan antara pembantu dan tuannya. Jadi aku tidak ada kewajiban untuk memberitahukan masalah pribadiku pada tuanku." Ucapan Alya sangat membuatnya sakit, sekali pun ia tak pernah menganggap Alya orang lain dalam hidupnya. " Bagiku, kamu adalah salah satu orang yang paling penting, aku tak pernah menganggap mu orang lain. Tapi ternyata kamu tidak sama denganku." "Kenyataannya begitu, Naura. mau tak mau, aku adalah orang yang dikirim ibumu, menemani mu dan kemudian di bayar, aku butuh uang." Naura menatap sahabatnya itu dengan tegak, meski mata memerah dan sisa air mata masih terlihat pada bola matanya yang indah. " Berarti sama sekali kamu tak pernah menyayangiku? tak pernah menganggap ku saudara?" Alya diam, tangannya mengepal pada testpack usang beberapa tahun yang lalu, ia sama sekali tidak berani menatap Naura. " Jawab Alya!" "Tidak! aku hanya profesional sebagai orang yang bekerja padamu!" Naura menghela napas panjang sejenak terdiam, akhirnya ia pun beranjak merapikan bajunya dan mengambil tas. Tak lupa ia seka air matanya yang sejak tadi terus mengalir. " Baiklah! seperti katamu hubungan kita mulai saat ini adalah rekan kerja dan aku atasanmu!" Ia kemudian melangkah, melewati Alya yang hanya diam, ia pergi meninggalkan apartemen Alya dengan segenap perasaan hancur. Alya masih mematung beberapa saat setelah Naura berlalu, tubuhnya terkulai lemas dan ia beringsut kelantai, tangisnya berderai dengan deras. kini ia benar-benar tak punya teman setelah Naura pergi. Ia menyembunyikan kehamilannya itu dari Alex, hingga sampai sekarang pria yang sangat dicintainya itu tidak tahu bila dirinya pernah hamil. Kala itu, ia tak memberi tahu Alex karena kekasihnya itu sudah direncanakan ibunya Naura bertunangan dengan Naura. Ia takut Alex akan membatalkan semuanya dan akhirnya Alya juga yang akan di salahkan sama ibunya Naura. Alya tahu betul, Alex tidak mungkin lari dari tanggung jawab. Sebenarnya ibu Naura menyuruh Alya mengatur hubungan Alex dan Naura hingga sampai pelaminan. Dosa terbesar sampai saat ini yang tidak pernah hilang dari hatinya ketika harus membunuh anaknya sendiri. Sebelum melajukan mobil, Naura menangis sesenggukan seraya menyembunyikan wajahnya di balik kemudi setir, setelah itu menancapkan gas meninggalkan parkiran. Puluhan panggilan dari Alex tidak ia hiraukan, Naura justru mengarahkan mobilnya ketempat lain bukan ke apartemennya. "Ada apa malam-malam begini datang kesini?" tanya Gilang Naura tidak menjawab dan masuk kedalam, lalu mendaratkan tubuhnya ke sofa. "Katakan padaku Gilang! apa kamu tahu siapa mantan pacar kakakmu?" "Aku sudah tidak ingin tahu tentangnya sejak lama!" jawab Gilang seraya meletakkan gelas berisi air putih diatas meja. "Kamu sekali saja jujur padaku bisa ngak sih?" Naura meninggikan suaranya. Gilang menghela napas panjang, kemudian membawa dirinya bersandar pada sofa, ia menatap Naura penuh tanya tanpa berkedip, Naura membuang mukanya. "Aku mengetahui rahasia besar hari ini, sumpah aku mencintai kakakmu, tapi kenapa semua menjadi rumit dan sulit. " Cintai Alex dengan ketulusan tapi jangan sampai buta Naura. Cintamu memang tidak main-main, mencintai tanpa syarat. Tapi kamu harus mengetahui batasnya, ketika kamu memang tidak dihargai, ucap Gilang. "Lalu aku harus apa?" "Kamu yang tahu!" "Alex seperti sedang menarik ulur ku, bahkan hari ini ia terus meminta agar aku kembali, ia seperti tidak sedang main-main." "Kamu masih ingin kembali padanya?" " Hati kecilku ingin, tapi kenyataan tidak mungkin. Ya aku tahu! setelah ini pasti kamu menganggap ku bodoh, luar biasa bodoh!" jawab Naura sambil menitikkan airmata. Ia tidak tahu harus pada siapa mengadu, karena kalau pada orang tuanya bukanlah solusi, mereka pasti ikut campur, sedangkan Naura tidak ingin itu semua terjadi. Ponselnya kembali berdering, dan masih panggilan dari Alex, kali ini Naura langsung menolak dan mematikan ponselnya. "Ada.. " jawab Gilang tenang. "Siapa? katakan padaku!" " Waktu SMP bintang sekolah, kakak kelasnya." Naura menghembuskan napasnya kasar, tak puas dengan jawaban Gilang. "Aku mau pulang saja, ternyata kamu pun tak pernah berpihak padaku!" "Jangan dulu pulang, aku tahu kamu sedang bersedih dan belum makan," ucap Gilang sambil beranjak dan pergi ke dapur. "Tak perlu masak! aku tak selera untuk makan" "Aku masak untuk diriku sendiri, tapi kamu harus mencobanya." Naura diam dan pasrah, pikirannya masih pada kejadian tadi, sekilas ia melihat Gilang nampak lihai memainkan perkakas dapur, sesuatu yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Setengah jam kemudian, Gilang datang dengan piring makanan dan satu gelas coklat hangat. Makanlah semoga bisa meredakan sedikit kegelisahanmu." Naura hanya melihat makanan itu tak berselera. " Kamu mahir juga memasak bahkan aku pun kalah." "Aku belajar saat kuliah." " Aku juga pernah belajar tapi tetap saja tak bisa, apa tanganku ini hanya hanya pintar untuk belanja saja?" jawab nya sambil mengerucutkan bibirnya. Ia berusaha untuk tidak terlihat begitu menyedihkan. Gilang tertawa kecil. " sudah makanlah!" " Sepertinya kamu laki-laki yang paham terhadap wanita, bisa mengalah dan minta maaf, idaman namanya itu," ucap Naura kembali. "Idaman bukan seperti itu!" "Lalu..?" " Pasangan idaman menurutku tak hanya selesai pada kata maaf dan mengalah. Tapi harus bisa saling komunikasi dengan seimbang, berkomitmen, menjaga privasi, juga mengerti bila hidup tidak hanya tentang aku dan dia,, jadi tidak posesif. " Berarti aku bukan idaman, ya. Aku ini manja dan sangat posesif. "Satu lagi, idaman tidak hanya melihat dari satu sisi dan membiarkan pasangannya mengekspresikan diri." "Ah.. entah lah! Terserah kamu!" Naura melahap semua makanan yang dibuat oleh Gilang. Ia bahkan tidak menyisakan sedikitpun. " Aku ingin tahu bagaimana ketika kamu ingin makan, tak ingin makan pun begini!" ucap Gilang meledek. "Diam kamu!" jawab Naura sambil melotot kearahnya. Setelah itu terdengar bel berbunyi, Gilang melihat kearah pintu dengan sedikit heran. Tak pernah ada tamu datang ke apartemennya. "Siapa yang datang? pacarmu? Bagaimana ini? Gilang beranjak, lalu melihat siapa yang datang, Alex sudah berdiri di sana, ia pun memilih untuk tidak membukanya, tapi kakaknya itu terus menerus menekan bel. hingga akhirnya pintu pun dibuka. " Naura disini bukan?" tanya masih sikap ketus dan dinginnya, bahkan saat ini ia terlihat sangat marah. Belum sempat Gilang menjawab, Naura keluar dan berdiri di belakang Gilang. "Sudah ku bilang jangan dekat dengannya! mengapa kamu datang kesini tanpa sepengetahuanku?" mata Alex membulat tajam seperti hendak menerkam. " Tidak semua tentang hidupku harus ku utarakan padamu, bukan? jawab Naura masih dalam posisi yang sama. " Pulang dengan ku sekarang!" Alex membawa langkahnya, melewati Gilang dan tubuhnya menubruk bahu sang adik. "Aku tidak mau pulang denganmu!" ucap Naura berusaha melepaskan pegangan tangan Alex. "Lepaskan dia! Gilang mulai geram. "Ayo pulang, Naura!" Alex terus memaksa sementara Naura terus memberontak. Gilang mendekat dan melepaskan cengkraman Alex pada Naura, ia hendak memukul kakaknya, tapi segera ditahan oleh Naura. " Sudah Gilang tolong jangan membuat keributan karena aku disini." Naura memutar balik tubuhnya lalu mengambil tas dan keluar apartemen ini tanpa sepatah katapun. Alex mengikuti langkah Naura tapi masih dengan tatapan tajamnya pada Gilang. " Mari pulang denganku!" ucap Alex ketika mereka berada diparkiran. "Aku tidak akan pulang denganmu sebelum kamu menyelesaikan masalahmu dengan Alya!" "Masalah apa? aku tidak punya masalah dengannya." "Oh.. ya? pria macam apa macam apa yang meninggalkan kekasihnya sedang hamil untuk bersama wanita lain. Alex diam, ia menatap Naura, sedikitpun ia tak paham dengan apa yang sedang istrinya bicarakan. "Jangan asal bicara!" "Apa sekarang kamu mau berbohong lagi? tak cukup selama ini kamu berbohong? Alya pernah hamil anakmu dan kamu meninggalkannya. mungkin saja saat itu Alya tak mempunyai cara lain sehingga harus menghilangkan buah cinta kalian." Alex diam. Terkejut luar biasa, sungguh hingga detik ini ia tak pernah tahu bila Alya pernah mengandung anaknya. " Semua selesai, aku dan kamu! ucap Naura melepaskan pegangan tangan Alex, kemudian ia masuk kedalam mobil dan meninggalkan Alex yang masih mematung. Tak lama setelahnya Alex pun turut pergi, ia mencoba menghubungi Alya dan memastikan perkataan Naura tadi. Tapi sama sekali ia tak mendapatkan jawaban. Alex pun memutuskan untuk datang ke apartemennya, ia berdiri di depan pintu hampir satu jam, tapi Alya tidak mau membukakan pintunya. Alex merasa terjebak dalam cinta. Dulu dia hanya mencintai Alya satu-satunya, tetapi sang kekasih malah mendorongnya pada Naura, saat ini ia mulai mencintai Naura. Masalah makin rumit.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN