***
Naura menghentikan mobil mewahnya di gedung kantor berlantai dua puluh milik keluarganya, kesan manja dan ceria tak lagi nampak di wajahnya, tegas dan sangat berani.
Ia masuk ke dalam ruangan dan menjadi pusat perhatian, sangat berbeda dengan Naura yang selama ini.
Alya menoleh ketika mendengar suara pintu terbuka, begitu juga Alex yang sepertinya baru datang. Mereka berdua pun kaget melihat Naura yang berada agak lain dan sedikit angkuh.
" Saya ingin ruangan saya dan pak Alex dipisah dan dia juga," tunjuk Naura pada Alya.
"Dia hanya seorang staf disini, mengapa ada perlakuan istimewa dan satu ruangan dengan CEO. Aneh!" ucap Naura pada salah satu karyawannya yang ia bawa.
Selama bekerja di kantor ini, Alya memang mendapat perlakuan khusus, bahkan dari segi gaji terbilang tinggi.
" Tidak Saya tidak mau dipisah ruangan dengan istri saya"
" Maaf pak Alex, di kantor ini kita adalah rekan kerja saya adalah atasan anda. Karyawan yang mendengar itu terlihat kaget, seluruh pekerja di kantor ini tahu bagaimana mesranya Naura dan Alex, terutama Naura ia menunjukkan rasa cintanya.
" Kamu paham? kenapa diam saja?" tanya Naura pada karyawan yang berdiri di belakangnya itu.
"iya, Bu!" jawabnya sedikit menunduk dan kemudian pergi meninggalkan ruangan itu.
Sementara Alya tak sedikitpun memberi tanggapan, ia kembali fokus pada pekerjaannya.
Naura duduk di mejanya, lalu menyibukkan diri dengan aktivitasnya. "Kirimkan saya laporan keuangan sampai lima tahun kebelakang." Ucapnya pada Alya.
" Kamu kenapa Naura?" tanya Alex
Tapi Naura tak menggubrisnya, ia masih fokus pada pekerjaannya sendiri.
"Minggu depan ada reuni, kamu harus datang, " ucap Naura pada Alya.
" Aku tidak mau datang, " jawab Laya pelan.
" Aku tidak menyuruhmu datang sebagai mantan siswa di sana, Aku mengajakmu sebagai asisten pribadiku."
Alya melihat ke arah Naura, begitu juga Alex, mereka aneh dengan sikap Naura yang sangat amat berbeda.
" Baiklah!" jawab Alya.
" Oh iya satu lagi. semua hal yang membutuhkan persetujuan, harus aku dulu yang menandatangani, bukan orang lain.
Alya paham siapa orang yang dimaksud, tak lain adalah Alex. Sementara suaminya hanya menghela napas panjang seraya melihat kearah Naura dengan pandangan yang ngak bisa di artikan.
Hari itu berlalu dengan kesibukan, ia akan menelusuri keuangan semenjak Alex datang. Sedetik muncul dalam benaknya, apa alasan Alex mau bersama dirinya saat itu adalah uang.
Peristiwa yang beberapa waktu ini menimpanya seperti membuat prasangka kotor yang menyelimuti hatinya.
Alya memilih bekerja untuk tidak di ruangan ini, ia duduk sendiri di pojok kantor dan juga tidak bergabung dengan yang lain. Ia bahkan tidak memiliki teman ditempat kerjanya sendiri.
" kamu kenapa, Naura?"
" Kenapa memangnya? ada yang salah denganku?
" Kamu semakin aneh dan gak jelas."
"Aku di didik papa untuk menjadi wanita independen sebetulnya, tapi hal itu terabaikan karena semua yang aku butuhkan selalu terpenuhi, semua yang ku inginkan ada digenggam ku. Sekarang aku harus mulai pada didikan papa."
"Apa caramu seperti ini untuk mengejekku?"
"Mengapa merasa diejek? Dari awal sudah tahukan bila aku ini anak pemilik perusahaan, dan kamu hanya CEO, tentu tidak salah bukan bila semua wewenang berawal dari aku.
Alex menghela nafas panjang, ia tak ingin lagi berdebat. kemudian keduanya kembali larut pada pekerjaan masing-masing.
Pekerjaan yang menumpuk tak terasa membawa mereka pada waktu yang terasa begitu cepat, nggak terasa waktu menunjukkan pukul dua belas lebih.
Alex mendekat pada istrinya seraya memegang handphone.
" Ibu mau bicara denganmu!" ucap Alex pelan.
" Aku lapar dan ingin makan dulu, bicaranya nanti aja." jawab Naura sambil beranjak dan meninggalkan Alex begitu saja yang perlahan mulai murka, tangannya mengepal.
Naura tak pernah melakukan ini sebelumnya, ia sangat menyayangi ibunya dan selalu berusaha membahagiakannya, sikap seperti ini memang begitu aneh.
Begitu keluar ruangan, Naura mendapati Alya masih di pojok ruangan dan sibuk mengerjakan sesuatu. Sementara Naura dengan sengaja bersenda gurau dengan karyawan lain. Sesekali Alya hanya melirik melalui sudut matanya.
Ibu mertua Naura menutup telepon dengan perasaan teramat sedih, ini adalah untuk pertama kalinya menantu yang sangat dicintai menolak teleponnya.
***
.
.
Minggu yang ditunggu untuk reuni akhirnya datang. Naura nampak elegan dan cantik menunggu di mobil yang tak kalah mewahnya.
Sementara Alya terlihat tergopoh-gopoh membawa barang yang disuruh oleh Naura. Sebetulnya ia tak enak hati memperlakukan Alya seperti ini, tapi seseorang yang ia anggap sahabat itu selalu menganggapnya tak lebih dari partner kerja.
"Semua sudah dan tak ada lagi yang ketinggalan kita bisa pergi sekarang." ucap alya.
Naura tak menjawab dan nampak asyik dengan ponselnya, ia pun sedang berkirim pesan dengan Gilang. Sedangkan supir yang mendengar ucapan Alya tadi langsung memacu mobilnya. Mereka akan menempuh waktu sekitar dua jam dari apartemen Naura.
" Aku tak mengerti apa yang membuatmu merendahkan diri, mau saja disuruh ini itu." ucap Naura sambil mengambil buku di dalam tasnya."
"Uang.. aku bekerja untuk mendapatkan uang, dan aku harus bersungguh-sungguh dengan pekerjaanku." jawab Alya yang kini juga terdengar asing.
"Aku bisa membayar mu, berkali-kali lipat, seandainya kamu bisa bekerja lebih keras denganku."
" Akan saya coba," jawab Alya.
Tidak ada percakapan, Naura membaca buku meski dak dapat fokus, Sementara Alya menghabiskan perjalanan dengan menatap sekitar, merasakan aura saat masa lalu ditempat ini. Tempat dimana ia tumbuh dan sakit, tempat dimana ia tak ingin lagi untuk datang.
" Cepat turun! dan tolong bawakan barang-barang ku," ucap Naura membuyarkan lamunan Alya. Alya terlihat ragu untuk membuka pintu, ada ketakutan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata.
Tapi pada akhirnya Alya pun menuruti perintah Naura. Tangan dan kakinya bergetar, semua memori kembali terkenang. Ia nyaris lelah, jalannya sedikit limbung.
Mereka memasuki sebuah hotel yang sengaja Naura pesan untuk teman-temannya.
"Ya.. ampun, Ay. Awet juga kamu kerja sama Naura, gayamu juga sejak dulu tak pernah berubah. Ucap Hera menyambut kedatangan Naura dan Alya.
Naura sama sekali tidak nyaman mendengar ucapan Hera itu, tapi ia memilih diam seperti belasan tahun lalu.
" Eh kalian sudah makan belum?" Naura mengalihkan pembahasan agar mereka tidak terus fokus pada Alya dan berkata yang tidak enak.
" Belum, kami menunggumu!"
"Ya sudah kita makan dulu!" ucap Naura mengajak yang lain.
Sepanjang acara reuni ini mereka saling tukar cerita dan berbagi tawa, beda dengan Alya, ia diam sepanjang acara, tak ada yang mengajaknya ngobrol. Hingga akhirnya Alya izin ke toilet.
" Kamu masih mau mempekerjakannya?" ucap Hera sedikit berbisik.
" Kenapa memang? dia baik loyal, aku menganggapnya sahabat, jadi jangan bilang dia karyawanku!"
"Dia licik, Ra. Kamu harus hati-hati, meski begitu kisah hidupnya kasihan," ucap Hera lagi
" Kenapa? Naura menyerngit kan dahi.
" Kamu memang tidak tahu?"
Naura menggelengkan kepala pelan, Sebetulnya dikampung sini banyak yang tahu, tapi mereka diam. Alya saat sekolah dulu sudah ngak perawan lagi, dia diperkosa oleh kakak tirinya. Ngeri, kasihan, untung saja dia tidak gila."
Naura diam, ia bahkan tidak tahu mengenai hal ini, mungkin pun orang tuanya juga ngak tahu.
Tak berapa lama Alya kembali, ia duduk disamping Naura dan masih banyak diam.
Ditempat lain Alex masih memikirkan perkataan Naura, ia mengirim chat kepada Alya. [ Bisa kita bertemu dan bicara, Ay]
Alya membaca pesan dari Alex, sesaat ia melihat kearah Naura yang sedang berbagi tawa dengan teman-teman yang lain.
[ Balas, Ay]
[ untuk sementara waktu aku tidak ingin bertemu, kecuali urusan pekerjaan, mas!]
Alya menutup ponselnya dan kembali memasukkan ke dalam tas. Sebetulnya ia tak nyaman dan ingin cepat segera pulang, bahkan itu membuatnya terus bolak-balik ke kamar mandi.
"Aku pulang dulu, senang bisa bertemu kalian, semoga lain kali bisa bertemu lagi."
Setelah itu mereka meninggalkan tempat ini, Naura memperhatikan Alya yang begitu pucat.
" Kamu sakit?" kenapa tidak bilang sejak awal."
"Tidak, aku tidak apa-apa jawabnya." jalan sekarang, pak," lanjut pada supir.
Gerimis turun tipis-tipis Naura mengambil jaketnya karena dingin terasa menusuk tulang, ia bersandar dan memejamkan mata sampai akhirnya mereka tiba di apartemen Naura.
Setelah itu Alya mengambil mobilnya diparkiran dan pulang ke apartemennya, sesampai di apartemen Alya terkejut ketika ia baru saja tiba dan mendapati Alex sudah berdiri di depan pintu.
" Aku ingin bicara," ucap Alex . Alya tak menjawab dan kembali membawakan langkahnya. kemudian membuka pintu dan Alex mengikuti dari belakang.